Raja sedikit tergagap. Dia sama sekali tidak menyangka tokoh Majapahit ini mengetahui bahwa dialah yang mengerjai orang tambun tadi. Padahal dia sudah berusaha menyembunyikan gerakannya.
Sorot mata Pendekar Santi Aji menelusuri wajah Raja tanpa berkedip. Pandang mata keheranan nampak sekali di matanya. Pendekar sakti ini mengayun sedikit tangannya ke depan.
Sebuah tenaga tak kasat mata menghantam tubuh Raja. Tidak bermaksud membunuh atau melukai namun cukup untuk menguji kecepatan dan ketangguhan Raja. Pemuda itu tidak mau beradu pukulan. Dia tahu Pendekar Santi Aji hanya mengujinya. Raja memilih lompat menjauh dengan gerakan ringan.
Pendekar Santi Aji sudah tahu bahwa pemuda ini bukan orang sembarangan. Dia mencurigai sesuatu. Pukulan berikutnya sangat serius. Angin berkesiur tajam saat pendekar sakti ini kembali melancarkan pukulan. Raja terperanjat. Kali ini pukulan Pendekar Santi Aji bisa membunuhnya.
Raja menyambut pukulan keras itu dengan pukulan juga. Dia juga ingin menguji sampai di mana ketangguhan ilmu pendekar tingkat tinggi dari Majapahit ini.
"Duuukk! Dessss!"
Beberapa orang yang terlalu dekat menonton pertarungan ini langsung terpelanting ke kanan kiri terkena angin pukulan dari keduanya yang beradu dahsyat. Untunglah itu hanya angin samping yang tidak membahayakan jiwa. Namun setidaknya ada beberapa orang yang terluka ringan karena lecet-lecet.
Pendekar Santi Aji merasakan dadanya sedikit sesak. Tenaga pemuda itu sangat kuat. Melebihi kekuatan tenaganya sendiri. Pendekar Santi Aji ingin memastikan satu hal sebelum masuk ke pertarungan hidup mati.
"Anak muda kau hebat! Aku hanya ingin bertanya satu hal kepadamu sebelum pertarungan ini dilanjutkan? Di mana kau sembunyikan Putri Dyah Pitaloka?" Pertanyaan yang sangat mengejutkan Raja. Bagaimana dia bisa langsung tahu?
Dari tempat persembunyiannya, Citra berharap Raja tidak meladeni pendekar sakti itu. Mungkin saja dia bisa mengimbangi atau bahkan mengalahkannya. Tapi jika bala bantuan berdatangan dari seberang, urusan ini akan menjadi sangat panjang. Mereka masih punya banyak hal yang harus dikerjakan. Dia tidak mungkin keluar menampakkan diri. Terlalu berisiko dan konyol.
Raja menatap Pendekar Santi Aji dengan pandangan menusuk. Lalu menjawab pendek.
"Bagaimana kau bisa menuduhku sejauh itu? Kenalpun kita tidak!"
Panglima Manggala mendekat. Para prajurit Galuh Pakuan mengikutinya. Raja sekarang dikepung oleh 2 pihak yang sebelumnya bertikai.
"Aku menduga kaulah orangnya anak muda. Kau tidak usah mengelak!" Pendekar Santi Aji berkeras.
Panglima Manggala masuk dalam percakapan. Dia mengenal Pendekar Santi Aji berwatak keras namun selalu mengedepankan kebenaran. Dia sesungguhnya menghormati pendekar ini meskipun mereka berada pada pihak yang berseberangan.
"Anak muda. Jawab pertanyaan Pendekar Santi Aji! Di mana kau melarikan Putri junjungan kami?!"
Raja agak kelimpungan. Bukan karena mereka sepertinya menyatukan kekuatan. Dia sama sekali tidak takut. Tapi berbohong membuatnya lelah.
"Aku menyembunyikan Tuan Putri di sebuah tempat yang kalian tidak akan pernah bisa menemukannya. Carilah di pesisir selatan atau jajaran pegunungan utara."
Panglima Manggala mengereng marah. Jawaban pemuda itu tidak karuan! Panglima gagah ini memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menyerang.
Pecahlah pertarungan babak kedua. Kali ini antara Raja dengan Panglima Manggala yang dibantu 2 lusin anak buahnya. Pendekar Santi Aji memerintahkan prajurit Majapahit mundur dan kembali ke seberang sungai. Dia tidak suka main keroyokan. Tapi dia harus tahu bagaimana hasil akhir pertarungan ini. Setelah itu dia akan menangkap pemuda ini. Hidup atau mati. Sudah jelas pemuda inilah yang dimaksud oleh Mahapatih Gajahmada.
Raja tentu saja tidak mau melukai siapapun. Namun serangan pasukan berjumlah banyak ini membuatnya kerepotan juga karena ruang gerak yang terbatas. Jika dia hanya bertahan, bisa saja dia akan terkena pukulan, tendangan atau tebasan pedang. Raja memutuskan untuk bertindak cepat.
Tubuhnya melayang tinggi ke udara. Saat mendarat kembali ke tanah, telapak tangan kanannya dihantamkan ke bumi. Belasan orang pasukan penjaga perbatasan Galuh Pakuan terpelanting kesana kemari seperti ilalang yang terhempas angin badai. Hanya Panglima Manggala yang masih tegak berdiri. Namun tubuhnya bergoyang-goyang keras nyaris jatuh.
Pendekar Santi Aji tahu bahwa ini saat yang tepat untuk bekerjasama dengan pihak Galuh Pakuan menundukkan pemuda tangguh itu. Pendekar ini berseru kepada Panglima Manggala dan satu regu pasukan Galuh Pakuan yang baru datang dengan terburu-buru dipimpin oleh Resi Galunggung, dan bahkan dilihatnya juga kedatangan Resi Papandayan tak jauh di belakangnya. Dia juga sudah meminta prajurit yang disuruhnya pulang tadi untuk minta bantuan Mpu Rakha Bumi dan Resi Amarta yang bersama dengannya berada di perbatasan.
"Panglima, kita tangkap pemuda ini bersama-sama! Kita lupakan dulu perselisihan antara kita!" Pendekar Santi Aji melupakan sejenak harga dirinya yang tidak mau main keroyokan. Pemuda ini terlalu tangguh baginya. Tapi dengan adanya bala bantuan Resi Galunggung dan Resi Papandayan serta tak lama lagi Mpu Rakha Bumi dan Resi Amarta, dia yakin mereka akan bisa menaklukkan pemuda aneh yang hebat ini.
Citra menutup kedua mulutnya yang hampir menjerit. Raja dalam situasi berbahaya! Pendekar Santi Aji sangat tangguh. Resi Galunggung dan Resi Papandayan juga luar biasa. Apalagi sudut mata Citra bisa melihat dari tengah sungai meluncur perahu kecil yang berisikan 2 orang dari wilayah Majapahit. 2 orang yang dikenalnya karena ciri-ciri mereka. Ah! Raja tidak akan sanggup mengalahkan mereka semua. Bagaimana ini?
Raja berpikir keras. Dia sudah pernah menghadapi Resi Galunggung dan Resi Papandayan. Pendekar Santi Aji juga punya kekuatan setara dengan para Resi Opat Gunung, Dia pasti akan kewalahan. Jalannya untuk melarikan diri sudah ditutup oleh ketiga orang sakti itu. Sialan! Masa aku harus beradu nyawa di sini sementara urusan yang belum terselesaikan masih banyak. Kasihan Citra. Tapi rasanya dia tidak punya pilihan.
Biarlah aku akan menghadapi mereka sambil menunggu celah yang tepat untuk melarikan diri. Raja memutuskan.
Diiringi teriakan mengguntur, ketiga tokoh sakti dari pihak berlawanan itu menyerbu Raja. Pemuda ini tidak bisa main-main. Serangan tiga orang ini sungguh dahsyat dan mengerikan. Dia bahkan tidak sempat untuk mengambil nafas sedikit panjang. Terdesak hebat oleh serangan demi serangan yang mengalir deras.
Citra tidak hanya menutup mulut. Sekarang gadis itu juga menutup matanya rapat-rapat.
-***