Chereads / Reinkarnasi-Takdir / Chapter 14 - Bab 14

Chapter 14 - Bab 14

Ini gila! Di zamannya, bertarung melawan Puteri Merapi dan Panglima Gagak Hitam, bahkan Nyi Blorong, tidak selelah ini. Raja mempercepat gerakan-gerakan menghindarnya. Pukulan dan tendangan datang bertubi-tubi tiada henti. Raja basah kuyup oleh keringat. Ini pertandingan terberat selama dia menjadi orang reinkarnasi.

Citra yang menonton dengan cemas dari tempat persembunyian tak tahu harus berbuat apa. Raja jelas terdesak hebat. Kenapa pemuda itu tidak menjelma menjadi harimau saja? Sudah jelas dia lebih kuat dalam wujud itu dan mungkin bisa bertahan dengan lebih baik.

2 orang dengan gerakan lincah melompat keluar perahu yang masih belum mendarat. Seorang lelaki setengah baya berperawakan sedang dengan wajah yang selalu tersenyum, dan seorang lelaki kekar tinggi brewokan yang menggenggam Gada di tangannya. Resi Amarta dan Mpu Rakha Bumi telah tiba. Keduanya berjalan dengan tenang menuju arena pertarungan yang sekarang melebar hingga menjauhi pelabuhan. Orang-orang yang menonton berlarian ke tempat-tempat yang tidak terkena imbas pertarungan hebat itu. Angin, daun-daun, ranting, bahkan batu kerikil berhamburan ke segala arah. Jika kena, bisa saja orang akan terluka.

Citra memutuskan untuk keluar dari persembunyian. Dia berniat untuk menyerahkan diri ke orang-orang Galuh Pakuan. Dengan begini Raja akan terhindar dari celaka. Orang-orang Galuh Pakuan pasti akan mempertahankan mati-matian junjungan mereka. Raja akan terlepas dari pertikaian untuk sementara.

Sebuah bisikan halus dan mengerikan terdengar di telinga Citra. Gadis ini cepat menoleh untuk bertindak. Terlambat! Puteri Merapi dengan cekatan telah menotok bagian leher Citra sehingga gadis itu lemas tak berdaya. Tubuhnya tak bisa digerakkan namun mulutnya bebas untuk berteriak.

"Raja! Puteri Merapi!!"

Teriakan itu dikeluarkan dengan sekuat tenaga oleh Citra. Menembus hiruk pikuk pertempuran dan masuk ke pendengaran Raja yang langsung menoleh ke arah suara. Pemuda itu hanya melihat tubuh lunglai Citra berada di bahu Puteri Merapi yang berlari cepat meninggalkan tempat itu. Raja tercekat hatinya.

Karena perhatiannya terpecah, Raja menjadi lengah. 2 buah pukulan Pendekar Santi Aji dan Resi Papandayan hampir berbarengan mengenai tubuhnya dengan telak. Raja terbanting keras dengan mulut dan hidung mengalirkan darah segar.

Raja berusaha bangkit dengan kemarahan yang menggelegak. Dia sangat marah dengan Puteri Merapi. Sekaligus juga marah kepada para pengeroyoknya. Karena merekalah Citra sampai bisa diculik Puteri Merapi.

Terdengar auman penuh kemarahan ketika sosok Raja berubah wujud seketika menjadi seekor harimau besar hitam legam. Harimau itu dengan langkah ringan namun mengancam mendatangi arena pertarungan lagi. Di sana sudah menunggu 5 orang sakti yang memandangnya dengan arti tatapan yang berbeda-beda.

Resi Galunggung dan Resi Papandayan sudah pernah bertemu dan bahkan bertarung melawan harimau jelmaan Raja. Pendekar Santi Aji nampak terbelalak matanya. Pikirannya langsung melompat ke ingatan bahwa di dunia ini hanya sedikit orang yang bisa merubah wujudnya menjadi seekor harimau. Mpu Rakha Bumi dan Resi Amarta ternganga. Tidak menyangka bahwa mereka akan bertarung melawan harimau jelmaan yang sangat langka ini.

Sekali lagi auman menakutkan itu terdengar. Lebih dahsyat karena Raja menumpahkan seluruh kemarahannya lewat suara. Sekaligus juga sebuah cara untuk menyembuhkan luka dalam yang dideritanya akibat pukulan dahsyat tadi. Dalam jelmaannya sebagai harimau, Raja tidak mempan sihir serta serangan gaib, dan mampu menyembuhkan luka maupun memulihkan tenaga dalam waktu yang cepat.

Orang-orang yang dari tadi masih semangat menonton pertarungan dari jauh, berhamburan melarikan diri tak tentu arah. Siapa yang tidak ngeri melihat seekor harimau besar dan garang muncul di tengah-tengah mereka. Tidak nampak lagi penonton dari orang-orang biasa. Tempat itu menjadi sepi. Hanya tersisa 5 tokoh sakti yang mengepung Raja. Panglima Manggala juga menyingkir bersama seluruh pasukannya. Di sini terlalu berbahaya. Lebih baik mereka menjauh. Saat diperlukan oleh Resi Galunggung dan Resi Papandayan nanti barulah mereka akan bertindak.

Kelima tokoh nomor satu di Tanah Jawa itu sekarang mengurung harimau jelmaan Raja dari lima penjuru.

Raja tahu bahwa dia harus bertindak cepat dan pergi dari tempat ini untuk mengejar Puteri Merapi. Tapi para tokoh sakti ini menghadangnya dengan penuh rasa penasaran.

Diiringi dengan raungan dahsyat, harimau jelmaan Raja melesat ke depan berusaha membuka kepungan. Serangannya mengarah Mpu Rakha Bumi yang menghadangnya di arah Puteri Merapi melarikan diri.

Mpu Rakha Bumi menggerakkan Gada pusaka yang menjadi senjata andalannya. Raja sengaja menerima gebukan Gada di tubuhnya namun berhasil menghajar rusuk Mpu Rakha Bumi dengan kaki depannya.

Raja terlempar beberapa depa namun segera bangkit lagi dan menyerang Resi Amarta yang bergeser menggantikan tempat Mpu Rakha Bumi yang terpelanting dalam keadaan pingsan. Raja sendiri merasa tubuhnya jauh melemah setelah dihantam oleh Gada berwarna kuning emas itu.

Resi Amarta sengaja menggunakan pukulan jarak jauh agar tidak beradu pukulan dengan harimau hitam itu. Tapi Raja yang tergesa-gesa tidak mau ambil pusing. Untuk kali kedua tubuhnya menerima pukulan dahsyat secara langsung namun angin sambaran pukulan kaki depannya juga membuat Resi Amarta terdorong jatuh ke tanah dengan mulut mengucurkan darah segar. Harimau gila!

Raja melihat kesempatan baik. 3 tokoh sakti itu menyerang secara berbarengan. Raja tahu dia tidak bisa lagi menerima pukulan langsung dengan tubuhnya. Bisa-bisa dia tewas mengenaskan. Karena itu Raja menyambut pukulan yang tiba berbarengan itu dengan mendorongkan kedua kaki depannya ke depan. Beradu keras tenaga sakti lawan tenaga sakti.

Ledakan paling dahsyat semenjak pertarungan sedari pagi, terjadi. Beberapa warung yang telah ditinggal lari pemiliknya hancur berantakan akibat pertemuan tenaga raksasa itu. Pendekar Santi Aji, Resi Galunggung dan Resi Papandayan terjajar ke belakang dalam kondisi terhuyung-huyung. Sedangkan Raja terpental ke belakang lalu bergulingan untuk mematahkan dorongan dan melompat tinggi meninggalkan tempat pertarungan disertai auman dahsyat. Raja melesat dengan kecepatan yang susah diikuti pandangan mata biasa ke arah Puteri Merapi tadi melarikan Citra.

Kelima tokoh sakti itu tidak ada yang berani melakukan pengejaran. Selain karena kondisi tubuh mereka kelelahan dan melemah akibat pertarungan dan benturan tenaga, mereka juga tahu bahwa jika harus berhadapan satu lawan satu melawan pemuda aneh itu mereka tidak akan sanggup menandinginya.

Kelimanya bubar menuju ke wilayah masing-masing. Resi Galunggung dan Resi Papandayan menuju markas pasukan Galuh Pakuan, sedangkan 3 tokoh dari Majapahit menyeberang. Mpu Rakha Bumi harus dipapah oleh Resi Amarta karena masih dalam keadaan setengah pingsan.

-****