"Berhenti! Serahkan semua harta atau aku cabut semua nyawa yang ada di kereta!" Pemimpin gerombolan adalah seorang lelaki tinggi besar brewokan dengan kumis tebal yang menutupi hampir seluruh mulutnya.
Raja turun dari kereta. Dia melongok ke jendela kereta dan berkata pendek kepada Citra yang baru saja terbangun.
"Jangan turun dari kereta."
Saudagar itu melangkah kikuk di depan para perampok yang secara berbarengan tertawa terbahak-bahak melihat orang muda berbaju lebar kedodoran dan mengenakan topi saudagar yang terlihat konyol, berjalan sempoyongan ke arah mereka.
Raja berniat memberi pelajaran keras agar mereka kapok. Namun sebelumnya dia ingin mempermainkan mereka.
"Kisanak yang gagah, mohon dimaafkan. Tapi…tapi barang-barang ini adalah barang dagangan untuk menyambung hi…hidup." Raja berkata gugup.
Kepala perampok itu berjalan dengan lagak tengik mengelilingi kuda dan kereta. Melongok ke dalam dan bersirobok pandang dengan Citra.
"Hahaha….rupanya istrimu sangat cantik, saudagar. Aku berubah pikiran. Aku tidak hanya akan mengambil kereta dan isinya beserta kuda-kuda, aku bawa istrimu juga. Nah! Pergilah!" Kepala perampok itu menendang Raja yang sengaja menerimanya dan pura-pura jatuh. Perampok ini sangat jumawa. Aku benar-benar akan memberinya pelajaran keras.
Raja bangkit tertatih-tatih. Diiringi gelak tawa perampok yang lainnya, kepala perampok itu kembali menendang Raja yang jatuh terguling-guling.
"Aku bilang pergi! Atau kau ingin aku membuntungi kakimu?!" para perampok yang lain ikut maju dan mempermainkan Raja. Menendang dan memukul. Tendangan dan pukulan yang sama sekali tidak terasa bagi Raja. Di dalam kereta, Citra menyaksikan dengan alis berkerut. Kenapa sih Raja? Kenapa tidak langsung hajar saja. Citra jadi gemas.
Ketika untuk kesekian kalinya tendangan dan pukulan mampir ke tubuh Raja, berkelebat 2 bayangan yang langsung menghajar 4 orang perampok dengan pukulan dan tendangan keras. Keempatnya mengaduh-aduh mundur. Ada yang hidungnya bocor berdarah, ada yang pipinya bengkak dan memar, bahkan satu di antaranya tak sanggup membuka mata karena sepasang matanya lebam menghitam. Mereka dihajar dengan keras oleh 2 orang yang baru datang.
"Hei! Perampok tengik! Pergilah, atau kami akan menghajar kalian sampai terjongkok-jongkok! Saudagar, masuklah dalam kereta bersama istrimu. Biar aku membereskan perampok tak tahu adat ini!" Ki Galih Prawira terlihat marah. Bersama Sin Liong, dia tadi menyaksikan para perampok ini mempermainkan saudagar yang nampak lemah itu secara keterlaluan. Raja masuk dalam kereta berdampingan dengan Citra yang menutup mulutnya sambil menunjuk. Sin Liong!
Kepala perampok menggereng marah. Dia mencabut golok besarnya lalu menerjang membabi buta Ki Galih Prawira. Ketua padepokan besar ini melayani dengan tenang serangan yang cukup berbahaya itu.
Sin Liong menghadapi sisa perampok yang berjumlah 3 orang. Orang-orang kasar itu tentu saja bukan tandingan Sin Liong. Pemuda terlatih yang bertahun-tahun mempelajari olah kanuragan di Perguruan Cimande. Sebentar saja ketiganya mengalami nasib yang sama dengan anggota perampok sebelumnya. Memar-memar, hidung patah dan perut mulas terkena hajar kepalan dan kaki Sin Liong.
Kepala perampok juga tak berbeda jauh. Dia menjadi bulan-bulanan Ki Galih Prawira yang memang sangat membenci orang-orang jahat yang takabur dan sewenang-wenang kepada rakyat biasa. Kepala perampok berkumis tebal itu tergeletak tak berdaya dengan sekujur tubuh dihajar habis-habisan.
"Aku tidak mau melihat kalian merampok lagi! Kalau sampai aku mendengar kalian melakukannya, Padepokan Maung Sakti akan menghukum kalian sampai tak bisa berdiri lagi selamanya. Kalian hanya akan berjalan merangkak seumur hidup!" Ancaman mengerikan itu membuat para perampok menjadi jerih bukan main. Kepala perampok yang setengah pingsan itupun menyembah-nyembah dan berjanji tidak akan merampok lagi. Mereka kemudian pergi dengan langkah terhuyung dan tubuh lunglai. Kepala perampok itu bahkan harus dipapah karena satu kakinya dihantam hingga patah.
Sin Liong mengebutkan bajunya yang kotor setelah perkelahian tadi. Dia menoleh ke kereta dan berkata halus.
"Saudagar, keluarlah. Situasi sudah aman."
"Seharusnya kalian menyewa pengawal. Baru kali ini aku menemui saudagar yang tidak memakai jasa pengawalan. Kalian pemberani sekali." Ki Galih Prawira menyahut ucapan Sin Liong.
Raja dan Citra turun dari kereta dengan perlahan. Raja tersenyum geli sedangkan Citra nyaris cekikikan.
Sin Liong terbelalak. Mengucek-ucek matanya tak percaya. Raja! Citra! Pemuda ini melangkah maju, memegang lengan Raja dan Citra sambil menatap tak berkedip wajah keduanya. Lalu tertawa terbahak-bahak saking gembiranya. Dikuti juga oleh ketawa Raja dan Citra yang tak menyangka bisa bertemu dengan Sin Liong di tempat ini.
Ki Galih Prawira tersenyum maklum. Mungkin inilah teman-teman yang dicari oleh Sin Liong. Namun wajah wanita istri saudagar itu rasanya tidak asing. Ki Galih Prawira berusaha keras mengingat-ingat.
Setelah semua ketawa gembira reda, Sin Liong melambai Ki Galih Prawira agar mendekat.
"Perkenalkan Ki, mereka ini adalah kawan-kawan yang selama ini aku cari-cari. Saudagar konyol ini Raja, dan istri saudagar ini bernama Citra." Sin Liong hendak menarik lengan Ki Galih Prawira agar lebih mendekat. Namun kepala Padepokan Maung Sakti itu hanya bengong sambil menatap Citra lama. Ki Galih Prawira menghela nafas pendek, lalu membungkukkan tubuh dengan sangat hormat.
"Mohon ampun hamba tidak mengenali Paduka Putri sejak awal."
Citra maju dan memegang pundak Ki Galih Prawira yang sedang membungkuk dalam-dalam.
"Sudahlah Ki. Aku memang sedang dalam penyamaran. Aku senang sekali bisa menemukan Sin Liong kembali. Terimakasih ya Ki." Ki Galih Prawira mengangguk takzim.
Mereka akhirnya duduk di tepi jalan setelah meminggirkan kereta dan melepaskan semua kuda untuk merumput. Sin Liong bercerita panjang lebar kenapa dia bisa bersama-sama Ki Galih Prawira. Melakukan perjalanan bersama ke ibukota lalu kembali lagi ke arah timur karena mendengar Citra diculik oleh harimau jadi-jadian.
"Aku sudah menduga itu kau Raja. Siapa lagi orang yang bisa berubah wujud menjadi harimau kalau bukan dirimu. Dan siapa lagi yang berani menculik putri raja kalau bukan anak muda sableng seperti dirimu. Hahaha!"
Ganti Raja yang bercerita ringkas kepada Sin Liong. Tentang Kedasih yang berada di tempat aman. Juga tentang perburuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak kerajaan, Galuh Pakuan dan Majapahit terhadap mereka berdua. Ketika Citra menyebutkan nama-nama para tokoh yang ditugaskan memburu mereka, berkali-kali Ki Galih Prawira berseru kaget. Ini bukan main-main, hampir semua tokoh nomor satu di Tanah Jawa dikerahkan untuk mencari Putri Dyah Pitaloka dan memburu Raja yang melarikannya pergi.
"Aku akan membantumu memberikan penjelasan tentang Padepokan Maung Sakti kepada Panglima Narendra, Ki Galih. Jangan khawatir." Citra berkata setelah mendengar cerita Sin Liong tentang kasus membelotnya 2 anak murid Padepokan Maung Sakti ke Majapahit.
"Aku sangat yakin dengan Padepokan Maung Sakti dan aku percaya padamu, Ki. Sebagian besar dari kalian pasti masih setia kepada Galuh Pakuan. Padepokan ini sudah beberapa generasi terbukti sangat membantu istana." Ki Galih Prawira membungkuk hormat mengucapkan terimakasih.
Tidak satupun yang menyinggung tentang Hembusan Gerbang Waktu dan upaya Citra membatalkan Peristiwa Bubat. Hal itu pasti tidak akan bisa dicerna dengan baik oleh Ki Galih Prawira.
Tidak mungkin dia bisa percaya sedang bersama orang-orang dari abad ke-21. Beberapa ratus tahun dari sekarang. Bisa-bisa lelaki itu pingsan.
-********