Chereads / Reinkarnasi-Takdir / Chapter 17 - Bab 17

Chapter 17 - Bab 17

Panglima Narendra mendengarkan laporan utusan dari perbatasan. Panglima ini merenung. Meskipun dikeroyok oleh tokoh-tokoh nomor satu di Tanah Jawa, gabungan kekuatan dari Majapahit dan Galuh Pakuan, pemuda itu masih bisa meloloskan diri walau dalam kondisi terluka dan juga berhasil melukai banyak orang. Sungguh seorang yang sangat tangguh.

Walaupun 2 resi lain dari Resi Opat Gunung sudah tiba di istana, namun Panglima Narendra belum bisa yakin sepenuhnya. Resi Gunung Sagara memang mesti turun tangan. Utusan yang dikirim untuk menemui resi sepuh itu sudah kembali dan menyampaikan laporan bahwa Resi Gunung Sagara akan turun pada saatnya nanti. Mendengar itu, Panglima Narendra menjadi sedikit masgul. Memang sulit untuk memanggil turun tokoh tua yang sangat sakti itu.

Di Istana Mahapatih Majapahit, Mada menggeleng-gelengkan kepala berulangkali. Luar biasa! Pemuda reinkarnasi itu mampu menghadapi 5 tokoh sakti sekaligus meski juga terluka parah. Namun dia berhasil melarikan diri. Siapa lagi yang harus memburu pemuda mengerikan itu? Puteri Merapi yang ditugaskan untuk melakukan hal yang sama juga tidak memberi kabar sama sekali.

Melihat kegundahan Mahapatih Gajah Mada, Putri Calon Arang mencoba mendinginkan situasi.

"Paduka Panglima tidak perlu cemas. Pemuda itu terluka parah. Tidak mungkin dalam waktu dekat ini dia mampu berbuat banyak. Paling penting adalah bagaimana caranya agar Putri Dyah Pitaloka segera ditemukan. Tidak masalah oleh kita maupun pihak Galuh Pakuan. Kunci takdir ini ada di tangan putri yang mbalelo itu."

"Pesanggrahan Bubat sudah selesai dipersiapkan untuk peristiwa seserahan 1,5 bulan lagi. Jika putri itu berhasil menyembunyikan diri dan tidak ditemukan oleh Galuh Pakuan sebelum acara seserahan itu, maka aku harus bertindak Putri."

Putri Calon Arang menatap tidak mengerti. Bukankah mereka sedang menggiring putri itu agar ke Peristiwa Bubat?

"Mau tidak mau aku akan menyatakan perang dan menyerang Galuh Pakuan. Harapanku sejarah tidak akan berubah karena pembelokan yang dilakukan putri celaka itu."

Putri Calon Arang tercengang. Benar juga. Bisa saja disiasati dengan cara begitu.

"Tapi apakah hal itu tidak akan menimbulkan kekacauan sejarah yang lebih besar Paduka?"

"Mungkin saja. Tapi kita semua tidak ada yang tahu. Termasuk jika Peristiwa Bubat tidak terjadi karena putri yang membelot itu, kita juga tidak tahu akhirnya seperti apa bukan?"

Putri Calon Arang mengangguk.

"Jadi rencana Paduka dalam waktu dekat ini bagaimana?"

"Kita harus terus memantau situasi hingga hal terkecil. Kirim Hoa Lie dan Giancarlo ke Istana Galuh Pakuan. Siapa tahu jalan pikiran modern mereka bisa memecahkan masalah pelik ini. Terserah mereka mau berunding apa dengan Galuh Pakuan, atau mau membuat strategi bagaimana dengan Panglima Narendra." Ada sedikit nada putus asa yang terkandung pada ucapan Mada.

"Hamba menyesalkan karena tidak bisa memantau keadaan melalui cermin gaib. Resi itu benar-benar kurang ajar!" Putri Calon Arang mendesis marah jika teringat cermin gaibnya yang retak dan tak berguna lagi karena perbuatan Resi Saloko Gading.

"Ada baiknya kau juga turun tangan Putri. Jarang ada yang bisa menandingi sihir hitammu di dunia ini. Pergilah bersama Pendekar Santi Aji dan yang lain. Kalian jangan berpencar lagi dalam melakukan perburuan. Pemuda itu terlalu tangguh bagi masing-masing dari kalian. Tapi jika kalian menyatukan kekuatan, aku percaya kalian bisa mengatasinya."

"Apakah tidak masalah jika kami masuk hingga jauh ke dalam wilayah Kerajaan Galuh Pakuan, Paduka?" Putri Calon Arang sangat jerih jika membayangkan bertemu dan bertarung melawan Resi Gunung Sagara. Dia tidak akan bisa apa-apa. Terhadap Resi Opat Gunung dia sama sekali tidak takut. Putri Calon Arang yakin bisa mengimbangi mereka.

"Lakukan sajalah Putri. Aku yakin Istana Galuh Pakuan tidak akan mempermasalahkan. Mereka juga disibukkan dengan pencarian Putri Dyah Pitaloka. Apalagi Panglima Narendra pasti sedang mencari cara bagaimana menaklukkan Raja. Dia tidak akan mencari ribut dengan kita."

Putri Calon Arang mengangguk patuh.

Keesokan harinya, perintah Mahapatih Gajah Mada dilaksanakan. Ditemani oleh beberapa pengawal Istana Majapahit yang berkepandaian tinggi, Hoa Lie dan Giancarlo berangkat menuju Istana Galuh Pakuan. Mereka akan memerankan diri sebagai pedagang asing yang hendak menawarkan kerjasama dengan Kerajaan Galuh Pakuan.

Atas perintah Mahapatih Gajah Mada, Putri Calon Arang akan memimpin perburuan terhadap Raja dan Citra. Mpu Rakha Bumi yang sudah berangsur pulih dari luka-luka akibat pertarungan melawan Raja, Resi Amarta, dan Pendekar Santi Aji harus patuh terhadap apa menjadi perintah Putri Calon Arang. Mereka akan berangkat bersama-sama masuk wilayah Galuh Pakuan dengan melakukan penyamaran.

Di dalam hati, ketiga tokoh tingkat tinggi yang sakti itu tentu saja tidak terima di bawah perintah datuk sihir yang kejam seperti Putri Calon Arang, tapi perintah Mahapatih adalah titah yang tidak bisa dilawan. Selain itu ketiganya juga sepemahaman dengan Mahapatih bahwa kerusakan takdir yang terjadi jika sejarah berhasil dibelokkan oleh Putri Dyah Pitaloka akan sangat besar dan berpengaruh terhadap jalannya zaman dan peradaban. Karena itulah mereka tidak membantah saat diperintahkan untuk menemani datuk sihir Putri Calon Arang melakukan perburuan.

----

Kereta kuda yang dikendarai oleh Raja dan Citra berjalan lambat. Siang itu sangat terik. Cahaya matahari seolah berniat memanggang apapun yang berada di bumi hingga menjadi kerak. Jalanan juga sangat berdebu. Raja kasihan pada empat kuda penarik kereta jika dipaksa untuk berpacu kencang.

Jalanan memasuki wilayah hutan lebat. Raja mengawasi keadaan sekitar dengan waspada. Dia tidak takut perampok atau begal. Tapi ngeri jika tiba-tiba saja mereka diserang oleh tokoh-tokoh sakti berkepandaian tinggi baik dari Majapahit maupun Galuh Pakuan. Raja tahu bahwa kepandaiannya karena proses reinkarnasi juga ada batasnya. Buktinya dia terluka parah saat berhadapan dengan mereka di Cipamali.

Karena itu lebih baik menghindari pertikaian. Raja melirik Citra yang sedang teritdur pulas di dalam kereta. Gadis itu benar-benar menikmati perjalanan menegangkan ini. Atau jangan-jangan dia sangat menikmati berjualan? Raja terkikik geli dalam hati.

Wajah gembira Raja berubah saat keempat kuda penarik kereta meringkik keras dan menghentikan jalannya karena dihadang oleh segerombolan orang bertampang keras dan sangar.

Ah! Kenapa sih harus selalu bertikai dan berkelahi? Raja mengeluh dalam hati. Gerombolan orang ini bisa dipastikan bukan orang baik-baik. Delapan orang di depannya berdiri dengan mata mengancam sambil mengacungkan golok dan pedang. Perampok sialan!

-*******