*
*
Sakura tersenyum. Menunduk dan memainkan jari jemarinya sendiri. "Entah kenapa aku dapat merasakan apa yang dirasakan Naoto."
"Naoto?"
"Itu nama karakter yang aku perankan."
"Oh."
"Dia begitu mencintai Fujimoto yang tidak mengingatnya lagi." Sakura melanjutkan kalimatnya sambil menatap nanar ke arah luar mobil. "Dengan menahan perasaannya, dia berada di sisi Fujimoto. Dia selalu mengatakan pada semua kenalannya bahwa dia tidak masalah sama sekali berada bersama Fujimoto yang tidak mengingatnya. Namun, jauh di hatinya yang terdalam dia sangat berharap Fujimoto kembali mengingatnya."
"Kenapa Fujimoto tidak mengingatnya?" Abaddon menghentikan mobil dan menatap Sakura yang sudah memegang dompet dan ponselnya, bersiap keluar dari mobil.
Sakura tertawa. "Kamu harus menonton filmnya nanti jika kamu ingin tahu." Lalu dia membuka pintu mobil. "Tunggu aku sebentar ya."
Abaddon bersandar pelan di kursi supir. Memejamkan matanya. Matahati begitu silau siang ini.
"Apa Kii mengantuk?"
Abaddon membuka mata dengan cepat. Ujung matanya berputar cepat ke sekitar. Lalu berhenti saat dia mendapati Sakura berada dalam lingkup penglihatannya.
"Wajahmu pucat. Kamu sakit?" tanya Sakura memperhatikan wajah Abaddon. Tangannya memegang minuman yang baru saja dia beli.
Abaddon mengusap rambutnya asal. Dia tampak gelisah. Sakit? Dia bahkan tidak tahu kalau demon dapat memiliki penyakit seperti manusia.
Menghela nafas mencoba menenangkan dirinya, Abaddon menatap Sakura yang sudah duduk di sampingnya. "Aku tidak menyadari kamu sudah datang."
"Iya, aku juga kaget. Tidak biasanya kamu tertidur."
"Tidur? Aku tertidur?" Abaddon mengulang-ulang kalimat itu di dalam hatinya. Dia bahkan mencoba mengingat kapan terakhir kali dia tidur. Tapi dia menyerah untuk mengingatnya. Sepertinya itu sudah begitu lama.