*
*
"Apa kamu akan mati sebelum kamu mengatakan permintaanmu?" Abaddon berjalan mendekat ke tempat tidur Sakura.
Sakura tertawa. "Kalau aku mati sebelum mengatakannya. Aku akan menghantuimu."
"Kalau kamu sudah menetapkan keinginanmu. Kenapa tidak kamu katakan sekarang?"
Sakura tidak menjawabnya. Dia hanya menarik tangan abaddon untuk mendekat padanya.
Abaddon mengikutinya seperti biasa. Dan Sakura menaruh kepalanya di lengannya lagi. Matanya lurus menatap dada Abaddon, meskipun terlihat dia hanya menatap ke arah itu, tidak seperti dia benar-benar menatapnya. Tidak lama, Sakura mulai menutup matanya perlahan.
"Kamu tidur lagi?"
Sakura tidak menjawabnya.
"Bukankah jika ada seseorang yang melihatmu seperti ini, hal ini akan menjadi skandal?"
Sakura terkekeh. Matanya masih menutup. "Aku yakin kamu dapat mengatasinya dengan ujung jarimu." Ucapnya seakan tidak perduli.
Abaddon memperhatikan perban yang ada di beberapa bagian tubuh Sakura. "…Sakit?"
Sakura mengangguk pelan.
"Kalau sakit, jangan sampai kecelakaan." Dengan cepat Abaddon melanjutkan kalimatnya.
"Itu salahmu." Sakura tertawa dan mengatakannya dengan suara parau.
Abaddon terlihat tidak mengerti. "Apa maksudmu itu kesalahanku?"
"Bukankah kamu pelindungmu? Kamu malah tidak ada saat aku membutuhkanmu."
Abaddon menatap Sakura seakan melihat gadis itu tidak waras. "Aku bukan malaikat pelindung." Dia bahkan tampak geli mengucapkan kata malaikat.
"…Setidaknya kamu harusnya menjagaku sampai saat aku mengucapkan permintaanku."
Abaddon kali ini mengiyakan perkataan Sakura di dalam hatinya. Karena dia merasa Sakura benar. Tidak ada untungnya bagi Abaddon jika Sakura mati sebelum dia mengambil jiwanya. Dan toh, Abaddon tidak memiliki hal lain yang wajib dia kerjakan.
"Kamu-tak kusangka, pintar juga." Abaddon mengatakan itu dengan penuh antusias.
Sakura tertawa. "Apa maksudmu? Aku salah satu lulusan terbaik di sekolahku."