Chereads / Putra Sang Penguasa Hutan / Chapter 7 - Bab 7.Terseret di Alam lain

Chapter 7 - Bab 7.Terseret di Alam lain

Jika ada sesuatu yang kau lupakan maka mungkin satu dari ribuan alasan lainnya adalah sebuah kesengajaan, tipu daya yang dilakukan oleh makhluk halus.

'Jangan keluar rumah jika ada sesuatu yang aneh. Terlebih lagi saat tengah malam.'

Kata-kata Sadil ter inang-inang di dalam ingatannya.

Raka mengepalkan tangannya sendiri. Seharusnya ia ingat petuah bocah yang bahkan lebih muda darinya itu.

Seharusnya ia menyadari ketika melihat pemandangan yang aneh secara berturut turut di desa yang bahkan letaknya sangat terpencil itu. Rumput yang lebih panjang dan pohon yang berjajar.

'Ah tidak. Harusnya ia sadar saat menatap bintang dan bulan yang bersisnar, semebtara malam itu baru saja diguyur hujan lebat.'

"Siapa Kau?"

Raka menyipitkan matanya. Perasaannya berubah was-was ketika melihat bayangan besar yang muncul di balik pohon beringin.

Sepasang mata merah menyala kini tengah menatapnya. Sosok itu perlahan menampakkan wujudnya perlahan.

Raka terkejut ketika mendapati sosok itu. Laki-laki tampan dengan helaian rambut hitam kemerahan yang berkibar tertiup angin. Ada Sisik-sisik kecil di beberapa bagian wajahnya.

Matanya merah, jelas bukan manusia. Tubuh bagian atasnya seperti manusia normal dengan otot yang kekar. Tapi bagian bawahnya menyerupai ekor ular yang melingkar di akar-akar pohon beringin.

Raka meneguk ludahnya dengan susah payah. Selama ini hanya bertemu dengan suara-suara tanpa jiwa bukan siluman yang mengerikan.

"Kau tadinya tidak takut. Tapi setelah melihatku sepertinya kau takut." Laki-laki ular itu berseru seraya menyeringai.

Raka terdiam. Suasana berubah menjadi hawa dingin yang kental. Tubuhnya mendadak kaku.

Laki-laki ular itu mendekat, tubuh setenagg silumannya perlahan berunah menjadi bentuk manusia.

"Kenapa takut. Kau juga sama denganku, hahaha."

"K-kau siapa?"

"Aku? Namaku Narendra. Salah satu siluman yang berpengaruh di istana Angkara."

Raka tidak mengerti dengan pembicaraan ini. Hanya satu yang ia tangkap, siluman itu adalah salah satu makhluk penghuni hutan seperti yang Sadil ceritakan.

"kau bingung bukan? Ah tentu saja. Tapi aku tidak sedang berbaik hati untuk menjelaskannya."

Laki-laki ular itu tertawa. Ia melangkah semakin dekat. Mata merahnya membesar beberapa saat. Seolah terkejut ketika menatap Raka, sebelum Bibirnya tersungging tipis. Nyaris menyeringai.

"Lihat. Aku tidak terkejut ketika melihatmu. Kau benar-benar mirip dengannya, dan tentu saja dengan kekuatan yang jauh lebih lemah."

"Makhluk lain mengatakan kau harum dan aku menyetujui itu." Narendra menghirup rakus udara disekitarnya.

"Benar-benar manis. Sayang sekali ini akan menjadi pertemuan pertama dan terakhir kita anak muda," lanjutnya.

Raka menyipitkan matanya. Ia merasakan hal yang tidak wajar. Sebuah firasat tanda bahaya jika ia berurusan dengan siluman itu.

Ada dua alasan jika makhluk halus menyesatkan seseorang. Pertama karena mereka iseng atau jatuh cinta dan yang kedua ingin dijadikan mangsa.

Dalam kasus Raka tentu saja ia akan dijadikan mangsa.

Degh....

Kakinya sudah bisa bergerak. Raka mundur beberapa langkah.

Siluman itu tidak berniat mengejarnya. Ia justru tertawa nyaring. Pohon-pohon yang tadinya berbaris rapi kini mulai bergerak.

Ranting-rantingnya memanjang. Berubah menjadi seperti ratusan tangan mengerikan. Masing-masing berusaha mencapai tubuhnya. Menarik seperti sebuah tengkorak hidup.

Makhluk-makhluk lain mulai bermunculan. Nyaris seperti sekumpulan hantu penghuni hujan yang memiliki berbagai macam rupa.

Raka berlari tanpa berniat untuk berhenti. Semengerikan apapun itu. Ia hanya berusaha mencari jalan pulang ke rumah paman Murad.

Beruntung makhluk-makhluk itu tidak menghalangi jalannya. Justru mereka cenderung menyingkir dan memberi jalan.

Hanya siluman ular itu yang mengejarnya. Raka mendengar suara benda yang bergesekan dengan daun kering tanah.

"Mau pergi kemana anak muda? Kita bahkan belum bertegur sapa dengan baik."

"Siapa yang ingin bicara denganmu, dasar siluman. Berhantu mengejarku. Aku tidak punya masalah apapun denganmu!"

Narendra, siluman ular itu tertawa lebar.

"Kau memang tidak memiliki masalah apapun denganku. Tapi aku ditakdirkan untuk mati di tanganku. Nah jadi anak muda. Berhentilah kabur dan serahkan dirimu."

Brukk...

"ugh... "

Raka meringis pelan. Tubuhnya terjeruksup ke depan. Kakinya menyerang akar pohon yang mencut.

"Sial." gumam Raka.

Ia berusaha untuk bangkiy lagi. Namun rasa sakit di kakinya tidak tertahankan. Tubuhnya kembali terlatih.

"Sudah selesai larinya anak muda?"

Degh....

Raka mendongak. Maniknya bertatapan langsung dengan sosok siluman ular yang berdiri di depannya.

"Makananku, hahaha."

Siluman itu mendekat. Ia menjulurkan tangannya, namun belum sempat meraih Raka, siluman itu kepanasan. Entah dimana datangnya api tiba-tiba muncul dan melahap tangan siluman ular.

Siluman itu mundur lebih jauh, rahangnya mengeras dengan mata kesal.

"B-bagaimana bisa." gumamnya pelan. "Shitt, kalaung itu. Dasar wanita menyebalkan."

Raka langsung meraba kalungnya. Rasanya sedikit bingung. Namun ia paham jika siluman itu terbakar karena kalung yang diberikan oleh ibunya.

'Mama?'

Sekarang Raka bertanya-tanya. Kenapa siluman itu bisa mengetahui jika kalung ini berasal dari ibunya.

Srek... srek...

Sesosok Makhluk transparan yang ia lihat di kamar sebelumnya muncul. Mendekati siluman ular, berbisik pelan.

"Apa! Ck! bagaimana bisa," geramnya.

Siluman itu menoleh ke belakang. Raka juga menyadari ada yang datang.

Sebuah pasukan kecil. Hanya beberapa orang, namun kemunculannya membuat suasana berubah semakin tegang.

Si pemimpin berjubah hitam maju mendekat. Wajahnya nyaris mirip dengan si siluman ular. Hanya jasa pembawaan jauh lebih berwibawa.

"Mukas."

Siluman ular itu berseru tidak suka dengan kedatangan laki-laki bernama Mukas itu.

Raka mengamatinya beberapa saat. Tatapan keduanya beradu sebelum Mukas mengalihkan pandangan ke arah siluman ular.

"Apa yang kau pikirkan. Apa dengan memakannya semua akan selesai? Otakmu terlalu tumpul Narendra."

"Diam kau Mukas. Katakan saja kau iri denganku. Kau berpura-pura menolak rencana kita tapi lihat siapa kini yang datang dengan sendirinya."

"Aku datang bukan untuk meloloskan rencanamu. Tapi untuk mencegahnya. Ini demi kebaikanmu sendiri, saudaraku."

"Cik!!"

"Jika kau membunuhnya maka pangeran akan mengetahuinya dengan cepat. Kebenaran juga akan terungkap. Apa aku ingin kerajaan angkara kembali ke masa tujuhbelas tahun yang lalu?"

Laki-laki siluman itu bungkam seketika. Sementara Mukas berjalan mendekati Raka.

Tidak banyak yang ia lihat sebelum kegelapan menyapu penglihatan Raka.

**

Raka mengedipkan matanya berulang kali. Cahaya silau menusuk retina matanya. Remaja itu masih belum sepenuhnya tersadar. Rohnya belum sepenuhnya terkumpul.

"Ugh... "

Ia meringis pelan. Tubuhnya terasa sakit. Kakinya tidak bisa digerakkan.

'Ah apa karena ia lari?' gumamnya.

Raka ingat ia tersesat di alam lain. Bicara dengan siluman ular yang mengaku sebagai seseorang dari kerajaan jin.

Siluman itu ingin membawanya karena itu ia berlari sekuat tenaga.

Raka menghela nafas pelan. Ia tidak tau apa yang terjadi. Suasananya tidak sedingin sebelumnya. Justru kini aroma rumput basah dan tanah tercium sangat kuat. Dari kejauhan ia juga mendengar suara halus dari aliran air yang bergemericik.

Raka meletakkan tangannya di atas dahi. Menggalang cahaya yang menyilaukan beberapa saat.

"Siapa kau? Kenapa rebahan disini? Kau tidur disini ya?"

Degh...

Raka tersentak kaget ketika menyadari ada suara lain selain dirinya.

Remaja itu membuka matanya. seorang wanita cantik dengan rambut di kepang rapi itu tengah menatapnya keheranan.

Bersambung...