Bagian 2
Setengah Dari Duniaku Hancur
Diperjalanan menuju rumah Arkan. Arkan bertanya.
"Kamu Keira kan?"
"Iya, aku Keira."
"Aku masih ingat, masih hafal. karena kita 7 tahun selalu satu kelas."
"Aku kira kamu lupa."
Selang beberapa menit mereka berdua hanya berjalan diam, sampai di rumah Arkan.
"Sini Kei, masuk aja, bentar ya aku ganti baju."
Keira pun duduk dan menunggu Arkan. Selang beberapa menit.
"Keira ayo, ikut?"
"Aku ga ganti baju dulu?"
"Gausah, ntar lama, gapapa pake itu aja."
Kemudian, mereka berdua pun menuju ke rumah sakit. Di setiap perjalanan Keira selalu berdoa untuk keselamatan ibunya Arkan, karena ia tau betapa berharganya seorang Ibu di mata Arkan.
Setelah sampai Arkan langsung berlari menuju ruang UGD.
"Arr tungguin."
Keira berlari mengejar Arkan. Arkan langsung mengetuk pintu UGD dengan keras, kemudian Dokter pun keluar.
"Tolong tenang dulu ya de."
Keira baru sampai.
"ehh arr kalo lari jangan kenceng kenceng, sini duduk."
Keira mengajak Arkan duduk, kemudian mereka duduk di ruang tunggu. Wajah Arkan terlihat cemas sekali. Perasaan Keira tidak enak. Ia sangat khawatir dengan keadaan ibunya Arkan. Keira menoleh, ia menatap Wajah Arkan, wajah Arkan sangat pucat.
Kemudian Keira memegang tangan Arkan.
"Arr kamu percaya ga sama keajaiban Tuhan?"
"Kei? Tanganmu. Percaya."
Keira langsung melepas tangan Arkan.
"Maaf Ar."
"Tapi kalo ibu ga se... "
Keira memotong pembicaraan Arkan.
"Ssttt udah diem, sekarang berdoa buat ibu. Cuma itu yg bisa kita lakuin sekarang."
10 menit menunggu mereka berdua hanya duduk diam. Arkan yang menunduk dan memegang kepala. Kemudian Dokter pun keluar dari ruang UGD. Sontak Keira langsung bertanya kepada dokter.
"Bagaimana keadaan ibu dok?"
Arkan langsung berlari dan masuk ke dalam ruang UGD. kemudian ia (Arkan) berniat untuk langsung mengecek nadi ibunya. Sebelum mengecek ia Melihat mata ibunya tertutup dan badannya terlentang diam. Air mata Arkan menetes. perlahan ia mendekati ibunya. Pembicaraan Keira dan dokter pun berhenti, ia menunggu di depan pintu ruang UGD. Melihat Arkan mendekati ibunya. Kemudian Arkan memeluk ibunya, dan berteriak keras. Tangisan keras dari seorang anak nakal yang tumbuh dan terbang dengan sayap ibunya. Satu satunya tangan kanan Arkan. Satu satunya petunjuk arah. Melihatnya menangis Keira langsung mendekati Arkan. Keira mencoba menenangkan Arkan, kemudian tanpa berkata apapun Arkan langsung memeluk Keira.
Air matanya bercucuran di pundak Keira, Keira menenangkan Arkan.
"Gapapa ya, masih ada aku kok."
Tangisan Arkan kala itu pertama kali Keira melihatnya dan mendengar nya, tangisan dari seorang anak nakal.
Tidak ada bedanya Arkan dengan yang lainnya Dia tetap manusia yang mempunyai perasaan, meskipun perilakunya tidak seperti manusia pada umumnya tapi dia sama, masih mempunyai rasa. Ujar Keira.
Kemudian Keira mengurus pemakamannya, karena Arkan tidak mempunyai siapapun kala itu.
"Dok tolong jenazahnya diurus sekarang saja."
Kemudian Keira berbicara dengan baik baik pada Arkan.
"Arr pulang yu, kita urus ini bareng bareng ya."
"Iya, bentar aku telfon temen temen, aku suruh dateng."
"Saudara kamu?"
"Ngga ada, cuma itu yang aku punya."
Keira pun paham, semua saudaranya (Arkan) membenci Arkan karena sifat nakalnya.
Dokter pun datang.
"Mba ini jenazahnya udah di mobil ambulan, ambulannya udah mau berangkat."
"Iya, makasih ya pak."
Kemudian Arkan Dan Keira pun mengiringi di belakang mobil ambulan.
Di perjalanan Keira selalu berdoa
"Tuhan tolong kuatkan Arkan."
Setelah perjalanan kurang lebih 5 menit, mereka berdua pun sampai di rumah Arkan.
Kemudian Arkan mengangkat jenazah ibunya dan di letakan di ruang tamu. Keira pun mendatangi rumah Pak Ahmad (selaku ketua RT). Kemudian Pak Ahmad memberi kabar kepada warga setempat untuk membantu mengurus jenazah ibunya Arkan.
Rumah Arkan pun seketika ramai, teman teman Arkan pun datang mereka berjumlah 15 orang. Ido(teman akrab Arkan) pun langsung menemui Arkan Dan berkata.
"Kan, yang lain gabisa dateng. Pada sibuk."
"Yaudah gapapa suruh yang lain masuk, trs bantu kawal ke pemakaman."
Keira pun tiba tiba datang.
"Arr aku udah bilang ke pak RT, katanya warga sekitar mau bantu juga."
"Okey makasih kei."
Ido pun menyaut dan bertanya.
"Kan, itu siapa?"
"Temen dari SD."
"Tumben punya temen cewe."
Arkan pun tidak membalas omongan Ido, warga pun datang. Kemudian jenazah pun di mandikan. Setelah di mandikan jenazah pun di bawa ke makam, semua teman Arkan pun ikut begitupun dengan Keira, ia(Keira) belum pulang dari pagi tadi berangkat berjoging.
Setelah jenazah sudah di kuburan Arkan masih saja duduk di depan makam ibunya, meski semua warga sudah pulang. Keira pun mendekat. Keira mendengar Arkan berbicara.
"Bu, rumah kali ini sepi, aku takut akan kerinduan masakan darimu, dan semuanya."
Arkan pun berdiri dan menghela nafas. Kemudian ia berjalan pulang, Keira pun mengikutinya. Sebelum Arkan pulang ia berbicara kepada Ido.
"Bilangin makasih ke yang lain."
"Eh berarti u di rumah sendirian ye?"
"Iya."
"Kapan kapan gua nginep deh."
Ido dan teman temannya pun pulang. Dari makam ibunya, Arkan berjalan pulang, Keira mengikutinya dari belakang.
"Keira?"
"Iya?"
"Ngga pulang?"
"Engga."
"Makasih ya, udah bantu dari pagi."
"Kirain lupa, iya sama sama."
"Gamau pulang?"
"Emang harus pulang?"
"Engga si, mau nginep?"
"Ngga juga."
"Berarti pulang."
Keira dan Arkan pun berjalan, sesampainya di depan rumah Arkan, Keira meminta sesuatu pada Arkan.
"Arr."
"Kenapa?"
"Aku punya permintaan, kira kira boleh ga ya?"
"hmm, boleh kamu udah nolongin aku, sekarang gantian."
"Okei baiklah, aku minta kalo ada apa apa jangan sungkan buat cerita ya."
"Jadi?aku harus ketemu kamu setiap hari?"
"Engga gituu, kalo ada apa apa aku ada."
"Ouu gitu, tapi gimana caranya ngehubungi kamu tanpa harus ketemu?"
"Kita bertukar nomor what's app."
Arkan melihatkan handphone nya Keira.
"Udah kan?" Ucap Arkan.
"Udah, makasih Ar."
"Sana pulang, ntar kamu di cariin kakamu."
Kemudian Arkan pun berjalan masuk ke rumah.
Sebelum Keira pulang, Keira memanggil Arkan.
"Arrr."
Keira melambaikan tangan, kemudian pulang.