"G... Jadi beneran kita bakal punya homebase dan nggak usah pindah-pindah?"
Laki-laki berpakaian serba hitam dan berambut agak panjang yang tengah menyetem senar bassnya, bertanya pada Gavin yang sedang mempersiapkan kamera di depannya.
"Iya Chan.... Masih ingat rumah nenekku? Kayaknya kita pernah ke sana dulu."
Dia mengikat rambutnya dan berhenti menyetem bassnya untuk berpikir.
"Oh iya.... Ingat.... Dulu kamu ajak aku karena kamu mau kenalin ke temenmu di sana kan?"
Gavin hanya menjawab singkat dengan 'Hu uh'.
"Wah akhirnya kita punya tempat latihan sendiri. Pasti kita akan lebih fokus latihan. Iya kan Mas Cahyo?"
Chan menoleh saat laki-laki berperawakan kecil di depannya memanggilnya Cahyo.
"Kev.... Ingat namaku siapa di band ini?"
Kev sembari mengalungkan gitarnya menjawab santai.
"Cahyo Handoyo kan mas?"
Gavin yang terlihat serius menangani tata letak kameranya dengan sekuat tenaga menahan untuk tidak tertawa.
Tapi Chan tahu apa yang sahabatnya itu lakukan, walau sekuat tenaga dia menahan tawanya, terlihat pundaknya bergetar.
"Kevin Pratama.... Ingat perjanjian kita tentang nama personil?"
Kev masih saja santai menjawab pertanyaan Chan. Kemudian ketika dia menoleh dan melihat wajah serius Chan, dia akhirnya paham.
"Oh... Stage name.... Ya ya... Aku ingat... Tapi aku juga ingat kok nama lengkap kalian. Vokalis Gavin Soebroto..."
Kev menunjuk Gavin yang langsung menoleh menunjukkan reaksi yang sama dengan Chan.
"Kev!!"
Tanpa memperdulikan teriakan Gavi, Kev melanjutkan absensinya. Dan menunjuk ke arah Chan.
"Cahyo Handoyo. Bassis."
Dan dengan lucunya menunjuk dirinya sendiri.
"Aku gitaris Kevin Pratama. Dan...."
Laki-laki bertubuh paling mungil diantara ketiganya itu melihat-lihat ke sekeliling garasi Gavin.
"Eh J mana?"
Chan dan Gavin menyadari bahwa kurang satu personil lagi di sana.
"Haah... pasti dia berangkat bersama kakaknya ke sini."
Chan duduk kembali karena mereka belum bisa memulai latihannya.
"Cahyo Handoyo...."
Chan yang semula duduk tiba-tiba berdiri karena merasakan bulu kuduknya berdiri. Dia tidak mau menoleh ke belakang.
"Sudah ku bilang kan jangan bawa pacar saat latihan..."
Kev yang tahu Gavin sedang marah besar, menyingkir diam-diam.
"He he... Kita kan nggak lama latihan... Jadi aku sekalian mau keluar, ya kan Kev."
Kev seketika berhenti berjalan dan pelan-pelan membalikkan badannya.
"He he.... Sebetulnya kak Dhiya juga ikut kemari."
Gavin terlihat sangat marah. Dan siap untuk melumat kedua personil di hadapannya.
"Kalian benar-benar ya!! Kalian kalau bawa mereka selalu nggak fokus latihan. Malah pada asyik unjuk gigi... Dan lagi kalian pasti nanti pada sibuk di dunia nya sendiri."
"Kak Inara janji mau ikut!!!"
Kev yang tidak tahan mendengar omelan Gavin akhirnya berteriak.
"Inara??? Inara Gatari?"
Gavin terkejut dan hanya bisa menganga mendengar nama yang disebut Kev.
Inara. Gadis cantik yang jadi primadona jurusan musik di kampusnya. Bertubuh tinggi, langsing dan berambut panjang sebahu.
Dia jatuh cinta pada pandangan pertama padanya. Di saat gadis lain menghindarinya karena dandanannya yang serba hitam dan selalu memakai gelang kulit spike berhias rantai. Belum lagi kalung rantai yang menghiasi lehernya. Inara dengan senyum manis dan suara lembutnya menyapanya.
Saat itu dia merasa sangat bahagia karena baru kali ini disapa oleh gadis secantik Inara.
"Tenang kami tidak akan membiarkanmu sendiri G. Kami mengijinkan mereka ikut karena janji akan mengajak Inara."
Gavin mendengar alasan Chan terlihat salah tingkah.
"Hmm... Okey.... Nggak... Nggak papa kalau gitu."
Kev dan Chan tersenyum puas dan kembali menyetel alat musik mereka.
Hampir 45 menit menunggu personil terakhir dan gadis idamannya datang. Gavin terlihat tidak sabar, dia terlihat mondar-mandir di depan pintu garasi rumahnya. Chan dan Kev yang melihat tingkah Gavin hanya geleng-geleng kepala.
Tok tok....
Dari arah luar ada seseorang yang mengetuk pintu garasinya. Dengan segera dia membuka pintu garasinya.
Seperti gerak slow motion di film-film, dari balik pintu besar itu masuk seorang laki-laki tinggi besar berambut cepak, memakai jaket kulit hitam dan kaos hitam memasuki ruangan. Wajahnya yang minim ekspresi membuatnya semakin terlihat seperti pemeran utama dalam film.
Cahaya dari luar garasi semakin membuat efek dramatis saat mereka masuk. Laki-laki tinggi besar itu di ikuti dua gadis di belakangnya. Satu berambut keriting sebahu dengan senyum lebarnya langsung berlari menghampiri Chan. Satu lagi gadis dengan tubuh agak berisi dan berkacamata terlihat celingukan mencari seseorang.
"Kak Dhiya.... Aku bawakan kue kesukaan kak Dhiya."
Kev tanpa segan ataupun sungkan berlari menghampiri gadis itu dengan membawa sekotak kue yang entah kapan dia ambil.
"Huh?"
Gavin masih menunggu seseorang muncul, tapi sepertinya orang yang ditunggunya tak kunjung nampak. Dia bahkan sampai mengecek keluar garasi, berlari ke jalan dan kembali ke dalam dengan wajah kecewa.
"Cari Inara?"
Gadis berambut keriting yang sedang berdiri di samping Chan itu bertanya pada Gavin.
"Dia nggak berangkat bareng kalian ya Eka?"
Gavin masih berharap gadis pujaannya datang.
"Tadi dia telepon Eka, katanya tiba-tiba ada acara jadi nggak bisa ikut. Sorry ya G."
Dhiya yang simpati dengan Gavin meminta maaf dan menyodorkan beberapa kue kepada Gavin. Gavin yang ingin mengurangi sedikit kepahitan hatinya mengambil satu kue dan dengan frustasi memakannya.
Entah karena marah atau frustasi Gavin memanggil laki-laki yang baru datang tadi dan sedikit memarahinya.
"J... Kamu tahu kan kita ada latihan hari ini. Lain kali kalau telat kamu bisa bilang di grup."
J yang minim ekspresi sepertinya juga minim kata-kata. Dia hanya mengangguk dan langsung menuju ke arah drum nya.
Kev yang sepertinya tidak bisa membaca situasi kembali membuat masalah.
"Jatmika... Kak Inara mana?"
Gavin yang sedang mengecek mic-nya seketika meledak dan mulai mengomel.
"Kev sudah berapa kali aku bilang panggil nama stage kalau sedang latihan! Dan Chan nanti saja bermesraannya kita mulai latihan!"
Kev dan Chan yang ketakutan segera bersiap ditempat masing-masing untuk memulai latihan mereka.
"Lagu pertama... Patah Lagi."
Kev dan Chan berpandangan kemudian melirik ke arah J yang hanya mengangkat bahunya tanda tak tahu harus berbuat apa.
"Guys!!! Lagu pertama, Patah Lagi."
Ketiganya kompak menjawab,
"Siap kapten."
Eka yang mendengar apa lagu pertama yang akan mereka mainkan hanya menggelengkan kepala ke arah Dhiya.
Terdengar alunan musik rock yang menggema di seluruh ruangan, dentuman drum J yang keras membuat Eka menutup telinganya.
Lainnya halnya dengan Dhiya yang begitu menikmati kerasnya suara drum J, apalagi saat G mulai bernyanyi. Lengkingan suaranya di menit awal lagu membuat garasi kecil itu seperti bergetar.
--Lagi... Aku disini tetap berdiri....--
Kemudian distorsi gitar solo dari Kev membuat lagu semakin keras. Tubuh kecil Kev terlihat kontras dengan lengkingan suara gitarnya.
Ditambah suara bass dari Chan yang melengkapi beat dari lagu.
--Kau pergi dan ku patah lagiiii.....--
Memasuki klimaks lagu, Gavin semakin menggila dan semakin mengeluarkan suara kerasnya yang membuat lirik lagunya jadi tidak terdengar sama sekali.
Dhiya yang tadi terlihat menikmati sekarang perlahan mundur dan berdiri menemani Eka yang menawarkan penutup telinga.
Bukan hanya Gavin, ketiga personil lainnya juga terlihat kesetanan. Tubuh besar J dengan semangat menggebuk drum seperti melampiaskan amarahnya, Kev yang bertubuh mungil tanpa henti terus memainkan gitarnya hingga mengeluarkan nada rendah ke tinggi seperti roller coaster, Chan yang juga hanyut dalam lagunya terlihat serius memetik senar bassnya menambah beat lagu semakin keras.
Eka melirik ke arah Dhiya dan membisikkan sesuatu.
"Sekarang tahu apa yang bikin mereka kurang populer?"
Dhiya hanya mengangguk, itu kali pertamanya menemani pacarnya latihan.
"Sebenarnya di awal liriknya bagus, suara Gavin juga cocok dengan jenis musik ini. Dan beat-nya sudah pas tapi mereka terlalu terburu-buru mempercepat beat-nya. Apalagi saat klimaks seperti tidak ada harmoni sama sekali."
Eka tertawa mendengar penjelasan mendetail Dhiya.
"Nggak salah kamu jadi ketua himpunan anak musik. Ha ha ha."
Dhiya terlihat malu mendengar pujian dari Eka.
"Yang lebih aneh lagi. Kamu mau pacaran sama adik tingkat aneh kayak Kev."
Dhiya terlihat semakin malu dan ingin membalas komentar Eka. Tapi musik dari band di depannya malah semakin keras. Membuat keduanya menutup tidak bisa mendengar apa-apa.
Baru saat lagu mau usai mereka membuka telinganya. Eka dan Dhiya segera menghampiri pacar masing-masing. Menawarkan minum atau bahkan mengelap keringat mereka tanpa ada satupun yang berkomentar soal karya mereka.
Gavin yang terlihat sangat iri dengan mereka langsung menuju kameranya dan mengecek hasil rekaman latihan mereka.
Beruntung dia masih memiliki J yang sama-sama tidak punya pacar. Jadi dia tidak begitu khawa-..
"J... Tadi ada teman kelas kakak yang nitip buat dikasihkan ke kamu. Cookies katanya. Sama ada surat. Kamu baca ya!"
Gavin yang mendengarnya langsung menoleh ke arah Eka yang sedang memberikan bingkisan berwarna pink ke J.
Chan yang melihat ekspresi tak mengenakkan dari Gavin, langsung menghampirinya dan memberinya semangat.
"Itu cuma hadiah karena dia sudah bantu kakaknya di acara kemarin. Tenang...."
Gavin terlihat sedikit tenang.
"Oh ya... Aku juga ada titipan tadi J... Dari cewek kelas sebelah. Katanya dia suka kamu. Wow... Sudah berapa cewek yang nembak kamu bulan ini?"
Gavin yang kembali terkejut menjatuhkan kamera yang dipegangnya, untung Chan dengan sigap menangkapnya.
"Guys..... Bisa lebih peka terhadap leader kalian yang jomblo ini? Haaah.... "
Chan yang kasihan dengan Gavin mengingatkan kembali teman-temannya agar lebih berperasaan pada Gavin.
Mendengar perkataan Gavin mereka kompak hanya meringis. Kecuali J yang hanya mengangguk.
"Ayo kita latihan lagi, lagu kedua.... Alone."
Gavin memberitahu timnya dengan muka kecut.
Eka menyingkir dan melirik Dhiya.
"Haaah.... Mulai lagi...."
Dhiya hanya mengangguk dan berjalan menghampiri Eka.
Setelah latihan beberapa lagu mereka akhirnya istirahat.
Tok tok..... Tok tok....
Gavin dan yang lainnya langsung menoleh ke arah suara.
"Gavin!!"
Gavin yang mengenali suara itu langsung berlari menuju pintu garasi. Karena terburu-buru dia menabrak tripod kamera dan hampir menjatuhkan kameranya lagi.
"Tunggu bu."
Mendengar Gavin mengatakan 'bu' hampir semua yang ada di garasi langsung berdiri, hanya Dhiya yang masih duduk dan terlihat bingung dengan tingkah temannya yang sepertinya akan menyambut seseorang.
Saat pintu terbuka Nadia yang membawa dua tas besar entah berisi apa, masuk dan menyapa mereka.
"Halo Cahyo... Lama tante nggak ketemu."
Chan yang tidak suka nama aslinya dipanggil hanya tersenyum sopan.
"Kevin dan Jatmika sehat-sehat ya?"
Keduanya mengangguk gugup. Mata Nadia kemudian melirik ke arah Eka dan Dhiya.
"Eh Eka juga disini.... Halo Eka... Ehm dan ini siapa ya?"
Nadia bertanya sambil menunjuk ke arah Dhiya.
"Dhiya tante. Pacarnya Kevin."
Eka menjawab Nadia sambil memperkenalkannya ke Nadia. Gavin yang tahu reaksi apa yang akan dibuat mamanya hanya memukul dahinya dan menghela napas.
"Wow.... Kevin yang imut ini sudah punya pacar?"
Kevin tersenyum malu begitu pula dengan Dhiya.
"Halo Dhiya. Waaah Dhiya juga manis dan imut cocok dengan Kevin."
Raut muka Gavin sudah terlihat tidak enak. Dan timnya tahu apa yang menyebabkannya.
"Gavin... Gavin... Kamu sendiri yang nggak punya pacar ha ha ha...."
Gavin memegang dadanya karena dia merasakan seperti tertusuk sesuatu.
"Menyedihkan."
Kembali dia memegang dadanya.
"Tante... Jatmika juga belum punya pasangan."
Mendengar pembelaan dari Kev dan anggukan setuju J, Gavin seperti mendapat air di padang pasir. Tapi lagi-lagi sepertinya ibunya merampas air itu dan kembali menusuknya.
"Yah... Tapi paling nggak Jatmika punya banyak penggemar ha ha ha."
Gavin terduduk lemas mendengar perkataan sadis ibunya. Chan yang khawatir segera menghampirinya.
"Ck ck..... Sudah jangan jadi Drama King. Ini ada makanan dari nenek. Ibu cuma mengantar ini ke sini dan ambil proyek ibu. Ini ambil..."
Gavin yang melihat ibunya menyodorkan dua tas besar berisi makanan langsung menerimanya.
"Cuma nenek yang sayang G."
Gavin memeluk tas itu dan menunjukkan raut muka sedih.
"Ck.. Dasar Drama King. Udah yaa... Ibu balik lagi keburu malam. Bagi makanannya sama teman-temanmu."
Nadia kemudian berjalan keluar tapi ketika sampai di pintu dia berbalik lagi.
"Oh ya... Dua hari lagi Gavin akan pindah ke rumah neneknya untuk sementara, sering-sering ya main kesana biar Gavin tidak merasa kesepian."
Semuanya kompak menjawab.
"Ya tante."
Nadia tersenyum dan keluar menuju mobilnya.
"G.... Kita buka makanannya, baunya menggoda."
Mereka kemudian membuka makanan yang diberikan nenek Gavin dan memakannya bersama.
"Ibumu tidak pernah berubah G."
Chan yang sudah selesai makan berbicara pada Gavin.
"Haaaah. Dulu waktu dia tahu kalian pacaran aku jadi bahan bully an ibu tiga hari. Dia bilang, aku ditinggal sahabat masa kecilku pacaran."
Eka dan Chan tertawa, Chan yang merupakan sahabat Gavin dari kecil memang akrab dengan keluarga Gavin.
"Wow.... Ibumu benar-benar suka menggoda ya."
Dhiya terlihat sangat menikmati kue kering yang dibawakan nenek Gavin.
"Hah.... Dia cuma suka saja menggodaku yang selalu gagal menembak cewek."
"Mereka takut sama penampilan Mas Gavin."
Gavin hanya menghela napas menyetujui ucapan Kev. Dari dulu dia suka tampil ala emo dan rocker. Tak jarang waktu masih di sekolah dia sering dipanggil menghadap ke konseling karena dikira anak nakal. Apalagi kakak tingkatnya sering menantangnya tanpa sebab jadi mau tak mau dia sering berkelahi dengan mereka. Hanya Chan yang setia jadi temannya.
"Karena penampilanmu juga kakak kelas hobi menantangmu duel."
Chan menambahi lagi.
"Tapi Kak G keren penampilannya."
Itu kata pertama J hari ini. Yang sukses membuat Gavin terharu.
"Seleramu yang aneh Jat.... Cewek yang mau disapa Gavin pasti mikir berkali-kali."
Gavin tidak terima dengan ucapan Eka dan langsung membela diri.
"Tapi Inara nggak takut kok."
Eka langsung menghela napas dan membalas ucapan Gavin.
"Itu karena dia baik G. Hari ini aja sebenarnya aku paksa dia ikut karena aku bilang butuh teman padahal kami nggak dekat."
Gavin malah semakin bersemangat.
"Nggak papa yang penting dia nggak takut padaku."
Eka dan Chan tertawa melihat sikap optimis Gavin.
"Mas Gavin... Dua hari lagi pindahan kan? Mau kami bantu?"
Kev yang tiba-tiba teringat pesan Nadia mencoba menawarkan bantuan ke Gavin.
"Oh nggak usah. Nanti saja waktu beresin gudang buat tempat kita latihan."
Gavin semakin tak sabar untuk segera pindah tanpa tahu kejutan apa yang menantinya.