"Lihat saja nanti!"
Desi mengucapkan kalimat itu seakan dia sudah tahu bahwa Gavin cepat atau lambat akan meminta bantuannya.
Dua laki-laki dan satu hantu berjalan ke parkiran kampus. Chan yang ingin melihat gudang di rumah nenek Gavin mengikuti Gavin untuk mengambil mobilnya. Tapi saat dia sudah sampai Chan hanya celingak-celinguk mencari sesuatu.
"G... Mana mobil kamu?"
Gavin yang masih sibuk mencari kunci tidak menjawab pertanyaan Chan. Tapi Desi sudah duduk manis di dalam mobil.
Chan masih mencari-cari mobil yang biasa Gavin pakai.
"Kamu nggak salah tempat parkir G?"
Gavin yang akhirnya menemukan kuncinya segera menuju ke arah mobil VW Kombi lawas warna putih dan akan membuka pintu mobilnya. Tapi Chan buru-buru menarik tangan Gavin agar dia tidak membuka pintu mobil di depannya.
"G... Aku tahu kamu suka musik rock dan pakaian serba hitam. Muka jutek nggak ketulungan."
Gavin langsung melirik Chan mendengar kalimat terakhir yang dia ucapkan.
"Tapi kan nggak perlu sampai bertindak seperti preman kayak gini? Kamu mau nyuri mobil siapa G?"
Desi tergelak di dalam mobil. Gavin yang dituduh melakukan kriminalitas mendelik tajam ke arah Chan.
"Sudah berpantunnya tuan pujangga?"
Chan tidak mau melepaskan tangannya dari Gavin.
"Chan gimana aku bisa buka pintu mobil kalau kamu nggak mau melepas tanganku?"
Chan malah mempererat genggaman tangannya. Gavin sudah kesal dan ingin buru-buru pulang. Tapi saat ide itu terlintas, dia tiba-tiba tersenyum.
"Mas Cahyo... Kalau kamu suka padaku kenapa kamu pacaran dengan mbak Eka?"
Bulu kuduk Chan merinding mendengar Gavin memanggilnya dengan 'Mas Cahyo'. Tanpa pikir panjang dia membanting tangan Gavin. Dan mundur sedikit untuk menjauhi temannya yang terlihat aneh hari itu.
Desi tertawa terbahak-bahak semakin tak terkontrol.
"Nah gini kan aku bisa buka mobil. Ayo masuk kamu ikut nggak? Aku mau balik sekarang!"
Muka bingung dan panik Chan terlihat sangat lucu bagi Gavin.
"Tu... Tu...Tunggu..... Ini mobilmu?"
Gavin sudah tidak sabar ingin segera menyalakan mobilnya dan pulang.
"Masuk nggak!"
Chan segera menuruti Gavin dan masuk ke mobilnya. Akhirnya mereka berdua pulang menuju rumah nenek Gavin.
"G... Kamu dapat warisan mobil antik ini darimana?"
Desi tidak mendengarkan mereka berdua karena asyik mengeluarkan kepalanya dan berteriak-teriak di luar.
"Mobil mama dipakai. Jadi aku nggak bisa bawa ke kampus. Rumah nenek juga agak jauh dari halte. Malas aku jalan kaki."
Chan serius mendengar penjelasan Gavin tentang sejarah mobil antiknya.
"Dan ini mobil peninggalan kakek. Karena lihat aku butuh dan ini nggak dipakai. Jadi nenek hadiahkan padaku."
Chan beralih mengamati interior mobil sahabatnya itu. Memang itu mobil lama tapi interiornya masih terlihat baru. Tapi tiba-tiba dia tertawa.
"Ha ha ha.... Pasti lucu."
Gavin segera melirik ke arah Chan.
"Apanya yang lucu?"
"Memang mobil ini warnanya hitam dan putih
Mungkin terlihat keren tapi kalau disandingkan sama kamu tetap aja terlihat lucu."
Gavin sudah tahu respon sahabatnya pasti akan seperti itu.
"Kita pindah aliran musik aja ke rock and roll gimana? Ha ha ha...."
"Chan!"
Gavin sepertinya berhasil membuat Chan terdiam. Tapi dia masih saja menahan tawanya sampai-sampai dia memegangi perutnya.
"Gavin!! Gavin!! Woaahhh.... Menyenangkan sekali melihat dunia luar."
Gavin sama sekali juga tidak menanggapi ocehan Desi. Dia masih merasa aneh kenapa Desi bisa berkeliaran di luar sedang hantu yang lain hanya bisa di sekitaran rumah.
"Gavin!!!! Gaviiiin!!! Besok aku ikut ke kampus lagi ya."
Kali ini Desi lebih semangat lagi. Sampai-sampai menjulurkan badannya ke arah kaca depan membuat Gavin sedikit susah berkonsentrasi.
"Gavin!!! Besok ikut lagi ya!!"
"Diam sebentar bisa nggak sih!!!"
Chan yang dari tadi masih berusaha menahan tawanya langsung terdiam. Dan memandang Gavin dengan ketakutan. Desi langsung pindah lagi ke belakang dan duduk manis di sana.
"Iya... Aku juga mau diam kok sebenarnya. Tapi kamu terlalu lucu G. Ha ha ha!"
Tawa kembali terdengar di mobil itu. Gavin hanya bisa mendengus kesal. Mulai tenang Chan lantas menanyakan rencana Gavin mengenai tempat latihan mereka.
"Ha.. Ha.... Maaf... Ehem.... G... Tempat latihan baru kita kayak apa sih?"
Gavin melirik Desi dari spion. Desi masih terlihat tenang dan memandang keluar mobil. Sepertinya Gavin ingin sekali menceritakan gudang berhantu itu pada temannya.
"Oh... Tempatnya luas. Tapi baru selesai aku bersihkan separuh. Sudah ada gangguan!!"
Gavin sengaja mengeraskan suaranya agar Desi mendengar pembicaraannya. Dan itu berhasil akhirnya Desi menoleh ke arah depan.
"Huh? Gangguan?"
Chan sepertinya menerka-nerka gangguan apa yang dimaksud oleh Gavin.
"Kalau lancar sih kita bisa tata ulang sedikit dan kita bisa pakai latihan nyanyi di sana."
Mendengar mereka akan bernyanyi di sana mata Desi membesar dan terlihat berbinar-binar senang.
"Kalian mau nyanyi di gudang!!"
Gavin mencoba menjawab pertanyaan Desi sekaligus menjelaskan kondisi gudang nya ke Chan.
"Yah ada sedikit gangguan sih. Ada empat pengganggu kemarin aku temukan. Kalau saja mereka ijinkan aku pakai. Kita bisa langsung proses."
Desi kembali ke depan dengan semangatnya. Tapi wajah Chan terlihat berbeda. Keringat dingin mengalir di keningnya. Dan mukanya tampak sedikit pucat.
"G.... Kalau ada tikus aku nggak mau bantu usir..."
Mendengar dia dan temannya disamakan dengan tikus Desi berteriak tidak terima.
"Hei!!!"
Gavin kali ini yang tertawa mendengarnya.
"Yaah sudah aku usir. Cuma takutnya mereka balik terus ganggu aja pas kita latihan."
Chan semakin terlihat bergidik geli. Desi malah terlihat serius berpikir. Dan berjanji pada Desi.
"Nggak papa. Kami janji nggak akan ganggu..."
Gavin semakin mempermainkan emosi keduanya sambil terus melaju pulang ke rumah. Sepertinya dia ingin balas dendam terhadap kedua makhluk beda dunia itu.
"Haaaah.... Aku cemas sekali sampai-sampai aku belum berani membersihkan tempat itu lagi."
Chan dengan muka panik memberanikan diri bertanya.
"G.. Seberapa menakutkan hewan itu ditempat nenekmu?"
"Hei!! Sudah dibilang bukan tikus!!"
Desi marah dan terlihat menyeramkan apalagi tiba-tiba angin kencang masuk ke dalam mobil yang memang kacanya dia buka dari tadi.
Gavin menggelengkan kepalanya dan menghela nafas.
"Sekarang aja aku merasa terganggu."
Chan yang sepertinya sudah panik langsung mengangkat kakinya dan berteriak.
"Haaah!! Mereka masuk ke mobil ini!!"
Gavin merasa menang sekarang melihat Desi yang bingung dan Chan yang ketakutan.
"Ha ha ha...."
Chan mendengar Gavin tertawa langsung terlihat kesal.
"Hei... Kamu cuma bercanda ya?"
Gavin masih tertawa.
"Kamu juga mengerjaiku ya?"
Kali ini Desi juga ikut bicara.
"Nggak... Aku cuma mau memastikan saja. Tidak ada yang ketakutan kalau tiba-tiba gangguan itu muncul. Dan juga menegaskan kalau kita akan tetap berlatih di gudang itu."
Chan dan Desi terlihat sedikit lega.
"Kamu tenang saja. Aku akan minta yang lain tidak mengganggu agar kami bisa lihat kalian latihan."
"Yang benar G.. Sudah nggak ada tikus kan?"
Gavin tertawa kecil dan menjawab santai pertanyaan Chan.
"Nggak ada... Nggak ada.... Jadi kamu mau kan bantuin beres-beres?"
Chan terlihat berpikir keras.
"Asal kamu bisa menjamin tidak ada mereka."
Desi malah yang menjawab pertanyaan Chan dengan semangat.
"Aku jamin bahkan semut pun harus ijin pada kami saat masuk."
Gavin merasa puas sekali mendengar jaminan dari Desi. Dia benar-benar bisa memanfaatkan mereka berdua bersamaan.
"Nggak ada.... Sudah aku kasih anti hama Chan."
Chan lega mendengar jawaban Gavin. Tapi kemudian dia seperti mengingat sesuatu.
"Heeh... Tapi yang lain belum tahu G. Kev sama J."
"Oh nanti saja diinfo di grup. Kamu kan bilangnya mau ketemu nenek sama lihat gudang hari ini jadi aku belum info mereka."
Chan hanya terlihat manggut-manggut mendengar penjelasan Gavin.
"Lagian hari ini jadwal kuliah mereka full kan biasanya."
Kembali Chan mengangguk. Mereka memang mengumpulkan jadwal kuliah mereka saat memutuskan untuk serius latihan band. Hal itu Gavin lakukan agar dia bisa menyusun jadwal latihan yang sesuai dan tidak menganggu jadwal kuliah mereka.
Akhirnya mobil Gavin memasuki jalan setapak menuju rumah neneknya. Tapi dia sangat terkejut saat Li tiba-tiba muncul di depan mereka.
Gavin spontan menginjak rem dan membuat Chan kaget. Hanya Desi yang masih santai duduk di belakang.
"G.... Kamu ngapain sih..."
"Sorry!! Ada tikus lewat!"
Gavin melihat Li yang terkekeh seraya menghampiri Desi. Dan dengan gembira Desi mengajak Li untuk ikut naik mobil bersamanya.
Gavin menghela nafas dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah unik para hantu di rumahnya.
Bukankah mereka bisa melayang dan dengan mudahnya pindah ke tempat lain tanpa harus repot-repot naik kendaraan. Kenapa juga mereka ikut menumpang di mobil Gavin.
"Kami tahu kamu heran melihat kami naik mobil."
Gavin langsung mengalihkan pandangannya ke depan kembali fokus dengan jalan di depannya.
"Kami cuma mau merasakan kembali seperti manusia."
Di sini Gavin terdiam mendengar pernyataan Desi. Pasti sudah lama sekali mereka tidak merasakan aktivitas yang bagi Gavin itu sangat normal.
"G... G... Itu rumah nenekmu kan?"
Gavin kaget karena Chan tiba-tiba memukuli pundaknya.
"Chan... Kamu bikin kaget aja tahu!"
Chan hanya meringis mendengar Gavin marah-marah. Gavin memarkirkan mobilnya di depan rumah neneknya. Kemudian mengajak Chan masuk, dari pintu masuk mereka sudah disambut alunan melodi Fur Elise dari piano neneknya.
Saat masuk dia melihat neneknya sedang di depan pianonya ditemani seseorang. Suara alunan piano Fur Elise milik neneknya sedikit membuat Gavin merinding karena suasana rumah juga sepi.
Chan mengikuti Gavin yang berjalan pelan-pelan masuk ke ruang tengah neneknya. Desi dan Li mengekor dari belakang terlihat senang ketika mendengar suara piano pemilik rumah mengalun kembali.
"Nek.... Ada tamu ya?"
Nenek Gavin menoleh dan tersenyum ke arah Gavin yang baru saja masuk bersama Chan.
"Lah itu tamunya sama kamu."
Gavin terlihat bingung dengan ucapan neneknya. Kemudian mendekat dan kaget ketika Gramps dengan muka dinginnya menoleh dan tersenyum ke arah Gavin.
"Hah!!!"
Gavin berjingkat ke belakang saat dia tahu yang duduk di samping neneknya bukan manusia tapi hantu. Memang Gramps tersenyum padanya tapi matanya tidak tersenyum sama sekali dan terlihat tanpa ekspresi.
Neneknya berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Gavin dengan cemas.
"Kamu kenapa? Kaget sekali sepertinya."
Desi dan Li menahan tawanya takut Gavin akan memarahi mereka.
"Oh nggak tadi aku lihat tikus lewat bawah kursi nenek."
"TIKUSSSS!!!"
Chan berteriak keras dan segera berlari ke arah Gavin. Neneknya yang melihat kekonyolan itu hanya tertawa kecil. Desi terlihat kesal karena lagi-lagi dia dan teman-temannya dibilang tikus. Gramps dan Li yang melihat kemarahan Desi segera menepuk pundaknya untuk menenangkannya.
"Mana ada tikus? Kamu pasti capek dari kampus. Ayo makan siang dulu!"
Gavin ikut-ikutan tertawa melihat Chan yang masih memegangi bajunya.
"Udah ayo... Kayaknya aku salah lihat. Kita makan dulu lah ya. Nanti baru lihat gudang."
Chan mengangguk setuju dan kembali mengikut Gavin dan neneknya dari belakang.
JRENG....
Piano yang tiba-tiba berbunyi membuat Gavin dan Chan saling berpelukan karena kaget. Kali ini Li dan Gramps terkekeh melihatnya. Tahu ulah siapa Desi hanya mendelik ke arah Bungsu yang sudah bersiap melarikan diri dari omelan Desi.
"Aaah piano tua. Mungkin perlu disetel lagi."
Nenek Gavin menjawab santai dan kembali menyiapkan piring di meja makannya. Ulah bungsu tidak berhenti sampai di situ. Hantu kecil yang iseng itu kembali menjahili Chan. Mulai dari menyembunyikan sendoknya, meniup tengkuknya dan bahkan menggeser gelasnya ketika dia kepedasan.
Gavin yang takut Chan tidak mau lagi datang ke rumahnya mendelik ke arah Bungsu. Menatapnya tajam seakan melarangnya untuk menjahili Chan.
"Yaaah... Gavin nggak seru!"
Walaupun merajuk bungsu tetap menuruti Gavin dan duduk manis di dekat Chan. Melihat squad hantu yang butuh kedisiplinan dan juga pelajaran tata krama Gavin hanya menggelengkan kepalanya dan bergumam.
"Butuh dididik mereka..."
Chan yang masih menikmati sajian didepannya tidak terlalu mendengar apa yang Gavin katakan.
"Hah!! Tambah nasi? Tunggu aku bilang nenek. Memang masakan nenek juara G..."
Chan berkata dengan mulut penuh nasi. Gavin heran melihat sahabatnya itu, sepertinya sudah lama sekali dia tidak makan sampai-sampai ini piring ketiganya minta tambah. Chan yang merasa diijinkan untuk meminta tambahan segera menghampiri nenek di dapur untuk minta tambah. Gavin kembali menghela nafas.
"Haaaah.... Ini juga perlu dididik tata krama sepertinya."
"Haaaah....."
Bungsu dengan lucunya menirukan Gavin. Melihat itu Gavin langsung mendesis ke arah Bungsu dan juga tiga hantu dewasa di belakangnya. Kompak mereka hanya memberikan senyum secerah mentari pada Gavin sebagai permintaan maaf.
Selesai mereka makan Gavin mengajak Chan ke gudang. Di sana sudah menunggu squad hantu yang tak sabar mengikuti mereka.
"Wow... Lumayan luas ya G."
"Ya karena ini dulu garasi serta tempat buat naruh barang-barang bekas. Sekarang nenek lebih senang ke gudang baru jadi sudah lama nggak dipakai."
Chan mengelilingi gudang yang ukurannya dua kali lebih besar dari garasi rumah Gavin. Dengan setia tiga dari empat hantu itu mengikuti kemanapun Chan pergi. Hanya Desi yang tetap berdiri di samping Gavin. Gavin yang heran dengan tingkah ketiganya mencoba mencari tahu pada Desi.
"Berapa lama kalian nggak lihat manusia?"
Desi terlihat memiringkan wajahnya dan salah satu jarinya memegang dagunya. Dia terlihat berpikir keras.
"Entahlah satu setengah tahunan mungkin. Kami terkurung di lemari jadi kami tidak bisa dengan pasti menghitung hari."
Suara 'oh' terdengar dari mulut Gavin. Tanpa sadar dia memperhatikan kembali hantu mungil di sampingnya. Tingginya hanya sebatas pundaknya. Dia selalu membawa bunga ditangannya. Hanya dia yang bisa keluar dengan bebas mengikuti Gavin.
" Oh ya!"
Chan yang tengah sibuk melihat perabotan lama dan di kelilingi tiga hantu yang penasaran itu tiba-tiba menoleh.
"Apa G? Bikin kaget terus kamu."
Gavin segera mengalihkan pembicaraan.
"Itu kalau mau duduk. Pakai kursi di sebelah sana aja."
Chan mendengus kesal karena dia kira Gavin akan bicara hal penting. Gavin berbisik-bisik pada Desi.
"Hei kamu belum selesai kemarin kenalan."
"Penasaran ya?"
Gavin terlihat menyesal telah bertanya. Dan hanya mendengus kesal menanggapi Desi.
"Bungsu yang paling lama di sini di antara kami."
Gavin terkejut mendengarnya.
"Dia bungsu tapi juga yang paling tua di sini?"
Desi tertawa melihat wajah lucu Gavin saat terkejut.
"Kok bisa? Memang dia meninggal kenapa?"
Desi kembali menggoda Gavin.
"Jadi... Kamu ingin lebih mengenal kami Gavin."
Kembali menyesali ucapannya dia tidak melanjutkan pertanyaannya.
"Kamu harus bertanya sendiri kepada mereka. Aku tidak bisa menceritakannya."
"Huh! Nggak tertarik juga aku..."
Gavin tidak mau kembali digoda oleh Desi. Akhirnya dia tidak mau bertanya lebih lanjut.
"Kalau aku?"
Gavin hampir tersenyum melihat Desi yang terlihat imut ketika menunjuk dirinya sendiri sembari berharap Gavin akan bertanya tentang dirinya. Tapi Gavin ingin balas menggoda Desi.
"Ah aku malah sama sekali nggak tertarik..."
Desi terlihat kecewa dan hanya menjawab singkat.
"Oh."
Melihat Desi kecewa Gavin sedikit bersimpati.
"Cuma becanda... Kalau kamu giman-..."
"G!!!! Ayo balik... Aku sudah puas lihat-lihat."
Belum selesai Gavin bicara Chan sudah memanggilnya. Gavin hanya tersenyum menjawab ajakan Chan. Dan ingin melanjutkan pertanyaannya pada Desi.
"Kalau ka-..."
Chan kembali memotong pembicaraannya.
"Ayo balik... Antar aku ke halte. Keburu sore."
Desi terbengong melihat Gavin yang mulai kesal. Gavin ingin bertanya kembali tapi akhirnya dia urungkan.
"Ka-.... Hah!! Sudahlah... Aku antar Chan dulu. Kapan-kapan kita bicara lagi."
Desi hanya tersenyum, memandangi Gavin dan Chan yang pergi meninggalkan gudang. Ketiga temannya kembali menemuinya dan hanya mendengar Desi bergumam sesuatu.
"Mungkin kamu nggak akan pernah tahu."