Chereads / Sejuta Mimpi Calon Sang Pemimpin / Chapter 16 - Enam belas

Chapter 16 - Enam belas

Hari raya idul fitri telah tiba. Pagi hari setelah sholat idul fitri, Ana beserta keluarga berkunjung ke rumah tetangga untuk bersilaturrahmi, lalu setelah itu pergi ke rumah Paman dari Ibunya Ana yakni Pak Malik, sedangkan Ana dan Kakaknya memanggilnya dengan sebutan Pakde Malik. Sesampainya di sana, Pakde Malik menyambut kedatangan mereka dengan penuh keramahan.

"silahkan dimakan jajanannya, pilih mana makanan yang disukai lalu dimakan" ucap Pakde malik sembari membuka toples wadah makanan khas lebaran.

Ibu Deya memungut keciput, lalu Pakde Malik berucap "silahkan makan semua yang disuka Dey, maaf kalau jajanannya hanya seperti ini saja."

"Halah! si Paman. Tidak perlu bicara seperti itu, makanan yang seperti ini juga banyak yang disediakan oleh tetangga-tetanggaku" sahut Bu Deya.

"kamu kelas berapa sekarang? Tanya Pakde Malik kepada Ana.

"saya sudah lulus dari jenjang SMK, dan sekarang telah masuk ke jenjang perkuliahan" jawab Ana.

"lalu, apakah kamu juga berkuliah?" tanya Pakde Malik sembari menunjuk ke Kakanya Ana yang sedari tadi menundukkan kepala seakan seperti orang malu.

"tidak Pakde, kalau saya mondok" jawab Kakaknya Ana.

"dimana mondoknya?" lanjut tanya oleh Pakde Malik.

"di Pondok Pesantren Darussalam yang berlokasi di Kota Kediri" jawab Kakaknya Ana.

"kalau kamu kuliah jurusan apa nak?" tanya Pakde Malik sembari menunjuk ke arah Ana.

"saya mendaftar kuliah di jurusan Kedokteran" Jawab Ana tanpa menyebutkan dengan jujur jika ia mendaftar di jurusan Kedokteran Hewan.

"daftarnya di kampus mana?" lanjut tanya oleh Pakde Malik.

"daftar di Universitas Airlangga yang berlokasi di Surabaya dan di Universitas Padjajaran yang berlokasi di Sumedang, Jawa Barat" jawab Ana.

"sedangkan anaknya Bibi kuliah dimana?" Disahut Ibunya yang bertanya kepada istri dari pamannya yakni Bu Tina.

"anakku kuliah di Yogyakarta" jawab Bu Tina.

"di kampus apa dan telah memasuki semester berapa?" tanya oleh Bu Deya.

"di Universitas Gadjah Mada dan telah menginjak semester 6" jawab Bu Deya.

"belajar hingga ke pendidikan tinggi itu memang bagus nak, agar dapat menjadi orang sukses melalui implementasi ilmu yang diperoleh saat sedang menempuh Pendidikan. Jangan seperti Pakde, yang kerjaannya hanya bisa berkumpul, mengobrol, dan bergurau bersama teman-teman. Pakde dulu tidak pernah sekolah" ungkap nasihat yang dilontarkan oleh Pakde Malik kepada Ana.

"Iya Paman. Dengan berkuliah juga maka anak akan mendapatkan pengalaman" sahut Bu Deya.

"ingin mondok maupun ingin kuliah juga tidak apa-apa, pokonya kalian harus belajar setinggi-tingginya dulu supaya bisa menjadi orang pintar" ucap Pakde Malik.

"apakah kamu mendaftar kuliah melalui jalur SNMPTN?" tanya Bu Tina kepada Ana.

"bukan, Budhe. Saya mendaftar kuliah melalui jalur SBMPTN" jawab Ana.

"apakah tidak ikut SNMPTN?" tanya oleh Bu Tina

"saya pernah mengikuti SNMPTN, namun tidak lolos melalui jalur tersebut" jawab oleh Ana.

"sedangkan anak Bibi, mendaftar kuliah melalui jalur apa?" disahut pertanyaan yang diucapkan oleh Bu Deya kepada Bu Tina

"jika anak saya, mendaftar kuliah melalui jalur SNMPTN dan lolos di jalur itu" jawab Bu Tina.

Setelah beberapa jam telah berbincang-bincang, maka akhirnya mereka pulang, Ana bersama dengan Ayah dan Ibunya memutuskan untuk berkunjung ke rumah kerabatnya yang lain, sedangkan Kakaknya tidak ingin mengikuti ajakan itu.

"Abi, ayo pergi ke rumah Pak Masnan untuk meminta izin meminjam motornya dan digunakan untuk pergi berkunjung ke desa Weru" ajak oleh Pak Marbun/ayahnya Ana kepada Abi/kakaknya Ana.

"aku gak ikut, Ayah saja yang pergi ke sana, aku ingin pulang dulu dan mengambil motor untuk pergi berkunjung ke rumah temanku" tolak Abi.

"jangan lupa untuk menutup pintu rumah" pinta oleh Pak Marbun dan Abi merespon dengan menganggukan kepala.

Ana beserta Ibu dan Ayahnya mulai berjalan berangkat ke rumah kerabatnya, namun sesampainya di rumah kerabatnya ternyata pintu depan tertutup, mereka mengira jika penghuni rumah sedang pergi ke luar. Mereka pun menunggu dengan duduk di teras rumah sembari beristirahat sejenak. Terpandang dari kejauhan, Ana dan Ayahnya melihat orang yang persis seperti kerabatnya.

"Ayah, itu bukannya Mas Heri ya, yang sedang berjalan ke arah timur" Ungkap Ana sembari menunjuk-nunjuk.

"iya, kelihatannya seperti Heri. Ya sudah kita tunggu sebentar agar Heri kembali datang kemari" sahut Pak Marbun.

Setelah ditunggu selama 5 menit, Mas Heri tak kunjung balik dari rumah tetangganya. Ana menyuruh Ayahnya agar menengok ke sana untuk memastikan jika orang yang dia lihat seperti Mas Heri itu benar. "kok lama banget, coba Ayah pergi ke sana untuk melihat apakah itu memang benar Mas Heri" pinta Ana kepada Ayahnya.

"iya kok lama banget, dari tadi Heri tidak kembali kemari, ya sudah Ayah akan meghampiri dulu kesana" sahuy Pak Marbun.

Setelah kembali dari rumah tetannganya Mas Heri untuk memastikan apakah orang itu memang Mas Heri, lalu Ana bertanya kepada Ayahnya "bagaimana Ayah, apakah itu Mas Heri?"

"bukan, sekilas tadi terlihat seperti Heri makanya Ayah Kira itu adalah Heri" jawab Pak Marbun

"Ya mungkin Pak Masnan sedang pergi ke luar" sahut Ana.

Pak Marbun mencoba membuka pintu rumah Pak Masnan, namun ternyata pintu rumahnya tidak terkunci, ketika Pak Marbun memanggil-manggil nama si penghuni rumah berkali-kali tetapi tidak ada sahutan sedikitpun "iya sepertinya memang sedang pergi ke luar orangnya, dipanggil juga tidak ada sahutan" celetuk Pak Marbun.

"mungkin nanti sore saja kita kembali ke sini" ucap Pak Marbun

" ya sudah, kita pulang dulu saja yuk!" sahut Ana.

Mereka bertiga beranjak untuk pulang, Ana dan Ibunya lewat jalan di belakang rumah kerabatnya, sedangkan Pak Marbun lewat jalan depan yang mana harus berputar cukup jauh

"kenapa harus lewat situ?, di situ banyak semak berlukar dan mending kita lewat depan aja" tanya dan ucap oleh Pak Marbun.

"kita lewat sini saja Pak" sahut Bu Deya. "lewat depan jauh Yah dan harus memutar segala, mending lewat sini saja karena jaraknya juga dekat sedangkan lutut aku juga sakit nih. Kalau Ayah ingin lewat sana maka terserah. Aku dengan Ana ingin lewat sini" lanjut ucap oleh Bu Deya.

Sore hari Pak Marbun berencana untuk mengunjungi kembali rumah Pak Masnan sekaligus untuk meminta izin meminjam motornya, namun Kakaknya Ana meminta Pak Marbun agar tidak meminjam motor milik Pak Masnan karena hanya ada satu unit motor saja dan pastinya digunakan oleh keluarga Pak Masnan sendiri untuk keperluan berkunjung ke rumah kerabatnya. Bu Deya meminta dan menyuruh suaminya untuk meminjam motor milik Bu Fisa/tetangga sebelah rumah pak Masnan dan masih kerabatnya dari Bu Deya.

Keesokan harinya pak Marbun pergi ke rumah Bu Fisa untuk meminjam motornya. Bu Fisa menodorkan motor scoopy untuk dipinjamkan kepada pak Marbun, dan Pak Marbun pun membawa motor it uke rumahnya.

"Abi. Ayo berangkat ke Weru, Ayah sudah meminjam motor milik Bu Fisa" ucap Pak Marbun kepada kakaknya Ana saat sesampainya di rumah.

"Bapak kenapa sih harus meminjam motor segala" balas Abi dengan muka penuh kekesalan karena ia tak mau diajak berkunjung ke rumah kerabat ayahnya yang ada di desa Weru. "Bapak tidak meminjam motor,memangnya Bapak tidak merasa malu" lanjut ucapnya dengan ketus.

"memangnya kenapa harus merasa malu, Ayah mendapatkan motor dengan meminjam bukan dengan mencuri. Ayah sudah bawa motornya dan kamu tidak ingin ikut ke sana, tidak pantas jika Ayah harus mengembalikan motor itu, sedangkan jika kamu tidak ingin memakai motor itu maka kita ingin pergi ke sana dengan menaiki apa, kita hanya memiliki satu motor dan tidak muat untuk mengangkut penumpang sebanyak 4 orang di keluarga kita" tegur Pak Marbun kepada Abi.

"orang yang memiliki motor itu, juga pasti membutuhkan motornya" elak oleh Abi.

"orangnya sudah memberitahukan kepada Ayah bahwa masih ada motor lainnya untuk dipergunakan, Ayah juga sudah mendapatkan izin untuk membawa motor itu" tutur Pak Marbun.

Setelah berdebat dengan Ayahnya, akhirnya Abi menerima ajakan Ayahnya untuk pergi ke desa Weru. Sepanjang seusai berdebat, Abi hanya berdiam di ruang TV dan tidak bertindak untuk bersiap pergi, hingga membuat pak Marbun emosi terhadap sikap Abi.

"ayo Abi. Nanti kesiangan, kamu segera bersiap untuk pergi ke sana" ucap Pak Marbun.

"Abi. Ayo kita pergi berkunjung ke rumah kerabat-kerabatnya Ayah" sahut Bu Deya. "pergi berkunjung ke sana hanya selama sekali dalam setahun. Nanti Ibu di cemooh oleh kerabatnya Ayahmu jika kamu tidak ingin ikut sambang ke sana. Pikirnya mereka, Ibu tidak mengajari kamu untuk menyambung tali persaudaraan" lanjut tutur oleh Bu Deya.

"ayo Abi, tidak usah berlama-lama, ini sudah pukul jam 7 lebih, supaya nanti pulangnya tidak kesiangan" ucap Pak Marbun.

"iya sebentar lagi, aku masih belum selesai makan" sahut Abi.

Sembari menunggu Kakaknya yang belum kelar makan, Ana pergi ke kamar mandi untuk buang air besar/pup. Hingga dia selesai pup, kakaknya masih belum menghabiskan makanannya. Ana merasa kesal dan mengira jika kakaknya memang sengaja mengulur waktu makannya agar tidak jadi pergi berkunjung ke desa Weru.

"apakah jadi untuk pergi?" tanya oleh Ana.

"Ayo Abi" ucap Bu Deya.

"iya sebentar, jangan terburu-buru" sahut Abi dengan ketus.

Setelah sekian lama membujuk Abi yang sangat keras kepala, akhirnya Abi beranjak untuk mempersiapkan diri. Dengan raut wajah kesal dan marah sembari menghentakkan langkah kakinya, ia pergi ke dapur dan meletakkan piring, setelah itu ia masuk ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan membasuh wajah, lalu ia berjalan menuju ruang tengah, membuka lemari dan memilih baju untuk dipakainya.

"nanti jangan lama-lama kalau di sana, yang punya motor menunggu agar motornya secepatnya dikembalikan" ungkapnya dengan wajah murung.

"tidak lama, Ayah juga telah memberitahukan kepada Bu Fisa untuk mengembalikan motornya sebelum menjelang sore" sahut Pak Marbun.

"hanya beberapa kerabat saja yang akan kita kunjungi" tutur Bu Deya kepada Abi.

Mereka berangkat ke desa Weru pada pukul setengah delapan. Mereka menyambangi rumah mertua Taka terlebih dulu, sedangkan Taka yaitu Kakak laki-laki tiri dari Ana dan Abi sekaligus anak kandung dari Ayahnya Ana dan Abi. Setelah sambang dari rumah mertuanya Taka, maka mereka menyambangi rumah adiknya Pak Marbun dan dilanjut menyambangi rumah darii kerabat yang lainnya.