Chereads / Lintas Angkasa / Chapter 3 - BAB 3 : Rintikan Air Hujan

Chapter 3 - BAB 3 : Rintikan Air Hujan

"Apa sih kalian!" ketus Reya setelah mendengar godaan Gee.

"Arga selalu suka sama lo sejak awal masuk Reya, Emangnya lo gak ada perasaan sedikit gitu buat dia?"

"Kita gak pernah akur sama Zigveorus."

"Jangan jadiin itu alasan, kita gak akur juga karena peringkat kelas bukan yang lain," pungkas Flo membuat Reya terdiam.

"Ck! Entah lah. Kita disini ngumpul hanya bahas anggota Zigveorus aja?" ketus Reya memutarkan kedua bola matanya.

"Salah tingkah," ledek Gee membuat ketiga nya tertawa lepas.

Reya pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Hampir 2 jam lebih berkumpul di cafe tersebut, canda tawa yang mereka keluarkan membuat orang-orang sekitar menoleh ke arah mereka termasuk Angka. Angka mendekati keberadaan Eca yang saat ini sedang menyeruput minuman yang ia pesan.

"Ayo pulang.. ."

"Apa? Aku belum ingin pulang," sahut Eca mendongak keatas menatap wajah Angka yang sangat tampan jika dilihat dari bawah keatas.

"Bang Pati kirim pesan ke aku, kamu gak boleh pulang terlalu larut."

"Emangnya kamu udah gak ngumpul lagi sama mereka?" tanya Eca kembali sembari menunjuk Zigveorus yang saat ini menatap dimana Angka berdiri.

"Tenang aja."

"Guys gue pulang duluan, gak papa kan? Gue- ," pinta Eca yang belum selesai berbicara lengan nya kembali ditarik oleh Angka.

"Angkasa?!"

"Kenapa lo jadi ngatur Eca?!" ujar Flo dengan nada meninggi.

"Gue udah dapet pesan sama Bang Pati, buat antar Ganesha pulang."

"Tapi kita belum selesai "

"Tapi dia gak boleh lama-lama."

"Udah-udah kok jadi ribut gini, Bang Pati udah hubungi Angka. Jadi gak papa gue pulang duluan ya Flo, Gee, Rey."

"Yaudah hati-hati Angka, titip Eca," sahut Reya yang langsung mengiyakan ucapan Angka detik itu juga.

•••••••

Tempat Parkir

"Apa benar Bang Pati beneran mengirimkan pesan ke kamu, Ka?" tanya Eca memastikan kalau Angka betul-betul mendapatkan pesan dari saudara laki-lakinya.

"Kenapa? Kamu gak percaya?"

"Bukan, kali aja ini alasan biar kamu bisa jalan bareng aku?" ledek Eca dengan tersipu malu membuat laki laki tersebut menghela napas melihat tingkah wanita yang saat ini berada di sampingnya.

"Udah jangan terlalu berkhayal," jawab Angka dengan singkat dan mengacak-acak puncak kepala Eca.

"Enggak, ini bukti nya sekarang aku jalan sama kamu, Ka," gumamnya dengan nada pelan.

"Ayo naik."

Saat motor Angka melaju tiba-tiba saja Eca dengan tersontak menepuk bahu nya dan langsung memberhentikan motornya.

"Tunggu- ,"

"Apalagi Ca?" tanya Angka yang langsung menengok ke samping untuk mengetahui apa permintaan Eca kali ini.

"Ini Angka beneran mau bawa Eca pulang?"

Mendengar pertanyaan polos wanita yang kini duduk di jok belakang motornya membuat Angka tersenyum tipis, kemudian kembali memasang wajah dingin nya seakan-akan Eca tidak boleh melihat dirinya tertawa karena tingkah dan ekspresinya saat ini.

"Iya pulang."

"Kirain mau ajak Eca kemana gitu," gumam Eca memelankan suaranya.

Mendengar permintaan Eca, Angka kembali melajukan motornya, namun siapa sangka hampir sejam lebih Angka membawa Eca mengelilingi lingkungan seminyak Bali, dari raut wajah Eca yang terlihat di spion motor nya, terlihat jelas Eca tersenyum dan menikmati kebersamaan nya bersama dirinya.

'Eca jangan senyum gue mohon!' batin Angka yang saat ini matanya sesekali menatap wajah Eca.

Bagi Angka, senyuman Eca bagaikan gulali manis yang ingin ia makan ketika Eca tersenyum lebar tanpa adanya beban.

Tiba-tiba tanpa diundang suara petir kembali terdengar seperti sore tadi, bulan yang tadinya bersinar lebih terang kini terhalang awan hitam, rintikan air mulai berjatuhan diatas kepala Eca dan Angka.

Ketika Angka ingin meminggirkan motornya, Eca kembali menolak untuk berhenti. Baru kali ini Eca meminta dirinya terus berjalan ditengah hujan yang lumayan deras.

"Ca nanti kamu sakit," ujar Angka memelankan motornya.

"Nggak, kan ada Angka!" sahut Eca yang saat ini tubuhnya telah basah kuyup.

"Aku bukan dokter, Ca."

"Iya tau kok, tapi Angka pasti ngerawat Eca hehe," pungkas Eca sembari tersenyum lebar membuat Angka menghela napas.

"Udah-udah kita minggir dulu, makin deres soalnya," tegas Angka, langsung menepikan motornya di salah satu halte yang mereka singgahi.

Tidak lama kemudian Angka melihat tangan Eca mulai menggigil, kini lekukan tubuh Eca dari baju nya yang basah betul-betul terlihat jelas dan menatap Eca hari ini menggunakan rok diatas lutut yang jelas sudah pasti saat ini Eca kedinginan.

"Besok-besok kalo ngumpul jangan pake rok yaa Ca."

Eca yang tersontak dengan ucapan Angka langsung melihat rok nya, berpikir merasa ada yang salah "Kenapa?"

"Pokok nya jangan. Apalagi kalo gak ada aku.. ."

"Hmm.. Pasti Angka takut Eca di ganggu sama cowok lain kan?"

"Tapi tenang aja Ka, Eca tetep pada Angka," tambah nya menempelkan tangan nya ke dada sembari tersenyum tanpa ada rasa beban.

"Mulai deh pedenya."

"Oiya satu lagi Ca," ucap Angka yang saat ini benar-benar menghadap ke arah Eca.

"Hm?"

"Jangan senyum-senyum kayak gitu lagi di depan aku."

"Loh kenapa? Angka gak suka?" tanya Eca yang saat ini mendatarkan raut wajah nya.

"Iya," sahut Angka dengan singkat membuat Eca terdiam dan menunduk sembari mengelus lengan tangannya berusaha untuk menghangatkan dirinya.

Hampir lima belas menit hujan tidak kunjung berhenti, melihat bibir Eca memucat dan sedikit membiru, Angka langsung melepas jaket yang ia pakai karena kebetulan hari ini ia memakai jaket kulit yang bisa dibilang cepat mengering jika basah

Mendapati sebuah jaket hitam legam menempel di tubuhnya, membuat Eca menoleh dan sedikit tersenyum.

"Nanti Angka kedinginan."

"Udah kamu pake aja," sahut Angka yang saat ini otot dan dada bidangnya tersebar luaskan di pinggir halte dan diperhatikan beberapa orang yang juga sedang berteduh.

Dengan rambut nya sedikit basah, wajah nya yang tegas nan tampan, serta kaos oblong hitam nya yang sedikit mengetat menutupi tubuh kekarnya, membuat Eca sesekali menatap Angka mencuri kesempatan.

'Astaga Angkasa ganteng banget, Ciptaan tuhan mana lagi yang kau dustakan,' batin Eca.

'Kalo kayak gini Eca gak akan kuat, rasanya pengen nyatain aja sekarang. Tapi takut di tolak,' batin Eca terus berbicara dan melayang-layang dalam pikirannya.

Mata nya yang saat ini menatap Angka, menggigit bibirnya yang secara tak sengaja menandakan dirinya terpesona dengan keindahan wajah dan tubuh Angka.

"Neng, pacar nya di tatap aja. Tapi emang ganteng sih," ujar ibu-ibu tepat berada di sebelahnya membuat dirinya berdeham lalu tersenyum semringah dan berpikir apa dirinya sangat cocok jika berpasangan dengan Angka.

"Ekhem Ekhem," deham Eca berulang kali membuat Angka menoleh ke arah nya.

"Kenapa Ca? Aus?"