"Caa.. ,"
"Ka jangan tinggalin Eca, Angka beneran gak suka sama Eca ya.. ," ucap Eca dengan suara lirih nya membuat Angka terdiam sejenak, melamunkan sesuatu yang membuat dirinya menatap Eca amat dalam.
"Aku gak bisa janji Ca," sahut Angka dengan pelan dan kemudian kembali membangunkan Eca dengan sedikit keras.
"CA! BANGUN!" teriak Angka sembari menendang kecil kursi yang Eca duduki.
"Masih ngantuk tau," keluh Eca mengucak-ucak pinggiran matanya.
"Kok Angka sih yang kesini?"
"Ya, emang kenapa?"
"Gak mau!" ketus Eca langsung berdiri dan mengambil handuk nya.
"Eca marah ya? Maaf ya Caa," sambung Angka memegang lengannya.
Eca hanya terdiam dan menatap tangan kekar Angka mengeratkan ke lengan nya membuat dirinya harus menepis tangan Angka.
"Enggak, Eca cuma capek aja. Angka keluar Eca mau mandi,"
"Ikut!" goda Angka membuat mata Eca terbelalak dan tersipu malu.
"Angkasa!!" teriak Eca sembari mendorong Angka keluar dari kamarnya.
Setelah Angka keluar, Eca masih berada di balik pintu kamarnya, ia merasa jantung nya masih berdetak tak beraturan sejak Angka memegang lengan nya dan meminta maaf padanya, ia selalu berpikir kenapa Eca mudah sekali menghilangkan rasa kesal nya pada Angka.
"Angka punya kepribadian ganda kali ya? Sebentar baik, sebentar dingin kayak kulkas,"gumam Eca yang kemudian berjalan ke arah kamar mandinya.
°°°°°°
18:30
Setelah 30 menit Eca membersihkan dirinya ia berjalan keluar dari kamarnya, melihat Angka dan Ibunya sedang berbicara dan senda gurau.
Angka yang melihat Eca menuruni anak tangga, menatap cewek imut yang berada di depannya sangat dalam.
'Cantik,' batin Angka melihat Eca menggunakan celana training dan kaos oblong oversize berwarna abu-abu pekat serta rambut nya di cepol tak beraturan menambah sensasi raut wajah imutnya.
"Assalamualaikum," ucap dari balik pintu rumah Eca, yang terdengar suara pati dan melihat nya masuk menyodorkan tangan nya ke arah tante Yora, membuat lamunan Angka buyar.
"Waalikumsalam, udah pulang."
"Tumben amat pulang cepet," celetuk Eca yang langsung duduk di meja makan tepat berada di hadapan Angka.
"Eh ada calon iparrr," sambut Pati membuat Eca mengkerutkan keningnya.
"Sok sokap banget," ketus Eca tersenyum sinis.
Melihat adik perempuan nya, sedari tadi mendumal perkataan dirinya, pati langsung memeluk Eca dari belakang dan mengelus puncak kepalanya
"Kenapa ciii sewot mulu sama Bang Pati, Malu di liatin Angka tuh."
"Iya kamu kenapa sih Ca? Dari pulang tadi suasana hati mu gak baik, heran mama," keluh Ibunya membuat Angka mengeluarkan suara.
"Mungkin karena.. ," ucapan Angka melambat sembari menoleh ke arah Eca, membuat Eca berpikir ia akan memberitahu kalau suasana hati Eca memburuk karena dirinya.
"Karena apa?" tanya Bang Pati.
"Karena laper kayaknya tan, Eca laper kan?"
Mendengar pernyataan dan pertanyaan Angka membuat Eca menghela napas, lagi-lagi ia dipatahkan oleh ucapan Angka yang jauh dari ekspetasinya, Raut wajah nya memancarkan aura buruk yang tak pernah ia keluarkan selama ini, kening nya terus mengerut serta mendatarkan raut wajahnya.
"Iya, Eca laper sampe-sampe mau makan semua nya!"
"Kayak nya ada yang kesel nih, jawaban nya gak sesuai ekspetasi nya mah," ledek Pati membuat Eca mendengus sebal.
"Maksud kamu?" tanya Ibunya.
"Enggak-nggak."
Setelah selesai makan malam dan berbincang pada Ibu dan Pati, Angka berpamitan untuk pulang.
"Tante, Angka pamit pulang dulu ya. Takut dicariin orang rumah sih," ujar Angka.
"Oh iya makasih banyak ya udah anter pulang Eca tadi."
"Eca anter Angka keluar ya," tambah ibunya mendorong Eca yang sedari tadi terdiam karena suasana hatinya tak kunjung membaik.
°°°°°°
Depan Rumah
Angka mengeluarkan motornya, dan segera berpamitan dengan Eca. Melihat Eca tak berekspresi membuat Angka menyentuh kedua pipi Eca dan meremas pelan karena gemas degan tingkah Eca saat ini.
"Jangan cemberut aja dong Ca, aku mau pulang ini."
Eca masih tetap tidak bergeming mendengar rayuan Angka dan sengaja memegang pipinya. Namun tiba-tiba Angka menarik cepolan rambut Eca membuat rambutnya kembali terurai menutupi leher panjang nya.
"Angka! Eca susah tau cepolinnya," keluh Eca dengan mendengus kesal.
"Besok-besok kalo ada aku, rambutnya jangan di cepol kayak gitu ya."
"Kenapa? Eca kan gerah."
"Aku gak suka, Rambut Eca lebih indah di biarin gini aja," ujar Angka sembari memegang ujung rambut Eca, membuat Eca menepis tangan Angka karena membuat dirinya salah tingkah secara diam-diam.
"Eca jangan cemberut lagi ya."
"Eca bingung deh sama Angka. Angka nyuruh Eca jangan cemberut tapi Angka juga gak suka liat Eca senyum," tegas Eca dengan nada pelan.
"Bukan gitu Ca, Aku nyuruh kamu gak senyum bukan berarti kamu sepanjang hari manyun terus."
"Udah lah lagian Eca kayak gini karena hal lain."
"Karena apa?"
"Udah.. Katanya Angka mau pulang," sahut Eca mengalihkan pembicaraan.
"Aku pulang, kamu jangan manyun terus ya nanti cantiknya ilang," ucapan Angka yang lembut seakan-akan membuat Eca berdeham dan terhipnotis karena bujuk rayuannya
"Besok sekolah, Angka jemput ya. Selamat istirahat bintangnya angkasa," tambah Angka mengelus puncak kepala Eca dan pergi dari hadapan Eca.
Baru saja ingin menaiki motornya, jari jemari Eca kembali menahan stang motor yang ingin laki-laki tersebut lajukan, kerutan di dahi wanita muda yang saat ini menatap tak percaya hanya membuat Angka sedikit memajukan wajahnya ke hadapan Eca.
"Kenapa, Ca?"
"Setelah ini kamu mau kemana?"
"Aku mau ke basecamp Zigveorus, setelah itu pulang," jawab Angka membuat Eca langsung melonggarkan genggaman tangan pada stang motornya.
'Lagi-lagi Angka bohong.. ,' batinnya.
"Oh.. Kalau gitu hati hati ya, Ka."
Melihat kepergian Angka dari hadapan nya hanya membuat Eca mendongak merasakan rintikan air yang masih menetes dari sisa sisa hujan tadi. Ia tahu kalau Angka tidak hanya ke basecamp Zigveorus, karena hampir setiap pagi ia melihat bekas luka pada tubuh laki laki tersebut. Entah pada lengan, kaki, atau wajahnya.
"Aku tau Ka, aku tau apa yang kamu lakukan selama ini.. Geng motor Zigveorus gak cuma sekedar perkumpulan motor biasa."
°°°°°°
Pukul menunjukan sepuluh malam, mata Eca masih terus menatap laptop karena mengerjakan tugas makalah yang harus dikumpulkan besok. Jari Jemari nya terus mengetik tanpa henti sama seperti mulut nya yang tak kunjung berhenti mengunyah, karena memakan sepotong kue tart.
Pintu sedikit terbuka Pati yang tidak sengaja melihat Eca masih menatap layar laptop nya membuat Pati masuk ke dalam kamarnya.
"Sibuk banget kayaknya."
Mendengar suara masuk ke telinganya Eca hanya mengangguk tanpa melihat siapa yang berbicara.
"Tadi kamu kenapa Ca?"
"Kenapa apanya?" tanya Eca berbalik nanya secara spontan.