Tepat pukul 5 sore, akhirnya kami sampai di Kota Jakarta setelah melewati Jalan Tol. suasana kota begitu ramai, macet sudah pasti karena jam dimana orang-orang pulang dsri kantor, rasa capek ku kini berganti dengan rasa kesalku karena macet. Sungguh keadaan seperti ini membuatku sedikit emosi, dimana saat ini aku sudah kebelet pipis namun tak ada tanda mobil bergerak aama sekali, hingga akhirnya Alan menatapku aneh karena tak bisa duduk dengan tenang.
" Ada Apa Fee? "
" Hmmm..anu mas..aku kebelet pipis..ihss.." jawabku dengan mencebik
" Sabar Ya , habis ini kita berhenti di POM bensin depan sana." Dion menimpali
" Memangnya tiap hari jalanan kayak gini ya Mas?"
" Iya, inikan hari kerja kalau sore pasti macet karena orang pulang kerja."
Aku hanya terdiam sambil mengalihkan pikiranku ke jalanan. Hingga tak lama kemudian aku pun dampai di Pom bensin, segera aku keluar dari dalam mobil dan beringsut mencari kamar mandi yang ada di Pom bensin. Setelah aku selesai mengeluarkan air kemih ku, segera aku menuju Mobil Mas Dion yang sudah menungguku. Aku segera masuk kedalan mobil itu.
" Sudah Lega Fee?" Tanya Mas Alan dengan tersenyum ke arahku
Aku hanya mengangguk saja
" Loh Pak Dion mana?" tanyaku celingukan
" Dia juga sama sepertimu, kebelet Pipis." Jawabnya dengan terkekeh
" Memang Mas Alan gak mau pipis juga?" Tanyaku seraya mrncrbikkan bibirku.
" Hmm aku belum mau pipis, nanti saja kalau sudah sampai." Ucapnya dengan menyalakan mesin mobilnya
Aku bingung kenapa tiba-tiba Mas Alan yang jadi nyetir mobilnya
" Loh Mas Alan bisa nyetir mobil toh?" tanyaku heran
" Hmm belum begitu mahir seh, tapi dicoba dulu lah Fee." Ucapnya dengan mengulum senyum
" Duh kalau dia belum bisa nyetir Mobil bisa-bisa nabrak sono sini nantinya." Monologku
" Kok di coba seh Mas, jangan deh mas, biarkan Pak Dion yang nyetir lebih aman." Kawabku dengan nada khawatir
" Kasihan Fee dia gak ada yang gantiin, biar aku aja yang nyetir kali ini." Ucapnya dengan tersenyum
Aku sudah tak bisa menanggapinya lagi walau dalam hati ini sudah cemas kalau dia benar-benar tidak bisa mengemudikan mobil pak Dion. Tak lama kemudian, aku lihat Pak Dion sudah keliar dari arah toilet pria, setelah itu dia masuk kedalam mobil di sisi sebelah kemudi.
Nampak wajahku sedikit menegang saat Mas Alan sudah mulai melajukan mobilnya. Dalam hati sudah was-was saja saat ini, namun Mas Alan yang melihat diriku dari spion tengah nampak tersenyum melihat ke arahku.
" Kita Ke Rumah sakit besok ya Fee, kayaknya kemalaman kalau hari ini nengok Emak Tonah. Jam besuk sudah gak ada." Ucap Adam dengan menatap ke arah depan jalan
" Oh ..Iya Mas, tapi..nanti aku tidurnya dimana ?" tanyaku sedikit ragu
" Oh itu, sementara kamu tinggal sama aku duli ya di komtrakan, besok baru sewa kontrakan." Jawabnya enteng.
" Iish mana boleh begitu mas, kita kan bukan muhrim."ucapku menolak
" Kita gak tidur sekamar Fee , kalau kamu tidak mau tidur di kontrakanku kamu mau tidur di Rumah Pak Dion?" ucap Alan
" Uhuk..uhuk..uhuk."
Seketika aku melihat Pak Dion terbatuk-batuk saat meminum air putihnya
" Alan, apa maksudmu? Dia tidak boleh tinggal bersamaku." Tolak Dion dengan mencebik.
Alan hanya tersenyum dan sesaat melihat ke arahku yang kini terlihat bingung
" Ehmm ya sudah aku sementara tinggal bersama Mas Alan, tapi apa nanti kita gak akan kena gebrek mas?"
" Aku akan lapor ke Pak Rt kalau kau adalah saudaraku ."
" Oh baiklah Mas."
Akupun setuju karena tidak ada pilihan lain selain untuk tinggal sementara bersama mas Alan, tak lama kemudian telepon ku berdering kembali. Ya sejak tadi pagi telepon ku selalu berdering tanpa aku sempat mengeceknya kembali.
Kali ini aku keluarkan teleponku dan ku buka notif siapa yang saat ini sedang menelpon ku.
" Om Arul."
" Tante Viona."
" Viko."
" Fandi"
" Nek Ratih."
Dan sederetan nama teman dan juga mantan-mantanku. Aku pun membuka satu pesan yang baru masuk dari om Arul
[ Mas Kangen Fee, kenapa kamuntak menjawab teleponku, aku rindu dengan suaramu.]
Aku pun menutup layar teleponku, lalu kumasukkan krmbali kedalam tas ku.
Aku bersender dan memikirkan Hidupku saat ini, hidup tanpa orang tua sedari kecil membuatku menjadi sosok anak yang kuat dalam menghadapi peliknya kehidupan. Meski Nek Ratih juga menyayangiku namun dia lebih banyak memanfaatkan diriku. Andai Emak Tonah yang merawatku sendiri saat itu, mungkin aku tak akan kekurangan kasih sayang saat ini. Namun karena himpitan ekonomi , Emak Tonah terpaksa harus pergi jauh demi untuk bisa menghidupiku.
Tapi kini Emak Tonah ku terbaring tak berdaya, di usia yang sudah udzur sudah seharusnya aku yang merawat dan mencari nafkah buat Emak. Aku terlalu bodoh saat itu, kenapa aku tak mencari kerja setelah lulus sekolah malah menuruti Nek Ratih untuk mengurus Rumah saja.
Ditengah lamunanku, akhirnya mataku tiba-tiba sudah berat saja, aku pun akhirnya tertidur, mungkin karena perjalanan jauh yang tak biasa aku rasakan membuatku sangat kelelahan dan ingin tidur saja.
....
" Fee, bangun.. Kita sudah sampai."
Samar-samar aku mendengar suara orang yang tengah membangunkan diriku
" Fee..ayo bangun, lanjutkan tidur di dalam saja."
Ucap Alan dengan menepuk pipi Shafeeya yang terlihat mengercapkan matanya
" Sudah sampai?" tanyaku dengan segera mengumpulkan nyawaku yang hilang karena tidurku.
" Sudah sampai, cepat keluar ." titah Alan
" Iya Mas..hoam" ucapku dengan menguap
Aku pun segera keluar, Mas Alan ternyata sudah mengeluarkan semua barang-barangku dari dalam bagasi mobil.
" Sudah semuanya?" tanya pak Dion
" Sudah, terima kasih sudah mengantarkan kami sampai sini. "
Ucap Alan kepada Dion
" Sama-sama, aku mau balik dulu. " pamit Dion
" Hati-hati. " ucap Alan sembari menepuk pundak Dion
Dion pun mengangguk dan segera berlalu dari hadapan kami menuju mobilnya dan langsung melajukan mobilnya hingga tak nampak mobil itu kembali.
" Apa kau masih mau tinggal diluar?" ucap Alan memekik saat melihatku hanya terdiam di teras kontrakannya.
" Oh iya Mas, aku masuk." Jawabku dengan melangkahkan kaki mengekori Mas Alan
Mas Alan orangnya baik, dia tak pernah berbuat macam-macam saat kemarin malam aku tertidur pulas dikamarnya sewaktu di Hotel.
Aku pun percaya dia tak akan macam-macam saat aku tinggal bersamanya malam ini.
" Itu kamarmu, koper dan tasmu kamu bawah masuk sendiri. Masing-masing kamar ada kamar mandi, di dekat dapur juga ada kamar mandi. Oh ya, itu kamarku kalau ada apa-apa kamu bisa mengetuk pintunya terlebih dahulu."
Mas Alan nampak menjelaskan sisi-sisi ruangan yang ada di Rumah kontrakan ini.
" Hmm Rumah kontrakan ini cukup gede juga, bersih dan ada 3 kamar. Gajinya pasti gede bia menyewa Rumah sebesar ini." Monolog ku dalam hati
" Kamu istirahat lah dulu. Besok pagi aku antarkan menemui Emak Tonah, aku juga sudah capek.jangan lupa bersihkan diromu sebelum tidur agar badanmu segar dan tidurmu nyenyak." Celetuk Mas Alan
Aku pun menganggukkan kepalaku dan segera melakukan apa yangbia titahkan saat ini kepadaku.
Koper dan tasku lalu aku masukkan kedalam kamarku saat ini. Lalu aku bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah itu aku mulai tidur untuk menghilangkan rasa capek ku selama perjalanan jauh kami.
" Tak sabarnya bertemu dengan Emak Tonah besok." Ucapku drngan tersenyum bahagia.
Entah sudah berapa lama Emak Tonah tak pulang ke Rumah, terakhir pas Lebaran tahun kemarin. Aku pun menyusun sebuah rencana nanti setelah Emak Tonah sudah sembuh , aku akan mencari kerja disini dan mulai hidup bersama dengan Emak Tonah di Jakarta dan membahagiakan Emak di usia senjanya.
Bersambung...