"Kok aku jadi kepikiran tentang pernyataan cinta Arina waktu itu ya. Apa karena aku kelelahan?" pikir Jordan.
"Lebih baik kutanya langsung deh," pikir Jordan lagi.
Jordan kemudian berniat untuk membangunkan Arina. Namun, niat itu diurungkannya karena tak tega melihat Arina yang sedang tidur pulas menjadi terbangun.
Jordan akhirnya hanya memandangi jendela selama perjalanan. Ketika sampai di Tanah Merah, barulah ia membangunkan Arina. Namun, ia lupa bahwa ia ingin berbicara kepadanya dan baru ingat ketika sudah berada di asrama. Pada keesokan harinya ...
Tok ... tok ... tok ...
"Siapa sih, pagi-pagi begini sudah mengganggu," ucap Jordan tak lama setelah membukakan pintu masuk.
"Hei jangan mentang-mentang hari ini hari Sabtu, kau bisa bermalas-malasan ya," balas Arina.
"Memangnya ada apa lagi? Kan semua urusan taman sudah selesai dan Ayana juga sudah bilang kalau akan menutup taman hari ini untuk evaluasi. Kapan lagi aku bisa beristirahat seharian," ujar Jordan.
"Yah jangan begitu, temani aku berbelanja dong. Aku kehabisan bahan pokok untuk memasak," balas Arina.
"Itu kan bukan urusanku," ucap Jordan.
"Ih jahat sekali ..." balas Arina.
"Ya sudah tunggu sebentar. Aku mau ganti pakaian dulu," ucap Jordan.
Walaupun sempat mengeluh untuk beberapa saat, namun Jordan pada akhirnya tetap menemani Arina berbelanja di toko swalayan terdekat.
"Selamat tinggal, liburanku yang indah," gumam Jordan.
"Jordan, jangan seperti itu lah. Kutraktir makanan deh sebagai imbalan karena sudah mau menemaniku," balas Arina.
"Asik," ucap Jordan. Ekspresinya berubah 180 derajat.
"Giliran dikasih makanan, langsung menurut. Kamu ini manusia apa kucing sih?" tanya Arina.
"Terserah lah, yang penting makanan gratis," jawab Jordan.
Jordan dan Arina kemudian memasuki toko swalayan untuk berbelanja kebutuhan pokok. beberapa jam kemudian, mereka selesai dan mampir di sebuah restoran.
"Mau pesan apa?" tanya Arina.
"Kopi satu," jawab Jordan.
"Hanya kopi? Ayolah, pesan makanannya juga. Kamu kan belum makan dari pagi," balas Arina.
"Ya sudah, aku ikut pesanan kamu saja," ucap Jordan.
"Tentu," balas Arina.
Arina kemudian memesan makanan untuk dirinya dan juga untuk Jordan. Tak lama kemudian, seorang pelayan membawa pesanan makanan Arina dan Jordan.
"Aku jadi ingat dengan masa lalu kita berdua," ucap Arina.
"Masa lalu? Yang seperti apa?" tanya Jordan.
"Dahulu saat SMA, kita sering makan berdua seperti ini juga kan?" jawab Arina.
"Oh yang itu. Benar juga ya," ucap Jordan.
"Di saat SMA itu juga kan kita bertemu," balas Arina.
"Ya. Dulu sifatmu jauh lebih baik loh dibandingkan dengan saat ini," ucap Jordan.
"Maksudnya?" tanya Arina.
"Kamu lebih lemah lembut dan santai. Pokoknya berbeda jauh lah," jawab Jordan.
"Jadi maksudmu sekarang aku ini ..." ucap Arina.
"Barbar," balas Jordan.
"Terserah kamu saja deh," ucap Arina. Ia lalu mencubit pipi Jordan.
"Aduh, sakit!" balas Jordan.
"Hmph!" ucap Arina.
"Yah, jangan seperti itu dong. Aku minta maaf deh," balas Jordan.
"Ya sudah. Aku maafkan," ucap Arina.
"Kembali ke topik utama. Seingatku, kita juga dulu tak sedekat ini kan?" balas Jordan.
"Ya. Dulu kita bahkan hampir tak pernah bicara satu sama lain. Kukira kamu ada masalah denganku," ujar Arina.
"Hmm ... Saat hari pertama masuk ke sekolah ya ..." balas Jordan.
...
...
...
Pagi itu merupakan hari pertama bagi Jordan untuk masuk ke SMA. Beberapa saat setelah masuk ke kelas, banyak murid perempuan yang sudah mengerumuni sekitaran tempat duduk Jordan.
"Jordan, bagi nomor ponselmu dong,"
"Kenalan yuk!"
"Boleh nggak aku duduk di sebelahmu?"
Semua perkataan dari mereka hanya dibalas Jordan seadanya. Ia terus mengulur waktu sambil sesekali tertawa kecil. Pandangannya tertuju pada seorang perempuan yang duduk di pojokan kelas. Ia sedang asyik memainkan ponsel miliknya dan sesekali mengobrol dengan orang yang menyapanya. Ia adalah satu-satunya perempuan yang tidak berada di sekitar tempat duduk Jordan saat itu. Pada siang harinya ...
"Jordan, mau pulang bareng?" tanya salah satu teman lama Jordan.
"Tidak, terima kasih. Lain kali saja ya," ucap Jordan.
"Oke," balasnya.
"Oh ya, apa kamu tahu soal perempuan yang duduk di pojokan kelas tadi pagi?" tanya Jordan.
"Hahaha, memangnya kenapa? Apakah kamu suka padanya? Kamu kan sudah memiliki banyak penggemar, masa masih mau nambah," balasnya.
"Tidak. Aku hanya penasaran saja," ucap Jordan.
"Namanya Arina. Dia adalah salah satu murid yang mendapat nilai tertinggi saat tes masuk di sekolah ini loh. Bisa jadi saingan beratmu nih," balasnya.
"Kamu sudah bicara dengannya?" tanya Jordan.
"Sudah. Dia cukup nyaman kalau diajak bicara. Sifatnya juga lemah lembut. Pokokya luar biasa deh," jawabnya.
"Ya sudah deh kalau begitu. Terima kasih atas infonya," balas jordan.
Teman Jordan tersebut kemudian pergi.
Butuh berhari-hari bagi Jordan untuk mengetahui tentang siapa Arina sebenarnya. Ia mencari informasi melalui sahabat-sahabatnya dan juga sesekali mengikuti Arina sepulang sekolah. Usahanya membuahkan hasil. Beberapa bulan kemudian, ia dan Arina sudah bisa menjadi teman dekat.
...
...
...
"Tunggu sebentar, jadi saat itu kamu beberapa kali mengikutiku pulang sekolah?" tanya Arina.
"Ya. Apakah ada yang salah?" balas Jordan.
"Ya jelas salah lah kalau begitu. Seharusnya kamu langsung bertanya saja. Aku kan juga pasti akan menjawabnya," ucap Arina.
"Ya deh, maafkan aku," balas Jordan.
"Tetapi ya, karena hal itu juga aku bisa tahu semua tentangmu. Mulai dari aktivitasmu sampai bahkan makanan kesukaankmu," ujar Jordan.
"Hahaha, memang kamu ini suka menguntit ya," balas Arina.
"Dan pada akhirnya pun, kita malah jadi bersaing dalam hal nilai. Kuakui. Jika saat itu aku tidak serius, nilaimu pasti jauh diatasku," ujar Jordan.
"Soal itu juga aku masih bingung. Mengapa nilaiku hampir tidak pernah diatasmu," balas Arina.
"Mungkin karena aku jenius," ucap Jordan.
"Halah jenius. Dilihat dari mananya?" balas Arina.
"Ah ya sudah lupakan saja. Tapi yang aku suka darimu itu yah ... Kamu mau bertanggungjawab atas semua kesalahanmu. Kamu tidak pernah melarikan diri dari kesalahan," ujar Jordan.
"Masa sih? Aku malah tidak menyadarinya," balas Arina.
"Kamu nya saja yang kurang peka," ucap Jordan.
"Mungkin," balas Arina.
"Hahaha, bahkan hal kecil seperti ini bisa membawa kenangan masa lalu yang indah," ujar Jordan.
"Ya benar juga. Di samping itu, kita kan sudah cocok satu sama lain. Mengapa kita tidak menikah saja?" tanya Arina. Ia mengatakannya dengan nada sedikit bercanda.
Namun, Jordan menanggapinya dengan serius. Ia sudah memikirkan tentang hubungannya dengan Arina yang masih menggantung sejak Arina menyatakan cintanya.
"Baiklah. Aku mau menikah denganmu. Kapan aku bisa bertemu dengan orangtuamu?" tanya Jordan.
Arina terkejut ketika mendengar perkataan Jordan. Ia tidak menyangka bahwa Jordan akan menanggapinya secara serius.
"Lucu sekali. Tetapi aku tidak akan tertipu dengan perkataanmu," jawab Arina.
"Aku serius. Aku akan datang ke rumah orangtuamu untuk membahas detailnya," balas Jordan.
"Sudahlah, jangan bicarakan itu sekarang. Lebih baik kita berangkat saja sekarang. Tidak enak kalau kita berada di sini terlalu lama," ujar Arina untuk menghindari pembicaraan.
"Padahal aku sedang serius. Kenapa malah dia menganggap aku bercanda?" pikir Jordan.
Pada akhirnya, Jordan dan Arina kembali ke asrama masing-masing tanpa bisa mendapatkan jawaban yang pasti tentang hubungan mereka.