~Di saat Tuhan memilih seseorang untuk memberi cahaya di balik gelapnya awan~
-
-
-
-
-
-
-
⭐⭐⭐
Setelah mengumpulkan kardus untuk rumah ku, akhirnya aku memutuskan untuk kembali pulang dan membuat rumah baru yang lebih nyaman.
Hari sudah mulai pagi. Jalan semakin ramai. Dan Jakarta mulai kembali penuh dengan lautan manusia dengan aktivitas nya.
Aku pun kembali pulang dengan wajah lelah karena dari semalam harus mencari kardus kesana kemari.
Tapi ketika sampai di sana, aku tertegun sambil menarik nafas kasar. Di sana orang-orang sedang ramai karena lelaki itu masih di sana, dan sedang membagikan makanan kepada warga di sana.
Saat dia melihatku, Aku langsung memalingkan pandangan dan dengan berat hati melangkahkan kaki ku ke arahnya.
"ngapain lo bawa kardus? Gue udah bangunin rumah baru buat lo. mereka semua yang bantuin gue. Mereka baik ya" ucap nya dengan ramah
"lo nyuruh mereka bangunin rumah gue? " tanya ku kesal
"enggak, mereka yang nawarin diri buat bantuin gue. Sebagai imbalan nya gue kasih mereka makanan. Dan ini buat lo... " jawabnya masih dengan senyuman nya sambil memberikan sebuah bingkisan
"gak usah.. Gue bisa cari sendiri kok" jawab ku sambil meletakan kardus di tangan ku.
Aku duduk terdiam di kursi yang ada di sana sambil menarik nafas dalam dalam.
" Kak... " panggil seorang anak yang menghampiriku yang tiada lain adalah Danil, anak kecil yang ku anggap sebagai adik.
"Danil.. Ada apa? " tanya ku
"Kak.. Aku laper... " ucap Danil dengan lemahnya.
Aku melihat nya dengan wajah kasihan. Aku berfikir, bagaimana aku bisa membelikan nya makanan sementara aku tak punya sedikit pun uang.
Saat memandang ke samping, aku melihat lelaki itu masih berdiri di sana dengan membawa makanan yang telah ku tolak tadi. Karena tak ada pilihan lain, aku pun menghampiri nya.
"ini buat gue kan? Oke.. Gue terima. Makasih ya.." ucap ku kemudian menghampiri Danil. Sementara lelaki itu hanya tersenyum dengan kelakuan ku.
"Danil... Ini buat kamu.. Makan yang banyak ya... " ucap ku dengan nada halus
"Ini buat aku kak? "tanya Danil girang
Aku hanya menganggukan kepala bahagia.
"makasih ya kak" ucap nya kemudian pergi dengan riang nya.
Aku pun tersenyum melihat Danil tertawa bahagia saat menerima makanan itu.
"kenapa sih lo gak bisa bersikap kayak gitu sama gue? " tanya lelaki itu tiba-tiba yang langsung duduk di sebelah ku.
"emangnya lo anak kecil" jawabku ketus
"ya seengaknya lo bisa lah sedikit lebih ramah sama gue"
"gue mau tanya deh, lo kenapa sih keras kepala banget? Lo juga belum pulang kan dari semalem? Udah lah... Lo pulang aja.. Keluarga lo pasti nungguin.. Pacar lo juga.. Jangan di sini terus.. " ucapku
"gue gak bakalan pulang, sebelum lo mau terima bantuan gue"
"bantuan apa sih? Gue kan udah bilang, gue masih punya kaki, tangan, mata, telinga, tenaga... gue masih bisa berusaha sendiri"
"gue tahu"
"ya terus?"
"lo mungkin bisa berusaha sendiri, tapi apa lo gak mikirin anak yang tadi. Dia minta makanan sama lo. Gue tahu, lo pasti bakalan kasih apa yang lo punya buat orang orang di sini. Tapi saat lo gak punya apa apa, apa yang lo bisa kasih? Dan sampai kapan lo harus ngutamain kebahagiaan mereka diatas kebahagiaan lo? Lo juga manusia. Jangan munafik deh... Lo butuh sandaran saat lo harus ngelewatin semuanya sendiri" jawabnya panjang lebar
Aku menghembuskan nafas kasar " terus mau lo apa sekarang? " tanya ku
"lo harus terima bantuan gue" jawabnya
"lo mau bantuin apa? "
"gue bakalan kasih lo kerjaan"
"kerjaan apa? Gue bisa... "
"gue tahu lo pasti nolak. Tapi kalau lo gak terima kerjaan ini gue bakalan terus ke sini bujukin lo sampe lo mau" dia memotong ucapanku
"kerjaan apa?" tanya ku dengan nada pasrah
"gue mau lo jadi asisten gue"
"hah?? " ucap ku refleks karena kaget
"enggak ahh,, ogah banget, gak ada kerjaan lain apa? " lanjut ku
"gak ada, wajah lo itu kan sama kayak pacar gue, kalau misalnya gue masukin lo ke perusahaan, apa kata orang nanti" jawab nya
"ya sama aja dong, kalau misalnya gue jadi asisten lo, semua orang pasti ngenalin gue kan?"
"ya seenggaknya mereka gak tahu kalau lo kerja sama gue. Mereka pasti bakalan ngira kalau lo itu Ismi"
"lo gak takut pacar lo marah kalau tahu? Lo terlalu ambil risiko tahu gak" ucap ku
"gue pasti bakalan nemuin dia sama lo setelah ada bukti kalau lo saudara dia " jawab nya.
"kenapa sih lo segitu yakin nya kalau gue saudara dia? " tanya ku
"gue bakalan jelasin, tapi gak sekarang "
"oke... Kapan gue mulai kerja? " tanya ku
"lusa"
"kenapa gak besok aja?"
"besok gue harus bikin lo semirip mungkin sama Ismi"
"maksud lo?" tanya ku gak ngerti
"kan gue udah bilang, di sana semua orang bakalan ngira kalau lo itu Ismi, bukan Sefa. Jadi, penampilan lo harus semirip mungkin sama Ismi"
"sebenernya lo mau gue kerja atau ngerjain gue sih? " tanya ku mulai kesal
"udah.. Poko nya besok gue jemput. Jangan lupa oke. Ya udah.. Gue pulang dulu, sampai ketemu besok" ucap nya sambil beranjak dan pergi menuju mobil hitam di pinggir jalan.
Untuk pertama kalinya, aku menerima bantuan orang lain. Dan dia menjadi orang pertama yang peduli terhadap hidupku. Aku tersenyum menatap mobil hitam yang mulai menjauh itu.
Biarkan saja... Takdir yang memilihku. Aku hanya menjalani setiap detik yang terjadi dalam hidupku ini.
Biarkan saja... Dunia yang mengungkapkan sejarah hidup yang tak pernah ku tahu ini.
Dan biarkan saja... Waktu yang memutuskan kapan aku harus bahagia.