~Aku hanyalah bumi yang tak akan pernah menyentuh langit~
-
-
-
-
-
-
-
⭐⭐⭐
Sudah hampir satu bulan aku melakukan pekerjaanku yang sangat amat mudah ini. Selama itu, aku diperlakukan dengan sangat baik oleh Geno. Dia sama sekali tak pernah memberiku pekerjaan yang berat, aku hanya di suruh untuk menemaninya setiap waktu.
Selama itu juga aku mulai terbiasa dengan pakaian mewah ini, tas mewah, high hills bermerek dan juga gaya rambut yang baru.
Entah kenapa aku merasa nyaman setiap Geno memperlakukan ku bak putri raja di perusahaan nya. Senyum nya yang tak pernah pudar membuat ku semakin kagum akan sosok yang kini ada di depan ku.
Saat aku memandangnya dengan lekat, tiba-tiba matanya menoleh ke arahku. Dan dengan refleks membuatku memalingkan wajah.
Dia hanya tersenyum melihat tingkah ku. Kemudian ia menutup laptopnya dan membereskan tumpukan berkas yang ada di hadapan nya.
Ia segera beranjak, membawa jas hitam nya dan menarik tanganku. Aku tak menolak. Entah kenapa aku seperti bukan diriku yang dulu saat bersama Geno. Dan aku akui tindakan Geno telah membuat ku luluh.
Namun segera ku tepiskan pikiran kotor yang ada di kepalaku. Aku sadar, aku bukan lah siapa-siapa. Geno hany mau membantuku dan dia telah memiliki seorang kekasih yang sangat dia cintai yaitu Ismi, nama yang ada dalam syal itu.
Lagi dan lagi, Geno mengajaku ke sebuah restoran seperti biasanya untuk makan malam. Dan malam itu memang cukup cerah sehingga membuat suasana Jakarta semakin ramai.
"Fa, lo yakin gak mau tinggal di kontrakan? Perusahaan kok yang nanggung" ucap Geno ketika kami sama-sama telah selesai makan dan sedang istirahat sejenak
"gak usah. Gue tahu kok elo yang bayarin bukan perusahaan " jawabku seakan tak ingin membahas itu.
"ya udah.. Ohh ya besok kan lo libur, gimana kalau kita weekend? Sekalian kita beli kemeja buat meeting minggu depan "
Aku tak menjawab. Aku hanya menatap nya tanpa ekspresi. Pikiranku kembali di penuhi olehnya. Kenapa dia selalu saja berbuat baik kepadaku yang jelas-jelas bukan siapa siapa? Hati wanita mana yang tidak luluh jika ada seorang laki-laki yang sangat baik dan memperlakukan kita sebagai ratu.
"Gimana? " tanya nya lagi
" oh ya, gaji lo nanti gue bakalan kasih minggu depan. Oke?" tanya nya lagi sebelum aku menjawab pertanyaan nya.
Aku masih menatapnya dan terdiam tanpa kata.
"kenapan? " tanya Geno
"gimana sama pacar lo? " tanyaku mengalihkan pembicaraan
"maksudnya? " tanya nya tidak mengerti
"kalian pasti belum ketemu kan? Dia juga pasti kangen sama lo, mendingan lo ngabisin liburan lo sama dia " ucapku dengan hati yang terasa teriris
"kenapa lo ngomong kayak gitu ?" tanya nya yang saat itu ekspresi nya mulai berubah
"udah cukup lo kayak gini sama gue. Makasihhh banget karena lo udah peduli sama gue. Gue banyak utang sama lo. Gue gak bisa bayar kebaikan yang lo udah lakuin karena gue gak punya apa-apa "
Dia menyenderkan tubuhnya di kursi dengan pasrah. Dia tak menjawab dan malah balik menatapku.
Geno menghembuskan nafas kasar "kan gue udah bilang, gue mau bantuin lo" ucapnya kemudian
"lo udah banyak bantuin gue. Gue cuman gak mau kehidupan lo jadi hancur gara-gara gue. Lagian juga, gue gak tahu harus mulai pencarian ini dari mana karena gue gak ada bukti atau petunjuk sama sekali" jawabku.
"ada satu cara"
"apa? "
"tes DNA, kalau misalnya hasil tes itu ternyata lo cocok sama Ismi berarti lo emang bener saudara nya"
"kenapa lo bisa sesemangat itu sementara gue bahkan udah nyerah"
"karena gue gak bisa.. Gue gak bisa biarin lo sendiri lagi "
Tanpa sadar aku meneteskan air mata. Untuk pertama kalinya aku menangis karena ada orang yang peduli terhadap hidupku.
"lo kenapa? Gue salah ya?" tanya nya panik
Aku segera menghapus butiran air yang telah mendarat di pipiku kemudian tersenyum ke arahnya.
"Selama ini, gue selalu hidup sendiri. Gue selalu.. Menikmati semuanya sendiri. Gue selalu nangis sendiri dan merenungi setiap takdir yang udah Tuhan kasih buat gue. Tapi sekarang... Gue baru ngerasain ada orang yang bener-bener peduli sama hidup gue... Makasih.... Geno.... " ucapku sambil berusaha menahan air mata yang tak sanggup ku bendung lagi. Dan untuk pertama kalinya, aku menyebut namanya.
Ketika itu, ketika aku juga tertunduk dalam tangisku, tiba-tiba sebuah tangan membersihkan air mata di pipiku. Dan lagi, Geno melakukan nya.
"sekarang lo gak sendiri. Lo bisa cerita apa aja sama gue" ucap Geno
Karena terlalu menikmati momen itu, tanpa sadar aku juga memegang tangan nya. Beberapa menit kemudian, secara bersamaan Kami saling melepaskan sentuhan satu sama lain dan membuat kami canggung seketika.
"emm.... Lo mau pesen lagi? " tanya nya mencairkan suasana
"enggak" jawabku singkat
"ya udah pulang yuk"
Aku hanya menganggukan kepala tanpa menjawab.
Setelah beberapa menit, aku pun telah sampai di depan plang kampung kardus. Aku turun dari mobil hitam milik Geno. Dan segera menuju rumah ku. Namun setelah beberapa langkah Geno malah memanggilku. Aku pun membalikan badan.
"temenin gue dulu yuk" ajak Geno
"kemana? "
"beli makanan buat mereka"
Aku melihat ke samping. Banyak orang di sana yang sedang memilah barang bekas. Aku pun menganggukan kepala menyetujui nya.
Kami pun berjalan bersama menuju tempat penjual nasi goreng yang tak jauh dari sana. Dan setelah sampai, kami di suruh menunggu karena pesanan yang cukup banyak.
"Mendingan lo temuin pacar lo deh. Kasian.. Pasti nungguin lo " ucap ku
"iya, nanti" jawabnya singkat
"kenapa nanti? Besok kan lo bisa? "
"gue masih belum tahu apa yang harus gue jelasin sama dia"
"dia kan gak tahu tentang gue"
"iya.. Tapi gue udah gak hubungin dia selama tiga bulan ini. Dan gue yakin dia pasti marah dan kecewa sama gue"
"apa? Tiga bulan? Kenapa? " tanya ku kaget
"gue waktu itu terlalu fokus sama lo,, dan gue gak sempet hubungin dia"
"ya udah.. Mendingan sekarang lo temuin dia dan lo jelasin semuanya tapi... Jangan pernah bilang tentang gue. Dan mendingan... Gue gak usah kerja lagi sama lo. Gue gak mau bikin hubungan lo sama pacar lo berantakan gara gara gue. Gue masih bisa kok berusaha sendiri. "
"gue gak bisa"
"kenapa? "
"karena gue harus nyelesaiin masalah lo"
"tapi gue gak bisa terima bantuan lo kalau lo lebih mentingin gue. Dan kalau misalnya lo sama pacar lo putus gara-gara gue, gue gak akan bisa maafin diri gue sendiri"
"ya udah, gue bakalan temuin dia besok ke rumah nya" ucap nya
Aku tak menjawab. Jujur.. Hatiku terasa sakit saat Geno mengatakan itu. Aku sadar, aku tak pantas merasakan ini. Tapi setiap momen yang ia luangkan dan berikan buat aku terasa seperti sebuah keindahan yang belum pernah aku dapatkan sebelumnya.
Namun, aku tak ingin larut dalam perasaan yang salah ini. Aku berusaha menepisnya jauh dari pikiran ku. Karena aku sadar, aku hanyalah bumi yang tak akan pernah menyentuh langit.