Chereads / Kesimpulan / Chapter 6 - Penasaran

Chapter 6 - Penasaran

~Banyak kata hati yang ingin ku sampaikan walau beribu duka yang ku dapatkan~

-

-

-

-

-

-

-

⭐⭐⭐

"Sefa.... Sefa.... "suara tetangga sebelah membangunkanku, namun aku tetap pada posisiku terbaring di atas tumpukan kardus yang ku sebut sebagai kasur ternyamanku.

"Sefa.... "lagi-lagi suara itu membuat telingaku seakan terbakar di pagi hari ini. Akhirnya aku menyerah dan keluar menemui tetangga yang memanggilku itu.

"ada apa mpok? "tanya ku sambil mengucek mata

Lalu tetangga yang kusebut mpok itu memberiku sebuah bingkisan yang membuat wajahku mengkerutkan kepala.

"ini apa mpok? "tanyaku sambil mengambil bingkisan hitam itu.

"tadi ada cowok yang dateng ke sini. Cowok yang waktu itu lohh.. Dia nitip ini sama mpok, dia baek bener yahh, dia juga ngasih entu sama mpok.. Dan kayaknya ntuh cowok tajir dahh.. Lu kenal dari mana? Jangan di lepasin tuhh" jawab nya sambil menepuk nepuk pundaku. Sementara aku, memasang wajah bingung kemudian kembali masuk.

Aku memandangi bingkisan hitam itu yang entah apa isinya. Aku menatapnya bingung. Cowok itu.. Cowok yang waktu itu menganggapku sebagai pacarnya selama sebulan ini selalu mengunjungiku dan membawa makanan yang membuat rumah kardusku ini di serbu banyak warga.

Aku mulai membuka bingkisan itu, dan benar tebakanku, isinya adalah makanan yang lengkap dengan minuman lezat yang sangat menggoda. Namun, rasa lapar itu hilang seketika entah kemana. Tanpa menyentuh makanan lezat itu, aku segera pergi dan membawa jaket dan ukulele ku.

Aku menaiki bus, memetik ukulele dan menyanyikan lantunan lagu tak bermelodi dengan suaraku. Walaupun sebenarnya, bukan itu tujuanku hari ini.

Setelah satu hari berkeliling mengubek Jakarta, aku belum juga menemukan lelaki berjas yang tak ku kenal itu.

Senja mulai menampakan dirinya. Tubuh yang mulai lelah meruntuhkan semangatku. Akhirnya aku memutuskan untuk istirahat di pinggir jalan di dekat persimpangan.

Tak lama kemudian, rintikan air yang jatuh menganggu waktu istirahatku. Aku pun mulai terganggu. Namun, saat akan beranjak, tubuhku seakan terhalang dari rintikan hujan yang mulai mengencang. Sebuah payung melindungi tubuhku dari basahnya air hujan. Dan saat ku lihat seseorang yang berjasa itu, aku melihatnya.

Tanpa kata, tanpa persetujuan, tanpa perintah, ia menarik tanganku. Dan tanpa membangkang, aku menurutinya. Seakan sebuah keajaiban, saat aku mencari seseorang, justru ia malah menghilang. Dan saat aku berhenti berjuang, ia malah datang dengan sendirinya.

Kami berteduh di halte bus yang sepi. Rintikan hujan semakin deras. Dan angin kencang mulai merasuki tubuh lemah ini.

Saat itu, sebuah jaket tiba-tiba menyelimuti tubuhku yang mulai menggigil. Aku terkejut, namun orang yang memberi jaket itu malah tersenyum kepadaku.

"lo ini siapa sih? Gue kan udah bilang gue bukan... "

"gue tahu"dia memotong ucapanku

"kalau lo tahu, kenapa lo lakuin ini?"tanyaku

"lakuin apa? "tanya nya seakan tak tahu

"ngapain lo ngebuntutin gue terus? Ngasih gue makanan tiap hari, emang gue gak sanggup cari makan apa? Dan sekarang lo malah sok baik nolongin gue dengan payung dan jaket ini"ucapku panjang lebar

"terus kenapa? "tanya nya enteng

"lo gimana sih? Pake tanya kenapa lagi? Gini ya... Gue kan bukan pacar lo, jadi kenapa lo lakuin ini semua sama gue?"

"gue gak ngerasa ngasih makanan itu buat lo aja kok, gue juga ngasih sama orang-orang di kampung kardus"jawab nya

"ya udah lah terserah lo. Tapi mulai besok gue gak mau terima makanan dari lo"ucapmu sambil beranjak tapi cowok itu malah memegang tanganku. Namun dengan segera aku menepisnya.

"ada apa lagi sih? "tanyaku kesal

"gue boleh tanya sesuatu? "tanyanya

"enggak" aku beranjak dan dia memegang tanganku lagi.

"ada apa? "tanya ku semakin kesal

"Sefa... Gue Geno. Gue punya pacar namanya Ismi. Dia... "

"lo mau nanya atau kenalan? "

"dengerin dulu."

Dia Melanjutkan ucapan nya yang sempat terpotong "wajah Ismi, pacar gue sama persis sama lo. Bahkan gak ada bedanya. "lanjutnya

"ya terus? " tanya ku

"lo pernah mikir gak, yang kembar aja belum tentu mirip seratus persen. Sementara lo sama Ismi sangat mirip. Bahkan sangat sangat mirip. "jawabnya

"terus lo mau apa? "tanyaku

"gue gak tahu. Apa gue harus ngasih tahu ini sama Ismi atau enggak. Atau gue nemuin lo sama Ismi. Gue gak tahu. "

"gini deh.. Kenapa lo bisa sepenasaran itu? Mungkin aja kan wajah gue sama pacar lo itu emang sama tanpa ada ikatan apa apa"

"gak mungkin. Kan gue udah bilang yang kembar aja belum tentu mirip tapi kalian bisa semirip ini"

"udahlah.. Gak usah lo pikirin. Kenapa lo mau gituh nyari tahu hal yang bukan urusan lo? "tanya ku

"Ismi itu pacar gue"

"dan pacar lo itu pernah bilang gak kalau dia punya saudara?"

"ya enggak sih"

"makanya.. Ya udah lah.. Jalani hidup lo baik baik oke"ucap ku sambil beranjak pergi

"terus gimana sama hidup lo?"tanyanya membuat langkah ku terhenti

Aku membalikan badan dan menatapnya. "maksud lo? "tanyaku

"gimana sama hidup lo? Lo gak pernah mau rasanya miliki orang tua yang utuh? Lo gak mau ngerasain hidup kayak cewek cewek lain di luaran sana yang penuh dengan mimpi mereka? "tanya nya

"gue gak perlu mimpi. Mimpi gue udah mati. Harapan gue udah hancur bahkan sejak gue lahir. Gue gak perlu orang tua karena hidup gue udah cukup bahagia tanpa mereka. Satu hal yang perlu lo tahu, jangan pernah lo ikut campur urusan gue. Dan satu hal lagi, apapun yang terjadi sama hidup gue, sesusah apa pun gue, jangan pernah lo peduli sama hidup gue. Ngerti lo " jawabku  dengan tegas.

Dan saat mulai menjauh dari lelaki yang mengenalkan dirinya dengan nama Geno itu, aku menjatuhkan tubuhku di tepi jalan. Air mataku tak sanggup aku bendung sama seperti hujan yang kembali turun menemani kesedihanku.

"di hidupku yang kelam ini, aku tak berharap ada cahaya bintang di kegelapan ini. Di hidupku yang keras ini aku tak berharap ada malaikat penolong datang mengubah nasibku. Di hidupku yang penuh teka teki ini, aku hanya berharap pencarianku selama ini tersimpulkan, aku hanya ingin tahu apa alasan orang tua ku menelantarkan ku tanpa memikirkan kehidupan yang keras yang harus ku jalani. Tak banyak yang ku pinta saat aku menemui mereka nanti, aku hanya berharap... Ucapanku ini tersampaikan bahwa aku... Menyayangi mereka.. " ucapku dalam hati yang menangis