Chereads / Kesimpulan / Chapter 4 - My Self

Chapter 4 - My Self

~Kesempurnaan tak akan menjamin kebahagiaan seseorang~

-

-

-

-

-

-

-

⭐⭐⭐

Ada pepatah yang bilang 'melihat orang lain tersenyum adalah suatu kebahagiaan tersendiri yang sulit digambarkan' dan itulah yang ku rasakan saat aku mulai menginjak usia ku yang ke dua puluh satu tahun.

Saat itu aku mulai merasa bahwa betapa bahagianya diriku ketika ada orang yang bisa kuberikan kebahagiaan dan karena itu aku memilih untuk masuk ke fakultas kedokteran di salah satu universitas di Jakarta.

Ini adalah tahun kedua menjalani hari hari ku sebagai mahasiswa kedokteran dan aku sangat bahagia.

Kebahagiaanku juga semakin indah saat aku dikelilingi oleh ayah dan ibu yang sanggaaaat menyayangi ku dan mendukung semua impian ku ditambah lagi dengan kehadiran seorang lelaki yang juga sangat menyayangi dan menerima kekuranganku.

Hari-hariku terasa hampa jika aku tak membuat orang di sekelilingku bahagia. Bahkan saking ingin membuat mereka tersenyum dan nyaman di dekat ku, aku rela memberikan seluruh uang jajan ku hanya untuk mentraktir teman-temanku di kampus.

Mereka selalu bilang bahwa hatiku itu sangat putih. Karena penasaran akhirnya aku pun serching di google 'apa makna warna putih'😀

Dan yang ku dapat dari pertanyaan itu bahwa Putih menggambarkan kesederhanaan, kemurnian, tidak bersalah dan kesempurnaan.

Aku cukup kaget dengan kata itu. Bagiku kata itu terlalu tinggi untuk diriku yang hanya sebuah hembusan angin.

Hidupku memang bisa dibilang cukup sempurna. Mempunyai kedua orang tua yang lengkap dan sangat perhatian padaku, pacar yang penyayang, karir yang cemerlang, dan kehidupan keluarga yang terjamin.

Nama lengkapku adalah Ismi Dwiyana. Impianku menjadi seorang dokter. Aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang sangat sukses. Tara Adira dan Ilyas Pratama adalah nama orang tuaku yang ku sebut mereka dengan panggilan Papah dan Mamah. Aku adalah anak tunggal sekaligus pewaris keluarga Pratama.

Selain itu, aku juga memiliki seorang pacar yang sangat ku sayangi, Geano Frisco Abraham adalah namanya. Namun orang-orang sering memanggilnya dengan sebutan Geno. Saat ini ia telah menjadi pewaris sah keluarga Abraham. Dia cukup dewasa, penyayang, bertanggung jawab, dan pastinya menyayangi kedua orang tuaku.

Hari ini adalah hari anniversary kita yang ke dua tahun. Dan kami ada janji bersama.

Sudah dua puluh menit aku menunggu di kursi nomor dua salah satu cafe favorit kami. Aku berusaha menelepon nya beberapa kali, namun tak ada jawaban. Hatiku mulai khawatir karena tidak biasanya ia terlambat jika ada janji bersamaku.

Selang sepuluh menit setelahnya, dia datang yang dengan refleks membuat senyuman simpul di wajahku.

"maaf ya.. Aku tadi ada urusan dadakan" ucapnya setelah duduk di hadapanku

"gak papa"jawabku dengan penuh senyuman

"tapi kamu udah pesen duluan kan? "tanya nya

"belum"

"hah? Kok belum"

"aku nungguin kamu"

"harusnya kamu makan duluan"ucapnya dengan nada khawatir

"gak papa sayang. Aku kan janji makannya sama kamu. Masa aku makan duluan sih"

Dia memegang tanganku yang berada di atas meja dengan perasaan bersalahnya.

"maaf ya"ucapnya kemudian

"gak papa ihh, kamu tenang aja ya"ucapku mengeratkan genggaman nya untuk membuatnya lebih tenang.

Kami saling memancarkan senyum bersamaan dan menikmati suasana malam ini yang cukup romantis.

"sayang, aku pengen nanya deh" ucap Gino ketika kami sedang menikmati menu makanan yang kami pesan. Dan hal itu pun membuat perhatianku terfokus padanya karena penasaran.

"kamu anak tunggal? "tanya Geno

Sontak hal itu membuat aku tertawa dengan lepasnya.

"kok ketawa sih? "tanya nya dengan wajah bingung

"ya abis kok kamu nanya nya gitu. Kamu pacaran sama aku tuh udah dua tahun sayang. Kamu sering ke rumah kan. Selama ini kamu lihat gak ada orang lain selain aku di rumah? Enggak kan?. Lagian kamu ini ada ada aja deh nanya nya"jawabku sambil menahan tawa

"ya enggak. Aku cuma nanya aja"

"emang kenapa sih kok kamu tiba-tiba nanya kayak gitu? Kamu ngelihat ada orang yang mirip sama aku? Dimana? Kayaknya aku harus lihat deh. Semirip apa sih dia sama aku sampe sampe kamu nanya hal aneh kayak gini"ucapku penuh canda

"bukan hanya mirip tapi itu memang wajah kamu" ucap Geno dalam hatinya.

Kami tak melanjutkan pembicaraan aneh itu. Menikmati menu makanan adalah hal yang kami pilih untuk menghindari perselisihan.