Chereads / Misteri Dendam Kembar Nama / Chapter 6 - Siuman 10 Tahun Lalu

Chapter 6 - Siuman 10 Tahun Lalu

Bruk!!!

Hana menghempaskan tubuhnya di atas kasurnya. Rasa lelah merajai seluruh sendi tubuhnya. Bukan hanya lelah secara fisik, dia juga merasa lelah secara mental atas apa yang telah terjadi dan semua yang telah ia alami.

"Aku sudah tidak tahan lagi," gumamnya.

Hana bangkit kembali dari posisinya. Ia menuruni kasur, lalu berjalan menuju meja belajarnya. Ia ingat bahwa ia masih memiliki tanggungan tugas kuliah. Hana berencana ingin menyelesaikan tugasnya saat itu juga. Namun, rencananya tiba-tiba tertunda.

Netra bulat Hana menilik sebuah album foto yang tiba-tiba terjatuh ke lantai, karena ia tidak sengaja menyenggolnya dari atas meja. Hana terpaku hening di tempat duduknya, sebelum ia mulai menyomot kembali album miliknya yang terjatuh.

"Huft ... ." Hana menghela nafasnya. "Haruskah aku membuangnya saja?" tanyanya kepada dirinya sendiri.

Hana mengurungkan niatnya untuk membuang album tersebut, karena ia merasa sedikit sayang. Akhirnya, ia pun menurunkan tubuhnya dan menyomot album tersebut. Dibukanya lembar demi lembar album tersebut, sembari bernostalgia, mengingat kenangan yang terpajang di setiap kolase-kolasenya.

Album yang dibuka olehnya adalah album khusus foto dirinya dan Rey, sejak ia bayi, kanak-kanak, hingga mereka kelas 4 SD. Memori-memori yang terombak di otaknya terasa semakin menyayat hati. Semua foto tentang kenangannya dengan Rey sudah terkubur dan melebur. Sudah tiada tersisa, semuanya terasa berbeda. Wajah-wajah dengan lukisan senyum sumringah itu hanyalah fatamorgana di masa kini, bagai semua itu tak pernah terjadi. Rey kini sangat membencinya.

Reyhana Allesta Dwindra dan Reyhan Allexa Dwiputra. Nama yang sangat mirip, tetapi mereka saling membenci. Hana tidak tahu alasan Rey mulai membencinya. Jika hanya karna nama mereka yang mirip, ia merasa bahwa semua itu hanyalah alasan yang dibuat-buat oleh Rey.

Hingga mereka kelas 4 SD, Rey tidak pernah mempermaslahkan kemiripan nama di antara keduanya. Hingga saat itu, Rey masih menampilkan senyum teduhnya untuk sosok Hana. Namun, semuanya berubah hanya dalam satu malam, ketika Hana baru saja sadarkan diri dari sebuah kecelakaan yang menimpanya.

10 TAHUN LALU . . . .

Hana mulai membuka kedu nentranya, dengan pandangan kabur. Ia menatap lagit-langit berwarna putih yang terasa asing baginya. Ia menolehkan kepalanya yang terasa kaku ke arah samping. Didapatinya sosok bibi nya yang tengah menopang kepalanya dengan lengan kanannya, sembari memejamkan matanya.

"Bibi?" panggil Hana dengan suara pelan. Namun, bibi nya tak menjawab panggilannya. "Bibi?" Hana memanggil bibi nya sekali lagi.

Rati adalah nama bibi Hana. Ranti tertegun ketika ia mulai membuka matanya. Ia akhirnya tersadar dari lelapnya secara tidak sengaja. Ketika melihat Hana telah sadarkan diri, Ranti pun segera bangkit dari salah satu sofa yang ada di ruangan itu. Kemudian, ia segera menghampiri Hana.

"Hana, kau sudah bangun rupanya. Bagaimana perasaanmu? Apa kau merasa tidak enak?" tanya Ranti dengan perasaan khawatir.

Hana hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menampilkan senyum yang sengaja dipaksakan. "Tidak, Bibi. Aku baik-baik saja. Aku hanya merasa sedikit pusing saja," jawab Hana.

Ranti akhirnya bisa menghela nafas leganya. "Syukurlah jika kau tidak kenapa-napa," ujarnya.

"Bibi, kita ada di mana? Kenapa aku bisa berada di sini?" Hana bertanya dengan polosnya.

"Apa Hana... tidak ingat segalanya?" Ranti bertanya dengan ragu.

Hana merasa heran dengan pertanyaan dari bibi nya. Ia tidak tahu apa yang tengah dimaksud olehnya. Hana hanya mengernyitkan kedua alisnya, sembari memikirkan tentang makna pertanyaan dari bibi nya. Akan tetapi, ia tak juga mengerti.

"Apa maksud Bibi? Memangnya, apa yang harus kuingat?" tanya Hana balik.

Kali ini Ranti hanya membalas pertanyaan Hana dengan senyuman. "Tidak, bukan apa-apa. Bibi hanya memastikan saja. Tidak ada apa-apa," ujarnya.

Hana hanya menganggukkan kepalanya saja, meski dalam hatinya, ia merasa bahwa ada sesuatu yang sengaja disembunyikan oleh bibi nya. Namun, Hana sengaja memendamnya dan tidak akan menanyakannya.

"Bibi belum menjawab pertanyaanku sebelumnya. Ini di mana?" tanya Hana sekali lagi. Namun, Hana tidak lagi menanti jawaban dari bibi nya, ketika ia melihat selang infus yang terpasang di lengannya. "Jadi, ini di rumah sakit. Apa yang terjadi padaku?" Hana bertanya sekali lagi, karena ia merasa sangat penasaran.

"Hana baru saja mengalami kecelakaan," ungkapnya.

"K-Kecelakaan?" gagap Hana. "Kecelakaan apa maksudnya? kenapa aku tidak ingat?" Hana semakin penasaran dengan apa yang tengah terjadi.

"Ceritanya panjang. Hana istirahat saja dulu, hmm?" pintanya. "Bibi mau panggil dokter buat meriksa keadaan Hana sekarang," ucapnya sebelum berlalu pergi meninggalkan Hana. Namun, langkah kakinya terhenti, tepat di depan pintu, karena mendengar pertanyaan terakhir dari Hana.

"Bibi, Bagaimana dengan Ayah dan Ibu?" tanya Hana. "Apa mereka... tidak akan datang?" Hana sengaja menanyakan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawaban akhirnya. Nada bicara Hana teriring kekecewaan menyertainya.

Ranti menolehkan kepalanya. "Ayah dan ibu Hana sedang sibuk bekerja. Jangan khawatir, Bibi akan mengatakan bahwa Hana sudah sadar," jawabnya dengan hati-hati sebelum berlalu pergi.

Hana menudukkan kepalanya dengan lesu, sembari menatap lengannya yang disambung dengan selang infus. Hana kecewa dan ingin menangis, tetapi ia berhasil menahan airmatanya. Percuma saja, selalu seperti ini akhirnya. Selalu seperti ini.

Selang beberapa menit kemudian, seorang dokter beserta perawat yang mengikutinya datang ke kamar Hana. Dokter tersebut menanyakan keadaan Hana sembari memeriksa kondisinya.

"Aku baik-baik saja, Dok," ucap Hana sembari menampilkan senyumnya.

Dokter itu hanya tersenyum, ketika melihat anak seumuran Hana yang tampak bersikap tegar.

"Anak yang pintar. Siapa namanya? Berapa unurmu?" tanya perawat dengan ramah.

"Namaku Reyhana, umurku 10 tahun," jawab Reyhana sembari menampilkan gigi ratanya. Ia tersenyum dengan ceria.

"Reyhana, apa kau merasa sakit di area tertentu? Katakan saja dengan jujur, tidak perlu menyembunyikannya." Perawat hanya ingin memastikan.

"Aku baik-baik saja. Hanya kepalaku saja yang terasa pusing. Apa benar aku baru saja mengalami kecelakaan? Tapi kenapa aku merasa... tidak terjadi apa-apa? Bukankah biasanya, seseorang yang mengalami kecelakaan itu terluka parah? Kenapa aku bisa baik-baik saja?" Hana bertanya karna sangat penasaran.

Dokter dan perawat itu hanya tersenyum, ketika mendengar perkataan dari Hana. Lalu, Dokter itu pun baru mulai angkat bicara kembali. "Kamu anak yang pintar. Sepertinya, kamu terlalu banyak menonton film. Hmm, untung saja kau baik-baik saja. Ini adalah suatu keajaiban. Kamu masih terlalu kecil, kamu harus menjalani hidup sebaik mungkin. Setelah ini, kamu sudah boleh makan, lalu minum obat secara teratur ya," ujarnya.

Hana akhirnya tersadar bahwa ia merasa sangat lapar sembari memegangi perutnya. Mungkin Dokter itu tahu bahwa Hana kelaparan, karena baru saja perut Hana keroncongan dan kemungkinan besar dokter itu mendengarnya.