Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 25 - 25. Pertemuan Jade dan Nathan

Chapter 25 - 25. Pertemuan Jade dan Nathan

Moniq yang mendengar pengakuan dari Nathan tersebut begitu kaget. Kini perasaannya kembali berkecamuk antara benci, marah, sedih, kecewa, shock dan stres semuanya berpadu menjadi satu membuatnya tidak lagi mampu berpikir jernih. Ia kemudian menghantam kepala Nathan dengan sebuah vas bunga keramik yang kebetulan berada di dekatnya lalu berteriak - teriak di hadapannya dan mengacak – acak rambutnya sendiri seperti seorang yang mengalami gangguan kejiwaan. "Bajingan kamu Nathan! Ternyata kamu dan anakmu ini pembunuh! Brengsek kalian! Keluar dari sini sekarang juga atau aku akan berteriak yang lebih keras! Akan kupastikan kalian akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan memproses kalian ke jalur hukum!" "Tidak semudah itu sayangku Moniq. Kamu boleh menghantamku begini. Tapi gak akan semudah itu menjebak atau menghukum seorang Nathan. Ayo, lempar lagi! Aku begitu menyukainya karena ini membuat api cinta di dalam hatiku terhadapmu semakin membara. Siapa tau ini akan bisa menjadi awal dari benih cinta kita yang akan tumbuh seiring berjalannya waktu," ujar Nathan yang kembali menertawakan wanita yang sedang menggila sendiri di hadapannya itu. "Diam kamu! Menjijikkan! Pergi kalian dari sini sekarang juga! Aku muak liat kalian semua! Pergi…!" Di saat yang bersamaan, Jade dan Ivory pun sudah sampai di rumah. Mereka tanpa sengaja mendengar teriakan - teriakan yang bersahut – sahutan dari kamar Moniq lalu segera menuju ke tempat asal suara tersebut. "Mama!" Seketika Nathan dan Catherine mendengar suara Ivory yang sudah datang lalu Nathan mengancam Moniq untuk tidak menceritakan apapun kepada Jade atau Ivory, karena jika Moniq berani menceritakannya, ia akan menghabisi Ivory, satu - satunya putri kesayangannya karena saat ini mereka berdua sudah berada dalam pengawasannya. Nathan pun segera membawa Catherine untuk turun dari balkon di balik pintu belakang kamar tersebut dan menghilang sebelum Ivory dan Jade sempat masuk. Mereka begitu kaget melihat keadaan Moniq yang sudah acak – acakan sedang meringkuk dan juga kejang – kejang menggigil bagaikan orang gila yang sedang ketakutan dan menunjuk ke arah balkon. Jade melihat sekilas ada bayangan yang keluar dari balkon namun ketika ia berusaha mengejar bayangan tersebut, mereka sudah berhasil menghilang dengan sempurna. Ivory lalu memeluk sosok ibunya yang terlihat begitu rapuh dan Jade turun ke dapur untuk mengambilkan minuman untuk Moniq namun begitu melihat sosok Jade, Moniq seakan ketakutan dan mengusir Jade untuk pergi. Mereka begitu kaget dan bingung sebenarnya apa yang telah terjadi hingga menyebabkan sikap Moniq berubah drastis seperti itu terhadap Jade. Moniq tidak mampu menceritakannya karena mengingat ancaman Nathan barusan, dan setelah ia melihat wajah putri kesayangannya itu, ia langsung segera memeluknya dengan begitu erat seakan begitu takut akan kehilangan putri semata wayangnya itu dan tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika putrinya pun mengalami nasib yang sama naasnya seperti ayahnya.

Jade terpaksa menjauh dari pandangan Moniq agar beliau bisa menenangkan diri terlebih dahulu. Ia hanya merasa ada yang aneh seperti sesuatu hal sudah terjadi selama dirinya dan Ivory di luar tadi. Sembari meninggalkan kedua ibu dan anak tersebut ia segera menuju ke kamar Catherine untuk mengecek dan mencari petunjuk siapa tahu adiknya tersebut mengetahui sesuatu. Ketika dilihatnya kamar adiknya kosong, ia begitu kaget karena kecurigaannya semakin kuat bahwa semua ini pasti ada kaitannya dengan adiknya. Ia pun lalu mencoba untuk menelepon ponsel adiknya dan ia sekilas mendengar ada suara nada panggilan dari ponsel adiknya tersebut, namun terdengar lebih jauh dan ia mencoba mengulang panggilan tersebut sembari berjalan hingga ia menemukan suara ponsel yang terdengar dari arah kamar Moniq. Terpaksa ia harus masuk kembali ke kamar tersebut namun kali ini ia lebih berhati – hati karena tidak ingin mengganggu kedua penghuni kamar yang sedang bersungut – sungut itu hingga ia menemukan ponsel tersebut ternyata terjatuh di dekat pintu balkon kamar tersebut. Ia begitu shock karena ternyata yang menyebabkan Moniq menjadi seperti itu ialah adiknya sendiri. Tapi apa yang telah dilakukan oleh adiknya terhadap ibu angkatnya sendiri. Tanpa meminta izin lagi kepada kedua ibu dan anak yang sedang berada di kamar tersebut, ia langsung berjalan ke balkon dan mencoba mencari jejak adiknya yang sedang menghilang entah ke mana akan tetapi ia begitu yakin bahwa pasti adiknya masih belum jauh dari sini. Setelah bercelingak celinguk mencari keberadaannya, tanpa sengaja ia melihat adiknya tersebut telah berada di bawah halaman dekat gerbang depan dan terlihat sedang bercelingak celinguk melihat kesana kemari seolah sedang memastikan keamanan di tempat tersebut. Akan tetapi yang dilihatnya dari kejauhan sepertinya Catherine sedang bersama seseorang, pria paruh baya yang terlihat tidak jauh beda dari usia Enrique, ayah angkatnya. Dari kejauhan ia seperti melihat sosok Enrique akan tetapi dengan wajah yang sedikit berbeda. Pria tersebut memiliki bekas cukur brewokan di bagian bawah dagu dan pipi bawahnya. Ia pun menemukan tali yang terikat di pegangan pagar balkon yang terjatuh mengarah ke bawah. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun segera turun menggunakan tali tersebut lalu segera berlari ke arah adiknya dan pria paruh baya yang dilihatnya itu. Semakin dekat ia menjadi semakin penasaran, dan ketika tanpa sengaja pria tersebut melihatnya yang sedang berlari ke arahnya lantas segera melarikan diri namun tanpa sengaja ia tersandung batu di hadapannya setelah berlari beberapa langkah ke depan hingga akhirnya Jade berhasil menangkap pria tersebut.

Ketika ia membalikkan wajah pria tersebut dan hendak memukulnya, Catherine menyuruhnya untuk berhenti dan ia sendiri pun menghentikan gerakan tangannya yang sudah hampir mengenai wajah pria tersebut. Begitu kagetnya ia setelah melihat wajah pria yang sangat tidak asing baginya itu, lalu perlahan – lahan ia menurunkan tangannya yang sudah membentuk kepalan tangan tersebut. Matanya masih membelalak dengan ekspresi wajah yang begitu menegangkan dan mulut yang masih menganga lebar ketika memandang wajah pria paruh baya yang sudah hampir dihantamnya itu. Perlahan – lahan ia pun berjalan mundur menjauh dari pria tersebut. "Nggak, ini nggak mungkin. Aku pasti sedang bermimpi. Ini nggak nyata," gumam Jade. "Kenapa kamu? Kamu gak jadi pukul ayahmu ini? Ayo lanjutkan pukul! Kenapa berhenti? Dasar anak durhaka kamu! Tak tau bersyukur. Bukannya bersyukur orang tuanya masih hidup. Memangnya kenapa? Segitu gak sukanya kamu kalo ayahmu ini masih hidup?" Nathan terus menyerang Jade dengan berbagai pertanyaan yang menyudutkannya. "Bagaimana mungkin ini terjadi pa? Ternyata Catherine juga udah tau tentang ini? Dan kalian berdua udah bekerjasama menyembunyikannya dariku?" Tanya Jade. "Kalo iya kenapa Kak? Lagian gak ada gunanya juga kalo kamu tau kan? Kamu kan selama ini terlalu sibuk ngurusin cewek kesayanganmu itu. Ngakunya sih jadi kakak yang baik. Dasar munafik. Napa sih kamu gak mau ngaku aja kalo kamu itu cinta sama dia. Aku mau tau reaksi dia kalo sampe tau tentang perasaanmu yang munafik itu," ujar Catherine seolah membela ayahnya. "Diam kamu Cath! Jangan pernah coba – coba ikut campur urusanku! Apa yang udah kamu lakukan sama papa di sini? Gimana caranya papa masih hidup tapi kalian menyembunyikan ini semua dariku?" Tanya Jade kembali. "Kamu kan gak mau urusanmu kami campuri, jadi kamu juga gak perlu ikut campur urusan kami, benar kan pa?" Tak mau kalah, Catherine pun kembali menyerang dan menuding kakaknya. "Anak pintar. Bener banget itu sayang. Selama kamu gak bisa berada di pihak kami jangan pernah anggap kamu pernah punya papa. Mulai detik ini pun aku udah gak anggap kamu sebagai anakku lagi! Aku gak pernah punya anak pembangkang seperti kamu! Dan ingat, kalo saja kamu berani ikut campur urusan kami lagi, nyawamu pun akan kuhabisi. Sekali lagi, karena kamu bukan anakku lagi! Akan kupastikan itu!" ancam Nathan. "Tapi katakan dulu, apa mau kalian dan untuk apa kalian mengganggu keluarga mereka yang udah begitu baik terhadap keluarga kita? Untuk apa kalian melakukan semua ini? Apa jangan – jangan kematian Papa Enrique juga karena ulah kalian?" Tanya Jade. "Kalo iya memangnya kenapa? Kamu bisa berbuat apa? Anak ingusan yang cuma taunya main di luar aja gak usah sok ikut campur urusan orang dewasa! Minggir gak kamu?!" Jade benar – benar tidak menyangka bahwa ayah kandungnya sendiri yang selama ini ia banggakan dan selama ini sudah membuat pengakuan meninggal dunia itu ternyata kini kembali dan mengakui bahwa semua yang terjadi adalah karena ulahnya. Ia tidak menyangka bahwa ternyata ayahnya sendiri adalah seorang psikopat berdarah dingin. Ingin sekali rasanya ia membalaskan dendam terhadap pria tersebut. Sedari dulu pun, hubungannya dengan Nathan memang sudah tidak begitu baik karena Nathan hampir tidak pernah memperhatikannya dan lebih sayang kepada Catherine. Menurut Nathan, Catherine lebih penurut dan sayang orang tua ketimbang dirinya yang bagaikan anak terbelakang, tidak punya masa depan, anak yang bodoh, tidak berguna dan pembangkang. Bukanlah masalah baginya jika ayahnya bersikap dingin dan membencinya serta tidak bisa menerimanya atau menganggapnya sebagai anak, namun ia tidak pernah menyangka bahwa ayahnya akan menjadi seorang pembunuh, terlebih lagi beliau telah membunuh seseorang yang sangat berarti baginya. Orang yang menurutnya telah berjasa banyak terhadap ia dan Catherine, seseorang yang amat berarti bagi Ivory. Ia lalu jatuh terkulai berlutut bagaikan sedang dihukum oleh dunia yang menurutnya tidak adil baginya. Ia tidak mengerti mengapa ia harus memiliki ayah seorang pembunuh. Ia tidak mengerti apa salah Enrique dan keluarganya. Ia sungguh tidak bisa terima karena ternyata ayah kandungnya sendirilah yang telah menciptakan penderitaan bagi gadis yang begitu dicintainya. "Kumohon kepada kalian, tolong jangan sakiti Ivory atau mamanya. Tolong." Jade seraya berlutut dan bersujud memohon kepada ayahnya seolah sedang meminta pengampunan atas semua kesalahannya. Alih – alih simpatik atau kasihan terhadap putranya yang sedang bersujud di hadapannya itu, ia malah menarik rambut putranya dan mengangkat kepalanya untuk menatap wajahnya yang sudah menunduk dan melihat putranya dari jarak yang lebih dekat. "Dasar anak cowok lemah dan tak berguna kamu! Kamu itu sungguh berbeda dariku. Lemah seperti mendiang ibumu! Lebih baik sekarang kamu menyingkir dari hadapanku!" Ia langsung menghempaskan kepala Jade pada lantai batu di hadapannya. Tiba – tiba terdengar suara Ivory dari kejauhan yang meneriakkan nama Jade yang kebetulan menyaksikan hal tersebut lalu kemudian menghampiri mereka namun Catherine segera membawa Nathan dan melarikan diri.

"Hei! Jangan pergi kalian!" Ivory terlihat hendak mengejar Catherine dan pria paruh baya yang dilihatnya tersebut namun mereka telah berhasil berlari jauh. Ia pun berhenti dan kembali fokus kepada Jade yang sedang tidak sadarkan diri karena kepalanya yang terhempas. Sepertinya cukup keras mengenai kepalanya pikirnya. Terlihat darah segar pun sudah mulai mengucur dari lubang bekas hantaman di kepalanya. Segera ia merangkul Jade untuk membawanya ke dalam dan membantunya untuk mengobati luka tersebut. Selang beberapa jam kemudian akhirnya Jade sudah mulai sadar dan kemudian meringis sembari memegang kepalanya yang kesakitan. Dilihatnya Moniq dan Ivory yang sepertinya sudah sedari tadi menunggunya untuk sadar. "Sudah sadar Kak? Masih sakit ya?" Jade hanya mengangguk dan meringis kesakitan. Ayahnya sungguh tidak main – main dengan ancamannya pikirnya. Tapi ia tidak akan pernah menyerah untuk menghalangi niat jahat ayahnya selanjutnya, sedikitpun ia tak akan pernah gentar. "Maaf, aku udah ngerepotin kalian ya?" Moniq hanya menggelengkan kepala dan meminta putrinya mengambilkan segelas air untuk Jade. Ketika Ivory sudah keluar, Moniq segera memberitahukan Jade mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi. Ia tidak ingin putrinya mengetahui bahwa Nathan, ayah kandung Jade masih hidup dan orang itu yang telah membunuh ayahnya. Jade meminta maaf kepada Moniq atas perbuatan ayahnya yang ia juga tidak sangka dan tidak ia mengerti. Kini Moniq baru menyadari bahwa Jade memang terlihat jauh berbeda dengan ayah kandungnya, namun Jade ingin sekali mengetahui apa alasan ayahnya mengganggu keluarga mereka. Ketika Moniq ingin menjelaskan mengenai apa yang diketahuinya, Ivory sudah kembali lagi sehingga ia pun menunda untuk menceritakan mengenai masalah tersebut. Ivory merasa bingung mengapa mereka tidak melanjutkan kembali pembicaraan mereka, namun ia lebih penasaran mengenai apa yang dilihatnya barusan. Ia pun menanyakan kepada Jade siapa pria paruh baya yang dibawa oleh Catherine tadi. Jade sekilas menatap Moniq dengan wajah kebingungan karena ia tidak tahu harus berkata apa. Moniq pun langsung memotong pembicaraan bahwa itulah yang dipertanyakannya barusan kepada Jade dan ia hanya menceritakan bahwa orang tersebut adalah orang yang berusaha untuk masuk ke dalam rumah tadi pagi dan Jade sempat mengejarnya, namun Catherine melarang kakaknya untuk memukul orang karena takut kalau kakaknya akan dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Jade hanya mengiyakan cerita Moniq kepada Ivory namun sepertinya gadis itu tidak begitu yakin pikirnya. Moniq kemudian berlalu meninggalkan kedua anak muda yang terlihat ingin berbincang – bincang itu dengan alasan ingin membenahi kamarnya terlebih dahulu.