Chereads / CINTA TIGA DIMENSI / Chapter 22 - 22. Surat Misterius

Chapter 22 - 22. Surat Misterius

Sekembalinya mereka ke rumah, suasana mendadak menjadi dingin hingga menusuk ke dalam tulang bagaikan sedang berada di Benua Antartika. Padahal ruangan itu terlihat seperti biasanya, tidak ada pendingin ruangan yang sedang diaktifkan juga. Hanya masih terlihat berantakan seperti kapal pecah setelah terakhir kalinya diobrak abrik oleh sang psikopat tersebut. Entah siapa dirinya, yang jelas karena orang itulah semua keadaan rumah menjadi seperti ini. Mereka kini bukan lagi hanya kehilangan harta benda yang tersimpan dalam rumah tersebut, tapi juga kehilangan seorang pemimpin keluarga, seseorang yang amat berarti dalam hidup mereka. Tidak mengapa jikalau mereka hanya kehilangan harta benda sekalipun, akan tetapi untuk kehilangan sosok Enrique mereka benar - benar tidak bisa menerimanya dan tidak tahu harus bagaimana menghadapi hari - hari berikutnya setelah ini. Sementara Jade yang sudah menunggu kedatangan mereka semalaman hingga saat ini masih belum sempat membersihkan dan membantu mereka untuk membereskan rumah yang sudah bagaikan kapal pecah dan tempat pembuangan sampah itu karena hendak menunggu hingga pemiliknya kembali terlebih dahulu, namun tidak menyangka ini semua akan terjadi. Jade pun segera berinisiatif untuk membantu mereka membereskan dan menyusun kembali semua barang - barang yang sudah diobrak abrik tersebut. Sementara kedua pemilik rumah masih belum bangkit dari kesedihan dan keterpurukannya di ruang keluarga. Moniq yang sudah merasa sangat lelah memutuskan untuk kembali ke kamarnya terlebih dahulu. Ia ingin mengenang Enrique kembali melalui benda - benda peninggalannya di kamar. Ketika Ivory menawarkan bantuan untuk menemaninya di kamar Moniq hanya menolak dan mengatakan untuk saat ini ia masih ingin sendiri. Ivory hanya bisa pasrah dan masih tetap belum bergeming dari tempat duduknya. Pandangannya masih kosong dan sesekali masih terdengar suara sesenggukannya setiap kali ia mengingat kenangannya bersama sosok ayahnya.

Ketika Catherine turun dan melihat Ivory yang sedang berkabung, alih - alih berusaha menenangkan, ia malah memperolok gadis yang sedang sangat rapuh itu. "Baru ngerasa sendiri ya, gimana rasanya kehilangan seorang ayah? Itu karma yang harus kalian tanggung karena telah membunuh ayahku dulu. Sekarang udah ngerti kan gimana rasanya?" Ivory yang tidak senang mendengar olokan dari Catherine langsung tersulut oleh api amarahnya dan langsung menuju ke tempat Catherine berdiri untuk membakarnya. Ivory yang tidak sadar dan dikuasai oleh amarah lalu mencekik leher Catherine hingga ia meronta - ronta meminta Ivory untuk melepaskan cekikannya. "Sekali lagi ngomong begitu, habis kamu!" ancam Ivory dengan suaranya yang lantang. Jade yang sedari tadi mendengar suara ribut - ribut lalu segera menyusul ke ruang keluarga dan melihat Catherine yang sedang dicengkeram kuat oleh tangan Ivory. Jade berusaha untuk melepaskan tangan Ivory dari leher Catherine karena ia sudah hampir kehabisan nafas. "Ivory, sadar! Jangan seperti ini! Maafkan Catherine kalo dia memang ada salah. Tolong Iv, jangan seperti ini! Lepasin, kamu bisa membunuh dia kalo seperti ini!" Dengan sekuat tenaga akhirnya Jade bisa melepaskan cengkeraman tangan Ivory yang bagaikan cakar singa yang tengah mengamuk dan tanpa ampun hendak melahap mangsanya. Sementara mangsa yang sudah dilepaskan terlihat masih terbatuk - batuk keras karena cengkeraman yang begitu kuat hingga sempat menusuk dalam ke bagian tengah lehernya. "Kalo bukan karna mengingat papa dan kamu, udah kuhabisi dia." Ivory masih menatap tajam Catherine bagaikan tatapan singa yang menatap mangsanya dengan tatapan yang mencekam dan api yang membara. "Dasar keluarga pembunuh!" ujar Catherine seraya kembali ke kamarnya meninggalkan Ivory dan Jade. Ivory hendak mengejar dan menerkam mangsanya lagi karena tidak suka mendengar pernyataan tersebut, namun ditahan oleh Jade. "Cukup Iv, aku mohon, tolong jangan sakiti Catherine. Maafkan dia. Mungkin sesungguhnya dia tidak bermaksud begitu. Akan tetapi kalo dia memang salah, aku sendiri nanti yang akan menghukumnya. Kalo papa liat kamu jadi seperti ini, pasti papa juga akan marah dan tidak suka. Sabar Iv, tahan emosimu. Jangan menyiksa dirimu lagi seperti ini." Mendengar pernyataan Jade begitu, Ivory hanya bisa terdiam sambil menatap mata pria itu yang sekilas terlihat bagaikan sosok ayahnya yang sangat ia rindukan. Ia teringat kembali bahwa ayahnya pernah berpesan kepadanya, "Ivory, putri kesayangan papa, ingat pesan papa ini ya, suatu hari jika kamu terlibat dalam masalah sebesar apapun dan semarah apapun kita terhadap orang yang menyebabkan masalah tersebut, jangan pernah mengambil tindakan atau keputusan ketika kamu sedang dalam emosi. Itu hanya akan merusak dirimu dan akan menyakiti dirimu sendiri. Bukan orang tersebut. Kalau kamu sedang dalam keadaan emosi, dinginkan dulu hati dan pikiranmu. Jangan mengikuti emosi itu. Maafkan dia, maafkan dirimu. Ikuti kata hatimu. Jangan biarkan dirimu yang suci ini menjadi kotor karena tersulut api amarahmu." Ivory yang teringat akan pesan Enrique tersebut kembali larut dalam kesedihannya dan matanya pun mulai berkaca - kaca. Jade berpikir bahwa mungkin ia telah berkata kasar lalu segera meminta maaf kepadanya namun gadis itu malah semakin menangis sejadi - jadinya. Jade menjadi serba salah lalu berusaha untuk menghiburnya dan memeluk Ivory. Gadis itu hanya diam menurut.

Jade kini akhirnya paham, dalam kondisi Ivory yang sedang rapuh dan belum begitu stabil ia membutuhkan seseorang seperti sosok ayahnya. Tidak dapat dipungkiri, selama ini ayahnya selalu ada untuknya dalam keadaan suka maupun duka, namun kini tanpa sosok seorang ayah ia pasti begitu membutuhkan sandaran agar ia bisa melampiaskan segala kesedihan dan kegundahan dalam hatinya. Sementara ibunya sendiri yang juga masih dalam keadaan rapuh juga belum bisa menemaninya. Ia merasa begitu bodoh karena kurang memahami situasi, padahal ia sudah berjanji akan mewakili Enrique untuk menjadi sosok ayah dan kakak ketika gadis kecilnya itu membutuhkannya. Meskipun ia tidak tahu apakah suatu hari ia akan bisa memiliki kesempatan untuk menjadi sosok pendamping hidup yang bisa mengisi kehidupan gadis itu. Ketika Jade sedang berusaha menghibur Ivory, tiba - tiba terdengar suara teriakan histeris dari kamar Moniq. Jade dan Ivory yang sama - sama terperanjat langsung segera berlari ke atas untuk mengecek keadaan Moniq. Ketika Ivory dan Jade sampai di kamarnya mereka begitu shock melihat Moniq yang sedang ketakutan dan meringkuk di samping tempat tidurnya yang terletak di tengah - tengah ruangan kamar yang cukup luas dengan kondisi lemari baju di sebelah kiri dan meja rias besar yang terletak tepat di hadapan pintu masuk yang masih berantakan semuanya, dengan keadaan TV dan semua peralatan elektronik pun habis tidak bersisa, foto - foto kebersamaan Enrique dan Moniq dirobek juga dibuang berserakan ke mana - mana. Bahkan foto kebersamaan mereka dan Ivory pun semuanya menjadi korban pembuangan. Foto pernikahan mereka semua dicoret - coret, dirobek, dihancurkan bingkainya dan juga dibuang berserakan. Lalu kini mereka melihat kaca rias Moniq yang bertuliskan, "PERMAINAN TELAH DIMULAI! GILIRAN KALIAN AKAN SEGERA TIBA!" Tulisan tersebut seperti ditulis dengan menggunakan lipstik yang ada di atas meja rias Moniq. Ivory pun sempat menjerit melihat semua kekacauan tersebut, namun begitu melihat kondisi ibunya yang sedang begitu kacau dan shock ia segera menghampirinya dan berusaha menenangkan ibunya. Keadaan kamar semua begitu berantakan. Tidak ada yang bersisa. Semuanya seakan disapu oleh badai topan. Jade meminta maaf kepada Moniq karena belum sempat membantu membereskan kamarnya. Ia tidak mengetahui bahwa kamar tersebut pun bisa menjadi seperti itu bagaikan kapal yang kacau setelah terombang ambing di samudera yang luas. Dan kini, tulisan tersebut. Siapa yang berani menuliskannya seperti itu. Ia pun segera keluar menghampiri Catherine yang sedang berada di dalam kamarnya. "Cath! Apa itu perbuatanmu? Kenapa kamu begitu tega melakukan itu semua? Mereka punya salah apa sama kamu? Mama Moniq sudah begitu baik mau menerima kita dan merawat kita selama ini tapi ini balasan kamu atas kebaikan mereka?" Catherine yang sedari tadi sedang merilekskan pikiran dan hendak tidur tiba - tiba menjadi tersadarkan kembali setelah mendengar pertanyaan kakaknya. "Maksudmu perbuatan yang mana Kak? Memangnya apa yang telah kulakukan? Aku sedari tadi di kamar aja." "Sini ikut aku!" Jade segera menarik lengan Catherine untuk membawanya ke kamar Moniq dan menunjukkan tulisan tersebut. "Lihat ini! Masih mau alasan apa kamu? Masih mau bilang ini bukan kerjaanmu? Kita semua tau jelas kalo kamu sedari tadi sudah pulang dan sampai di rumah duluan kan?" "Apa? Kak, aku gak salah dengar nih? Kok kamu bisa tega begitu ya nuduh aku tanpa bukti? Bisa - bisanya kamu nuduh adik kandungmu sendiri serendah itu? Iya aku memang duluan sampai di rumah tapi aku langsung masuk ke kamarku untuk beristirahat. Memangnya itu salah? Segitunya banget ya kamu mau cari perhatian dari mereka? Sampai - sampai kamu gak bisa lagi bedain mana yang keluargamu sendiri dan mana yang bukan? Aku ini kamu anggap apa sekarang kak?" "Cukup Cath! Udah berapa kali kukatakan kalo kita semua ini keluarga! Aku mau sekarang kamu minta maaf sama mama Moniq karena ulahmu ini!" "Omong kosong! Bukan! Mereka bukan keluargaku! Dan aku gak akan pernah sudi punya keluarga pembunuh seperti mereka ini! Aku juga gak akan pernah minta maaf atas kesalahan yang gak pernah kulakukan! Lebih baik aku pergi dari sini aja deh kak, aku udah muak banget liat sikap kamu ini. Terserah kamu masih mau percaya samaku atau nggak!" Jade hendak mengejar Catherine yang dengan seenaknya saja meninggalkan kamar Moniq tanpa permintaan maaf atau apapun, akan tetapi Moniq menahan Jade untuk pergi. Ia sudah tidak ingin ada keributan apapun lagi yang terjadi di rumah itu. Hari ini sudah menjadi hari yang sangat melelahkan baginya. Ia meminta Jade dan Ivory untuk segera meninggalkan ruangan mereka dan mengatakan bahwa ia akan membereskan semuanya sendiri. Awalnya Ivory menolak namun Moniq terus memaksa mereka untuk keluar dan membiarkannya sendiri untuk menenangkan diri.

Ivory merasa begitu sedih dan ketakutan lalu Jade membawanya untuk kembali ke kamar. Bahkan ketika memasuki kamarnya sendiri pun, semua keadaan dan pemandangan yang sama di dalam kamar ibunya pun terjadi di dalam kamarnya juga. Jade tidak tahu lagi harus berkata apa atas semua kegilaan yang terjadi seharian ini. Ia begitu stres dan menggigit bibirnya sendiri bagaimana ia harus membantu semuanya untuk keluar dari situasi sekacau ini. Ivory yang awalnya sudah terlihat lebih stabil tiba - tiba begitu shock dan kembali menangis melihat semua foto - foto kenangannya bersama kedua orang tuanya telah dihancurkan begitu saja. Ia benar - benar bingung siapa sebenarnya dalang di balik semua ini. Melihat Ivory yang begitu kalut, Jade mencoba untuk membantu pelan - pelan mendudukkan Ivory di kursi meja riasnya dan berusaha menanyakan apakah ia mengetahui siapa sebenarnya musuh terbesar papanya. Ivory hanya menggelengkan kepala tanda bahwa ia tidak tahu menahu mengenai musuh besar kedua orang tuanya itu. "Kamu sendiri juga tau Kak, orang tua kita adalah orang - orang yang baik jadi aku gak tau apakah orang sebaik mereka dulu pernah punya musuh besar atau nggak, atau ada orang yang dendam sama mereka, tapi karena apa?" Ketika Ivory sedang berkeluh kesah terhadap dalang dibalik semua kejadian yang menimpa keluarganya, tiba – tiba ia terlihat begitu tergesa – gesa untuk menyeka air matanya saat ia melihat ada sepucuk surat kecil yang terselip dibalik kotak riasnya. Ia segera mengambil surat itu dan membacanya agar Jade juga bisa mendengarnya. "Ivory, saat ini kamu tidak perlu tau siapa yang menulis surat ini. Yang perlu kamu tau adalah bahwa apa yang mungkin akan terjadi hari ini atau telah terjadi adalah diluar daripada kehendakku. Keadaan yang kacau ini pun bukan kehendakku. Akan tetapi perlu kuakui bahwa aku dipaksa untuk membantu melakukan ini semua oleh seseorang yang datang dari masa lalu ayahmu karena ia ingin menuntut sesuatu yang dimiliki oleh kakekmu yang telah diberikan kepada ayahmu dulu. Semua ini berawal dari sebuah kesalahpahaman yang belum berakhir hingga saat ini. Aku hanya berharap, kamu bisa lebih berhati – hati untuk menjaga dirimu sendiri dan ibumu baik - baik mulai dari sekarang karena aku tidak tau apa rencana psikopat itu selanjutnya. Untuk saat ini aku belum bisa menceritakan semuanya dalam surat ini karena terlalu riskan. Aku hanya berharap semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi dan di saat itu aku akan membayar hutang penjelasan atas semua yang telah terjadi selama ini. Tertanda, orang yang sangat menyayangimu selain ayah dan ibumu."

Mereka berdua hanya bisa tercengang lalu memandang satu sama lainnya karena dilanda kebingungan akan surat misterius yang tiba – tiba muncul dan sangat penasaran siapa yang sebenarnya menuliskan surat tersebut. "Kak, aku perlu kamu mengantarku ke tempat kakek besok. Aku ingin mengkonfirmasi apakah ini adalah surat dari kakek atau bukan." "Tapi kalo itu kakek, kan bisa melalui telepon." "Kita gak akan pernah bisa tau kalo kita gak cari tau dan tanyakan langsung sendiri bukan?" Jade mengangguk mengerti dan ia pun menyanggupi permintaan tersebut, lalu mulai membantu gadis itu untuk membersihkan dan membereskan semua kekacauan di dalam kamar itu. Kemudian Jade pun permisi untuk kembali ke kamarnya setelah mengucapkan salam kepada Ivory. Sebelum Jade beranjak, Ivory mengucapkan terima kasih yang sedalam - dalamnya karena telah menyusahkan Jade yang telah banyak membantunya dan ibunya atas kejadian yang terjadi hari ini. Ia pun meminta maaf atas sikapnya yang mungkin saja telah menyinggungnya atau adiknya hari ini. "Kita keluarga kan? Jadi santai aja." Jade hanya menjawabnya singkat sembari melayangkan senyuman penuh arti dan menganggukkan kepalanya pertanda semua masalah telah selesai, tidak ada lagi yang perlu dimaafkan lalu ia segera kembali membereskan ruang keluarga, ruang tamu dan seluruh sisa ruangan dalam rumah yang sedari tadi belum sempat dikerjakannya. Ketika ia sedang melewati kamar Catherine, ia mendengar suara Catherine yang sepertinya sedang berbicara dengan seseorang. Perlahan - lahan ia membuka sedikit celah pintu kamar tersebut dan mendengar sedikit pembicaraan Catherine. "Iya, aku ngerti. Mereka sih gak curiga, Kak Jade juga nggak. Dia itu kan sekarang uda jadi bucin akut perempuan itu. Jadi mana mungkin dia mau peduliin adiknya lagi. Aku berharap semoga kita bisa segera kembali bersatu dan semoga rencana ini berhasil ya pa. Cath udah gak sabar nunggu momen itu. Dah dulu ya pa, selamat tidur." Mendengar Catherine menyebutkan kata 'pa', ia jadi bergidik ngeri. Siapa yang dipanggil adiknya sebagai papa itu. Gak mungkin Papa Enrique pikirnya. Mana mungkin jenazah mendiang papa angkatnya yang sudah jelas - jelas hancur itu masih hidup. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Catherine yang tidak pernah diketahui olehnya. Ia segera beranjak pergi dari kamar tersebut sebelum Catherine memergokinya sedang mengintip dan menguping pembicaraannya.