Saat ini, di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Pengacara Xander menerima pesan dari Yana Xila.
Sontak, pengacara Xander langsung tertawa.
"Nona Yazid, saya dengar ayah Anda menderita uremia dan harus melakukan cuci darah setiap bulannya. Nona Yana bilang jika keluarganya memiliki koneksi dengan rumah sakit di seluruh negeri. Jika Nona Yana angkat suara, saya khawatir tidak akan ada rumah sakit yang akan menerima ayah Anda jika dia ingin melakukan cuci darah. Apa Anda yakin masih ingin merebut tunangan Nona Yana?"
"Beraninya kamu, coba saja kalau bisa!" Bentak Sintia.
Di saat yang bersamaan, di luar ruang pertemuan yang tenang, sebuah suara dingin tiba-tiba terdengar, "Beraninya kamu!"
Kemudian, terdengar suara gebrakan yang keras.
Seorang pria jangkung tiba-tiba mendorong pintu kaca ruang pertemuan dengan paksa. Aura kuat yang dominan memancar dari tubuhnya. Dalam sekejap, ia mengejutkan pengacara Xander yang ingin terus mengintimidasi Sintia.
'Siapa yang meniru ucapanku?'
Sintia menoleh ke arah datangnya suara tersebut.
Dia melihat orang itu berjalan ke arahnya yang berlawanan dengan cahaya. Meskipun proporsi tubuhnya begitu sempurna, tapi cahaya yang terlalu terang membuat Sintia tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Arogansi, sikap dingin, serta wibawanya terpancar dalam setiap langkahnya, membuat orang-orang sulit untuk berpaling darinya.
Sintia tercengang, 'Siapa dia?'
Pengacara Xander tahu betul siapa sosok yang datang itu, dia segera bangkit lalu memberi hormat, kemudian menatap Sintia penuh simpati.
'Gadis sok hebat ini sudah berani merebut lelaki Nona Yana, dan sekarang, Tuan Julian sendiri yang datang untuk membereskannya!'
Benar saja, begitu masuk, Julian Yazeed langsung meraih dagu Sintia kemudian memaksanya untuk mendongak.
Jepitan tangannya begitu kuat hingga rasanya bisa menghancurkan tulang-tulang Sintia!
Julian Yazeed menatap wajah yang sering muncul di dalam mimpinya setiap kali dia sedang berada pada titik lemahnya itu. Wajahnya terlihat sedikit jelek daripada yang ada di dalam mimpinya, seolah-olah wanita ini sengaja berdandan jelek untuk menyembunyikan kecantikannya. Julian langsung mengenalinya hanya dengan sekali memandang, 'Sial, berani-beraninya dia memilihku?!'
Saat ini, tatapan julian dipenuhi dengan pancaran membunuh yang tak berujung!
Sementara Sintia menahan napas kesakitan karena jepitan paksa pria itu di dagunya, dia berkata dengan susah payah, "Siapa kamu? Lepaskan aku!"
"Julian Yazeed!"
"Apa?"
"Aku adalah Julian Yazeed!" Suara pria itu terdengar sedingin es.
"Julian Yazeed?"
Sintia berusaha mencerna dua kata itu di dalam hatinya sebelum matanya terbelalak lebar, 'Bukankah itu adalah miliarder bujangan yang terpilih menjadi pasanganku?'
'Kenapa dia menatapku seolah-olah aku telah menyakitinya? Bukankah aku tidak pernah menghancurkan hatinya?'
'Tentu saja tidak, aku bahkan belum pernah bertemu dia sebelumnya!'
Sintia menepis tangan pria yang tengah menjepit dagunya itu kemudian mundur dua langkah untuk menyelamatkan diri. Namun, saat ia menepis tangan itu, Julian langsung mencekal pergelangan tangannya lalu menatapnya lebih dingin.
"Sintia Yazid, berani sekali kamu. Beraninya kamu memilihku!"
"Sebenarnya aku tidak memilihmu, sistem yang memilihnya secara otomatis. Jika kamu mau marah, marahi saja sistemnya. Pria macam apa yang berani menggertak seorang gadis?"
Sayangnya, tidak peduli bagaimanapun dia menjelaskan, ekspresi permusuhan di wajah pria tampan itu bukannya berkurang, justru malah semakin meningkat.
Tatapannya seperti api yang mengamuk, tetapi juga seperti suntikan es yang menusuk tulang. Terlalu rumit, campuran antara cinta dan benci, es dan api.
Sintia semakin tertegun, 'Kenapa tatapannya terlihat seolah aku memang pernah menghancurkan hatinya? Bagaimana mungkin aku bisa begitu berani menghancurkan hati seorang miliarder yang namanya berada dalam daftar orang kaya di Forbes?'