Sintia memandang dinginnya hujan di luar sambil berkata, "Aku tidak rewel…."
"Kalau kamu tidak rewel, sekarang keluarlah dari gedung dan berdiri di depanku. Ayo kita berjalan-jalan di sekitar kampus. Buat aku percaya jika kamu lebih takut kehilangan aku dibanding takut membuat sepatumu basah karena hujan."
Yuda berdiri di tengah derasnya hujan sambil memandang Sintia, seolah-olah memberinya satu kesempatan terakhir untuk membuktikan jika dirinya tidak rewel.
Namun, Sintia masih berdiri di balik pintu. Dia enggan untuk melangkah maju dia bahkan merasa lucu, 'Bukankah konyol jika pria itu mengatakan hal seperti ini sekarang?'
Dia sudah melihat betapa brengseknya Yuda. Memangnya siapa yang mau mengambil resiko mengungkapkan identitasnya untuk berjalan ke hadapan pria itu?
Apa semua laki-laki di dunia ini sudah mati?
Memangnya dia sangat penting bagi Sintia?
Yuda tertawa mengejek, "Lihat, di dalam hatimu, aku tidak lebih dari ini! Begini saja, berhenti bersikap jahat dengan cara menyerang Yumi dan mengatai bahwa ia selingkuh. Dia tidak seperti dirimu!"
Setelah itu, Yuda pergi dalam keadaan emosi. Meninggalkan Sintia yang hanya bisa mendongak ke atas, tak bisa menghentikan air mata kesedihannya.
Dia sudah mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak menangis. Yuda hanyalah pria bajingan, pria itu tidak layak untuknya. Namun, hatinya tidak mau menurut dan rasanya menyakitkan sekali.
Di bawah derasnya hujan, seorang pria jangkung dan berwibawa berjalan perlahan. Begitu melewati Yuda yang tengah melangkah penuh amarah. Mata tajamnya melirik Yuda dengan sorot berbahaya, membuat Yuda tanpa sadar bergidik.
Yuda tidak tahu dari mana sikap dingin dan aura permusuhan pria itu berasal, dia hanya merasa aneh. Ketika dia melihat ada dua pengawal dengan penampilan yang menyeramkan memegangi payung untuk pria itu, dia tidak berani mencari masalah dengannya dan justru semakin mempercepat langkahnya.
Julian mendengus dingin, tidak lagi menatap Yuda dia pun berjalan selangkah demi selangkah menuju gadis yang takut hujan itu….
Ketika berjalan menghampirinya, Julian tidak berniat menghiburnya sama sekali saat melihat Sintia yang menangis karena pria lain. Akan tetapi, dia langsung mengulurkan tangan dan menggendong Sintia di punggungnya.
Tentu saja Sintia langsung kaget, "Apa yang kamu lakukan?"
"Bukankah mantan pacarmu bilang kamu rewel dan tidak akan keluar di saat hujan kecuali ada seseorang yang menggendongmu?"
Sintia ingin sekali berkata, 'Rewel bokongmu itu!' Namun, sebelum dia mengatakan apa-apa, suara penuh perintah pria itu lebih dulu terdengar, "Pegangan yang erat, hapus air matamu! Setiap air mata yang kamu tumpahkan adalah bukti atas perselingkuhanmu selama perjodohan resmi ini. Jadi, berhati-hatilah. Atau akan akan menuntutmu dan menjebloskanmu ke penjara!"
Sintia belum pernah bertemu dengan pria yang sangat tidak masuk akal seperti ini. Dia menyeka sudut matanya kemudian mendorong punggung Julian dengan keras, "Kamu tidak perlu menggendongku."
"Kamu yakin?" Suara rendah pria itu terdengar sangat mengintimidasi.
"Tentu saja."
Dia pikir Julian Yazeed, pria angkuh ini pasti akan menjatuhkannya lalu pergi meninggalkannya begitu mendengar ucapannya barusan.
Namun, Julian hanya menutup telinga, menunggu dua pengawal itu memayungi mereka kemudian menggendongnya di bawah hujan dengan kaki jenjangnya itu. Dan tak lupa juga mengeluarkan kalimat yang menohok, "Sayang sekali negara memintaku untuk menggendongmu. Seharusnya kamu tidak memilih nomorku."
"...."
"Selama kamu tidak memprovokasiku, aku juga tidak akan memprovokasi dirimu! Sayangnya, kamu bahkan tidak layak untuk diberi pelajaran…."
Sintia, "...."
'Kenapa aku masih merasa nada suaranya terdengar seolah-olah aku berhutang miliaran padanya?'
'Aku juga tidak akan mengambil inisiatif untuk memilihnya, sudah kubilang kalau sistem yang memilihnya secara otomatis!'
Sintia tidak mau membahas masalah yang membuat mereka menderita itu. Dia tidak berani menganggap enteng hujan di luar payung ini karena takut kakinya akan basah. Hembusan angin dingin yang bertiup ke arahnya membawa tetesan air hujan, membuat Sintia tanpa sadar melingkarkan lengannya di leher pria itu.
Lagi pula, jalan menuju luar kampus cukup jauh. Siapa tahu Julian akan memintanya untuk turun di tengah jalan, kan?