Chereads / Alvaro to Elvano / Chapter 10 - Bab. 9 ||"Bisa ngak Lo jangan selalu natap gue?" Aleta merasa risih||

Chapter 10 - Bab. 9 ||"Bisa ngak Lo jangan selalu natap gue?" Aleta merasa risih||

Bab. 9

Elvano yang mengikuti gadis itu kedalam mobilnya melirik sekeliling mobil lalu duduk didepan sebelah co-pilot. Aleta yang melihat itu memiliki perasaan aneh bahwa binatang buas sedang berpatroli di wilayahnya tapi perasaan itu segera ditepis olehnya, karena perasaan itu benar-benar menakutkan.

Aleta yang melirik jam yang hanya beberapa menit lagi kelas akan dimulai dengan tergesa-gesa memasang sabuk ditubuhnya dia juga berkata dengan tidak sabar kepada pria yang sedang duduk dikursi sebelah co-pilot.

"Pasang sabukmu."

Setelah mengatakan itu Aleta langsung menancapkan gas mobilnya untuk ngebut yang membuat orang-orang yang mengemudi dijalan memarahinya, tapi Aleta tidak mempermasalahkannya karena jam kelas akan segera terlambat.

Elvano yang dibawa kebut melirik gadis yang mengemudi dengan serius lalu melihat sekelilingnya dengan minat, tapi dia dengan cepat bosan. Elvano yang merasa sangat membosankan tidak bisa menahan diri menatap gadis yang sedang mengemudi dengan serius dan tegang diwajahnya, dia tidak memiliki rasa bersalah meskipun dia murid baru dia akan datang terlambat.

Melihatnya dengan helm sedikit membuatnya pengap jadi dia membuka helm yang ada dikepala. Yang membuat rambut pirangnya berantakan dengan keringat yang masih menempel dikulit pucatnya.

Kebetulan dijalan terdapat rambu merah, dan Aleta yang sedang melihat jalan diujung matanya tiba-tiba melihat rambut pirang yang membuatnya memalingkan wajahnya untuk melihat orang itu. Tapi setelah melihatnya dia tercengang dan melebarkan matanya karena wajah ini, rambut ini, kecuali mata dan tubuh yang berbeda seperti Gallendra Xander Dirgantara sahabat Algibran tunangannya, dan Gallendra selalu bersikap baik padanya dan membantunya bahkan dikehidupan sebelumnya menjadi teman baiknya.

Elvano yang melihat gadis itu berbalik menatapnya merasa sedikit senang tapi melihatnya melebarkan matanya karena terkejut dan melihatnya sebagai orang lain membuatnya menyipitkan mata biru langitnya yang menjadi gelap dengan berbahaya.

"Siapa yang kamu lihat?"

Aleta yang mendengar suara dingin dan magnetisnya mulai tersadar apalagi dia mengabaikan aura berbahaya disekelilingnya dan mulai menatap pria ini dengan cermat lalu dia menemukan selain wajah, mata, tubuh dan temperamennya sangat berbeda dia sangat berbeda dari Gallendra dari yang dia kenal.

Elvano melihat gadis didepannya menekan keterkejutan mulai menatapnya dengan cermat dan teliti seolah-olah takut dia salah mengira seseorang, mulai menghela nafas senang tapi mengingat gadis itu menatapnya seperti melihat orang lain membuatnya sangat tidak nyaman, bahkan buku-buku jarinya yang sedang memegang helm memutih karena terlalu banyak kekuatan yang membuktikan betapa gelisah nya pemilik tangan ini yang sangat berbeda dengan wajahnya yang dingin.

"Siapa Lo? Bagaimana wajahmu bisa mirip dengan temen gue?"

Elvano menurunkan mata biru langitnya, dan mencerutkan bibirnya dengan enggan menjawab tapi memikirkan gadis didepannya mungkin akan marah jika diabaikan, Elvano mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri dengan kesal yang tersamarkan dalam suara dingin yang magnetisnya.

"Perkenalkan namaku Elvano Xavier Dirgantara."

Aleta membeku sejenak lalu mengulurkan tangan kecilnya dan berjabat tangan dengan tangan besar Elvano dan berkata dengan canggung dalam suara dingin nya.

"Ah, Perkenalkan nama gue Aleta Quenby Agatha. Dan ngak usah pake bahasa aku kamu bisa ngak? Gue ngak nyaman dengernya."

"Oke...."

Setelah mendengar jawaban itu Aleta yang melihat lampu hijau langsung bergegas kedepan dengan cepat sambil berkata dengan ragu.

"Lihat muka Lo yang hampir sama dengan Lendra, temperamen dan aura Lo yang beda dari dia apakah ini saudara legendaris yang keluar entah dari mana." Setelah mengeluarkan kata-kata itu Aleta melirik Elvano dengan senyuman dimatanya.

"Ya. Aku..." Elvano yang akan melanjutkan kata-katanya melihat Aleta melotot karena marah, jadi Elvano harus mengubah kata-katanya menjadi bahasa yang menurutnya aneh.

"Gue saudara yang satu tahun lebih tua darinya dan gue selalu ada diluar negeri baru kemarin gue pulang ke Indonesia."

Elvano memalingkan kepalanya dan perlahan menyipitkan mata biru langitnya sambil melihat pemandangan diluar jendela mobil untuk menyembunyikan keterkejutan dan pemikiran dalam benaknya karena dia merasa bahwa penjahat wanita ini benar-benar berbeda dari penjahat yang dia baca.

Penjahat wanita ini ....

Seorang Transmigrasi?

Atau Reinkarnasi?

Tidak peduli apapun aku pasti akan mendapatkan jawabannya.

Tapi yang Elvano rasakan hari ini adalah jantungnya yang berdetak lebih dan lebih kencang saat dia akan mencoba mencari tahu tentang apakah Aleta seorang transmigrasi atau seorang reinkarnasi.

Keadaan Elvano saat ini seperti anak kecil yang diberikan hadiah tapi dia harus membukanya perlahan agar kesenangannya tetap ada, tapi Elvano yang merasakan perasaan detak jantung tidak memikirkan jika dia sedang jatuh cinta tapi dia hanya memikirkan bahwa dia hanya merasakan perasaan berbeda yang dia hadapi saat bertemu seorang transmigrasi atau reinkarnasi yang harus dia cari tahu sendiri dengan kegembiraan murni.

Jadi dengan premis benar dan salah dalam pikirannya dia tetap tidak bisa menahannya dirinya untuk menatap Aleta dengan mata dingin dengan kegembiraan tersembunyi yang dalam dan terus menatap Aleta dengan erat.

Sungguh hadiah yang dunia ini berikan padaku sangat, sangat baik sekali~

Dan harus membiarkan aku membuka kotak Pandora yang penuh misteri dan kejutan yang selalu menunggunya itu satu per satu lalu merasakan perasaan kejutan dari hadiah yang selalu dia dapatkan dalam setiap kotak Pandora yang dia buka.

Meskipun aku akan merasakan perasaan detak jantung yang terus berdetak tidak terkendali saat bertemu Aleta, dia bisa merasakan dengan instingnya bahwa hadiah ini (Aleta) adalah hadiah yang sangat penting dari berbagai hadiah yang dunia berikan.

Karena dunia memberikan hadiah yang begitu besar, bagaimana aku bisa kasar menerima hadiah yang sangat menarik ini, jadi aku akan membiarkan dunia ini selalu damai meskipun membosankan.

Setelah memikirkan itu mata Elvano saat menatap Aleta menjadi semakin cerah dan panas seolah-olah dia akan mengukir orang itu kedalam daging dan darahnya sendiri.

Aleta yang selalu dalam keadaan dunianya sendiri meskipun bisa berinteraksi dengan dunia luar tapi selalu membagi batasannya kali ini dia menemukan sesuatu yang salah dari pria yang selalu menatapnya.

Pria ini selalu menatapnya dan tidak pernah berhenti bahkan jika pria ini kadang-kadang akan melihat keluar jendela mobil dia akan menatapnya kembali. Tapi kali ini, pria ini tidak tahu pikiran apa yang ada di otaknya yang mungkin setelah memikirkannya pria ini menatapnya semakin cerah dan panas yang membuatnya tidak bisa mengabaikannya yang menatapnya terlalu intens.

"Bisa ngak sih Lo jangan selalu natap gue!" Pada akhirnya Aleta tidak bisa menahannya lagi karena Aleta merasa risih, malu dan tidak bisa fokus saat mengemudi dan mulai membentaknya.

Elvano melebarkan matanya karena terkejut, bagaimana dia tidak terkejut karena selama ini Aleta selalu bisa menahan kesal dan amarahnya dan mentoleransi atas sikapnya dan bahkan mencoba melembutkan suaranya jika dia marah atas sikapnya yang kadang Elvano rasakan sendiri tidak masuk akal.

Mata biru langit Elvano mulai berkabut dan ujung matanya mulai memerah. Tapi Elvano hanya menatap  Aleta dengan erat dan tidak melepaskan pandangannya, sikapnya telah menunjukkan penolakan.

Aleta yang melihat mata pria ini mulai merah dan berkabut merasakan emosi akrab yang akan dia keluarkan, yaitu *kepala yang membesar karena marah tapi emosi tidak berdaya selalu menyerangnya.

*Kepala yang membesar artinya adalah sakit kepala yang parah melandanya.

(*Penulis : tentu saja kepala yang terasa berat dan terus berdenyut pusing.)

Aleta memalingkan kepalanya keluar tapi setelah dia melihat sampai di sekolah dia dengan tergesa-gesa memarkirkan mobilnya lalu berkata kepada Elvano yang masih menatapnya dengan ujung mata yang merah dan mata biru langit yang berkabut dengan jejak keluhan yang tidak bisa dia samarkan dimatanya.

Aleta menggerakkan tangannya tanpa jejak karena saat ini dia benar-benar ingin memukul kepala pria yang ada didepannya. Aleta mengambil napas dalam-dalam, mengeluarkan pria yang menyebalkan ini dari mobilnya lalu berkata perlahan dan lembut dengan gertakan gigi yang saling terkatup.

"Ayo! Pergi! Keluar!"

Setelah itu Aleta berlari dengan cepat sambil menuju kelasnya tanpa menunggu responnya dan meninggalkan Elvano yang menundukkan kepalanya dengan ekspresi tidak jelas.

Tidak nyaman....

Ingin....

Bersama....

Elvano yang telah menyesuaikan ekspresinya dia perlahan menuju ruang kepala sekolah untuk pemeriksaan murid pindahan baru.

[Bersambung.....]