Bab. 10
Tok...
Tok..
Kepala sekolah yang sedang terjerat dengan dokumen dibawahnya mendengar suara pintu yang diketuk, tanpa mengangkat kepalanya dia berkata perlahan.
"Masuk."
Elvano yang melangkah kedalam ruangan kepala sekolah yang pertama muncul dalam bidang penglihatannya adalah berbagai dokumen yang tertumpuk dengan tidak rapi. Bagi Elvano yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif yang parah, melihat berbagai dokumen yang tidak tersusun rapi dan sangat banyak ini membuatnya mengalami kejang sesaat agar tidak merapikan dokumen-dokumen itu.
"Kepala sekolah ini surat pemeriksaan murid pindahan."
Kepala sekolah tadi masih berkutat dengan dokumen tangsung mengangkat kepalanya yang memperlihatkan seorang pria paruh dengan wajah jujur dan temperamen yang berpendidikan dengan rambut yang tertata rapi.
"Apakah kamu murid pindahan itu? Dari keluarga Dirgantara?"
"Ya."
"Sungguh keluarga dengan gen yang sangat baik!" Kepala sekolah berkata sambil tersenyum lalu berkata dengan serius.
"Meskipun saya telah melihat resume pelajaranmu yang selalu dalam nilai penuh, tapi ayahmu menjelaskan tentang keadaanmu saat ini. Jadi saya akan memasukkan mu ke dalam kelas unggulan kelas 2-2. Jika kamu ingin mengetahui sesuatu silahkan katakan saja." Kepala sekolah melihat murid pindahannya merasa seperti ingin menanyakan sebuah pertanyaan yang sangat penting jadi dia mengatakan di akhir kalimatnya.
"Ya."
"Oh, apa itu?" Setelah melihatnya mengangguk, kepala sekolah menjadi penasaran apa yang ingin ditanyakan oleh anak dari keluarga Dirgantara yang terlihat dingin ini.
"Dimana kelas Aleta Quenby Agatha?"
"..."
Melihat kepala sekolah terdiam mematung disana, Elvano mengerutkan keningnya tanpa jejak dan mengulangi pertanyaan yang dia tanyakan.
"Dimana kelas Aleta Quenby Agatha?"
Setelah mendengar dengan jelas siapa yang dikatakan murid pindahan ini membuatnya ingin memuntahkan darah karena marah tapi dia hanya bisa mengambil napas dalam-dalam dan berkata perlahan.
"Kelas unggulan 2-1. Aku katakan, kalian harus selalu fokus pada pembelajaran bukan pada cinta." Sambil menghela nafas kepala sekolah mencoba menasehati murid pindahan itu situasinya, ah tidak kepala sekolah mencoba menasehati akal sehat untuk orang yang mengalami amnesia permanen. Tapi setelah melihatnya pergi dengan santai seolah-olah ini adalah halaman belakangnya membuat paru-parunya terbakar, setelah itu dia hanya bisa diam pasrah atas kelakuan murid-muridnya yang ada di sekolah ini. Jadi Elvano hanya lebih ringan dari kelakuan murid-muridnya yang ada.
"Kamu tinggal masuk saja, saya sudah memberitahu Pak Rendra bahwa kamu akan tinggal dikelasnya."
Kepala sekolah tidak lupa berteriak untuk mengingatkan Elvano yang sudah ada didepan pintu.
"...."
Siapa yang kamu katakan cinta?
Cinta?
Elvano yang baru saja keluar dari ruang kepala sekolah menurunkan matanya dalam pemikiran. Tapi dibenaknya selalu muncul perkataan kepala sekolah yang membuatnya berfikir lebih dalam, sambil berjalan menuju kelas unggulan 2-2.
Apa lagi yang kamu pikirkan.
Hehehehe~ orang gila untuk apa kamu memikirkannya lagi.
Kenapa kamu tidak mendapatkannya saja.
Pikirkan detak jantung saat kamu bertemu dengannya.
Lihat baik-baik, bukankah dia hadiah terbaik untukmu dari dunia ini.
Hei~ kalian ingin membuat orang gila ini memikirkan perasaan apa kamu tidak merasakan hati nurani, ayo ambil, dapatkan, simpan, jaga, rawat, manjakan~
Cepat dapatkan sebelum seseorang mengambilnya~
Ya, ya, ya, sebelum orang itu melarikan diri darimu dan kamu tidak akan pernah bisa mengawasinya lagi....
Dengarkan aku Elvano, jika kamu mendapatkannya kamu bisa selalu mengawasinya dan kami akan membantumu mengawasinya jika kamu selalu mengawasinya seperti ini orang itu akan merasa risih dan melarikan diri, jadi biasakan.....
...
Elvano yang selalu dapat mendengar bisikan ditelinganya dari waktu ke waktu di kehidupan sebelumnya membuat temperamennya menjadi suram dan memiliki keinginan untuk mengendalikan yang sangat kuat karena bisikan-bisikan ini selalu mengatakan sesuatu ditelinganya dan bisa menjadi matanya, ini seperti Elvano yang memasang kamera kecil disetiap orang disekelilingnya dan mengawasinya. Tapi bisikan-bisikan ini kadang-kadang selalu menghilang, hanya didunia ini dia selalu mendengarkan mereka yang membuat Elvano mengalami sakit kepala yang parah.
Dan Elvano yang sedang memikirkan apa yang dikatakan kepala sekolah sambil mendengarkan bisikan ditelinganya membuatnya marah, sambil mengepalkan tangannya dia mengambil napas dalam-dalam untuk menekan kemarahannya karena dia sudah sampai dikelas.
Tok...
Tok..
"Permisi, aku akan melapor kelas."
* * *
Beberapa menit sebelumnya.
Gallendra yang berbaring dimeja merasa gelisah karena saudaranya belum datang kesekolah. Merasa semakin mudah tersinggung akhirnya dia tidak bisa menahan diri untuk berteriak kepada teman-temannya yang sedang sibuk mabar.
"Teman-teman, bagaimana keadaan saudara gue, kenapa dia belum datang-datang."
Algibran, Dylan, Arfian, Arsenio, Bastian dan Arkanio terkejut karena Gallendra berteriak ditelinga mereka dengan keras yang hampir membuat mereka tuli.
"Mungkin masih dijalan atau ngak kesasar." Algibran mengatakan itu ingin membuat lelucon tapi yang tidak dia duga adalah reaksi temannya yang sangat besar.
"Tidak mungkin! Kak Vano tidak mungkin tidak mengenali jalan!"
"Bukankah Vano baru saja datang ke Indonesia kemarin dan dia adalah pasien amnesia sekarang, jadi bukan tidak mungkin." Arkanio langsung menuangkan air dingin kepada Gallendra yang masih mudah tersinggung.
Gallendra yang mendengar kata-kata itu langsung terbangun dari pikirannya dan tubuhnya mulai lesu untuk berbaring dimeja dengan aura depresi, bahkan tidak mencoba bertengkar dan membantah Arkanio yang menuangkan air dingin kedirinya sendiri.
Teman-temannya meliriknya dengan heran, bahkan Arkanio mengangkat alisnya bingung.
Teman-teman sekelasnya mendengar pembicaraan mereka mendengar kata 'saudara' dari mulut Gallendra yang membuat mereka sangat penasaran lalu, teman-teman sekelasnya mulai membicarakan tentang saudara legendaris dari Gallendra. Tidak memperhatikan bel yang telah berbunyi.
Teman A :"Lendra Lo punya saudara?!"
Teman B :"Sungguh?!"
Teman C :"Apakah dia akan sekolah disini?"
Teman D :"Darimana dia?"
Teman E :"Apakah dia tampan?"
Gallendra yang akan menjawab pertanyaan mereka tiba-tiba mendengar suara Pak Rendra yang sudah datang kekelas.
"Diam!"
Teman-teman yang masih mengelilingi Gallendra dengan pertanyaan langsung terdiam lalu membubarkan diri dan mengeluarkan buku pelajaran.
Pak Rendra yang melihat murid-muridnya kembali diam dan duduk dengan tenang dia mengangguk puas lalu berkata.
"Dengar kali ini kita akan memiliki teman sekelas yang baru."
Melihat muridnya mulai berbisik-bisik, Pak Rendra mulai mengeluarkan suara yang keras.
"Tapi!"
Siswa- siswa yang ada dikelas semuanya kaget dengan suara keras yang dikeluarkan dari mulut Pak Rendra dan raut wajah yang menahan amarahnya.
"Murid baru itu datang terlambat! Ini sudah jam pelajaran dimulai, dia bahkan belum datang untuk menunjukkan sosoknya!"
Kenapa? Itu karena Pak Rendra adalah guru yang dikenal dengan kedisiplinannya yang sangat ketat, jika seseorang melanggarnya orang itu akan dimarahi olehnya dengan keras selama beberapa jam yang membuat telinga orang yang mendengarnya kapalan dan pusing dan sikap itu membuat siswa-siswi di SMA ANGKASA memiliki perasaan cinta dan benci padanya.
Saat kelas itu akan mendengar omelan keras dari Pak Rendra dengan pasrah dan tak berdaya tiba-tiba mendengar ketukan di pintu kelas, dan suara dingin yang magnetis.
"Permisi, aku akan melapor kelas."
Para siswa dan Pak Rendra yang mendengar itu membeku sejenak lalu menatap pintu dengan harapan. Gallendra yang masih terbaring lesu langsung menegakkan badannya dan menatap pintu.
Pak Rendra yang kembali sadar berjalan menuju pintu dengan menyipitkan matanya dan menahan amarahnya lalu membuka pintu kelas.
Tapi yang muncul dibidang penglihatan Pak Rendra adalah dada bidang dengan seragam sekolah yang kancingnya terbuka dan memperlihatkan tulang selangka dengan garis-garis seperti porselen yang pecah yang terlihat samar seperti tato yang membuatnya tertegun sejenak. Pak Rendra mengangkat kepalanya dan menatap wajah muridnya dengan mata kosong lalu membuka jalan untuk membiarkannya masuk dan menutup pintu dengan sadar.
Pak Rendra yang kembali sadar menatap murid barunya yang sangat tinggi sambil menyipitkan matanya tapi tidak mencoba memarahinya karena...
Orang ini tidak mudah dipusingkan...
Siswa yang melihat Elvano masuk langsung bereaksi dengan ribut karena wajahnya yang dingin sangat tampan meskipun mereka sudah melihat wajah Gallendra mereka hanya memiliki satu perasaan yaitu indah dan cerah.
Elvano yang melihat itu mengerut kening tidak nyaman, karena dikehidupan sebelumnya meskipun mereka mengagumi wajahnya, mereka tidak berani menatapnya seperti ini, tapi disini mereka berani menatapnya dengan terang-terangan yang tidak terselubung dimatanya.
Pak Rendra yang melihat semuanya menepuk meja agar muridnya kembali tenang. Setelah siswa menjadi tenang, Pak Rendra menatap Elvano untuk membuat perkenalan. Elvano melirik Pak Rendra dengan penghargaan dimata biru langitnya, yang membuat sudut bibir Pak Rendra berkedut.
"Namaku Elvano Xavier Dirgantara."
"...."
Pak Rendra yang melihat Elvano telah memperkenalkan dirinya membuat pelipisnya berkedut kesal.
"Sudah selesai?"
"Ya."
"Kalau begitu duduk disebelah bangku kosong Algibran."
Setelah Pak Rendra mengeluarkan kata-kata itu terdengar suara menarik napas dingin dan terkejut.
Elvano mengabaikannya lalu berjalan menuju meja disebelah Algibran dengan kakinya yang panjang.
"Tidak apa-apa jika aku duduk disini?"
Algibran melirik Elvano yang ada disampingnya lalu mengangguk.
"Ya."
Elvano yang baru saja duduk ditepuk bahunya. Elvano memalingkan kepalanya dan melihat itu adalah adiknya dia melembutkan ekspresi dingin diwajahnya dan bertanya dengan bingung.
"Ada apa?"
Gallendra melirik saudaranya dari atas ke bawah, kiri dan kanan langsung menarik napas lega, karena dia takut saudaranya ini kenapa-kenapa.
"Tidak, gue hanya menghawatirkan Lo."
Elvano yang melihat adiknya yang masih ragu mengatakan sesuatu langsung bertanya.
"Kenapa?"
"Lo darimana aja, kenapa terlambat?"
Setelah mendengar jawaban Gallendra, Elvano tertegun sejenak lalu tiba-tiba memikirkan gadis itu yang membentaknya membuat ekspresi keluhan diwajah dinginnya dan ujung matanya menjadi merah seperti ingin menangis.
Arfian yang disebelah Gallendra menatap dengan ngeri pria didepannya yang bisa membuat ancaman dingin dan suara lembut sekarang memiliki ekspresi keluhan dan ujung mata yang memerah seakan-akan dia akan menangis didetik berikutnya.
Algibran, Bastian, Dylan, Arsenio, dan Arkanio yang melihatnya juga sangat terkejut. Karena pria didepannya selalu memiliki wajah dingin meskipun dia bersikap genit kepada Bibi Chelsea sebelumnya. Jadi melihatnya seperti gadis yang akan putus dengan pacarnya membuat orang yang melihatnya terkejut dan merinding naik dilengannya.
Gallendra yang melihat saudaranya seperti ini juga tercengang dan bingung lalu dengan tergesa-gesa bertanya.
"Kak Vano, Lo ngak apa-apa kan? Jangan nangis oke~ lihat Lendra punya permen rasa susu buat kak Vano."
Sudut bibir Elvano berkedut tapi dia masih mengambil permen rasa susu dan memakannya dengan gembira lalu menatap podium didepannya sambil menulisnya dibuku.
Gallendra dan teman-temannya menatap kosong pada Elvano yang seperti anak kecil setelah mendapatkan permen dia langsung melupakan keluhannya, lalu saling memandang dengan kilatan horor dimata mereka masing-masing.
Ding...Ding... Ding...
Setelah bel para siswa yang akan mengerumuni Elvano melihat geng ini dibelakangnya langsung melupakannya dan melarikan diri dengan cepat.
Arfian yang melihat itu menggoda Elvano dengan senyum khasnya bahkan melupakan kejadian yang membuatnya ketakutan.
"Yah~ ini sangat populer."
Dylan juga menganggukkan kepalanya lalu berkata dengan lucu.
"Tapi mereka melarikan diri karena kita, apakah kamu marah?"
"Tidak."
Elvano bahkan tidak melirik mereka apalagi menatapnya, kini dia sedang melihat jendela dengan gugup dan berharap, mengabaikan berbagai mata yang jatuh padanya dengan ekspresi yang rumit.
"Kalau begitu kita ke kantin?" Bastian mengajak semuanya untuk datang ke kantin.
"Oke, gue udah merindukan baso bibi Siti." Arsenio berkata dengan gembira.
"Hmm."
"Vano, Lo ikut ngak?" Arfian bertanya pada Elvano yang masih menatap jendela.
"Tidak."
"Oke, kalau gitu kita pergi ya~" Dylan berjalan sambil melambaikan tangannya.
"Ya."
"Kak Vano ngak akan pesen sesuatu?" Gallendra yang masih didalam kelas menatap saudaranya yang berkeliaran di jendela seolah-olah mencari seseorang yang lewat.
"Ah.."
Elvano akhirnya berhenti menatap luar jendela mulai menatap Gallendra yang bertanya padanya. Sambil memiringkan kepalanya dia berkata dengan tidak pasti.
"Baso tahu?"
"Oke, minumnya apa?"
"Teh manis."
"Oke. Kalau gitu Lendra pergi ya. Jika Kak Vano masih menginginkan permen itu ambil saja di bawah meja, gue masih punya banyak."
"Oke."
Gallendra pergi dari kelas dengan suasana hati yang rumit setelah ditatap dengan mata berbinar saudaranya dibawah mata pengawasan Elvano.
Oh~ aku kira saudaraku adalah karakter yang akan dingin. Hancur sudah karakter yang kau pertahankan kak~ QUQ.
Teman-temannya yang masih ada diluar menatap Gallendra yang membuat ekspresi rumit diwajahnya.
"Bagaimana?"
"Hah... Ayo pergi, biarkan dia sendiri. Gue tidak tahu siapa yang dia cari tapi tidak pernah ingin keluar."
•
•
•
•
[Bersambung....]