Bab. 14
"Woy! Dian Lo ngapain ngelamun terus?"
Dian yang ditepuk punggungnya oleh Brian hanya menatap kosong lalu memikirkan kejadian pagi dengan kesal.
"Diam."
Brian melihat sahabatnya hanya melamun memikirkan kemungkinan yang ada dipikirannya dan mulai bergosip.
"Lo lagi mikirin adik kesayangan Lo kan?"
Melihat Dian hanya menatapnya, Brian melanjutkan gosipnya sambil berkata dengan suara tidak percaya.
"Lo tahu tadi saat gue lewat UKS dan ngelirik jendelanya, gue sangat sangat terkejut sama apa yang gue lihat."
Dian mengerut keningnya dan menatap Brian dengan mata bertanya. Brian melihat sahabatnya mungkin tidak tahu kalau adiknya bersama pria mungkin tidak akan setenang ini dan melanjutkan perkataannya.
"Gue lihat adik Lo dipeluk sama murid pindahan."
"!!!"
Dian menatap Brian dengan ganas lalu dengan cepat berlari ke UKS untuk menemukan adiknya yang sedang berduaan dengan seorang pria.
"Tunggu gue Dian!"
Brian yang ditinggalkan tercengang lalu menyusul Dian dengan cepat.
Saat mereka akan datang ke UKS mereka menemukan Gallendra dilorong menuju UKS dengan suasana hati yang baik yang membuat mereka yang menatapnya terkejut. Gallendra melihat mereka dan dengan cepat menyapanya dengan gembira.
"Kak Dian, Kak Brian kalian mau ke UKS?"
"Ya."
Dian dan Brian saling memandang dengan kejutan yang terlintas dimata mereka.
"Kalau begitu kita bareng aja, gue ingin ketemu sama saudara gue."
"Saudara...?"
Gallendra melihat mereka bingung langsung memperkenalkan saudaranya dengan mulut penuh.
"Iya! Murid pindahan itu saudara gue, dan gue baru tau kemarin kalau gue punya saudara yang cuma beda satu tahun. Selain itu Kak Dian dan Kak Brian ngak akan mudah bingung yang mana orangnya karena kita bersaudara wajahnya yang agak mirip."
"...."
"Kak Dian dan Kak Brian mau ngapain ke UKS?"
Gallendra memiringkan kepalanya dan menatap mereka berdua dengan bingung lalu menyipitkan matanya dengan lelucon lucu.
"Kalian ngak akan ngelakuin sesuatu yang tidak-tidak ya?"
"Diam!"
"Diam!"
Brian dan Dian menggertakkan giginya dan menatap Gallendra dengan mata tajam.
"Uh... Sorry... Gue cuma pengen ngobrol jangan diem aja terus."
Gallendra mundur selangkah untuk menjauh dari mereka berdua yang seperti akan memukulinya.
"Kalau gitu kakak senior nyari Aleta?"
"Lo tau darimana?" Dian menatap Gallendra dengan mata aneh.
"Tau lah. Kan Arfian ngomong kalau saudara gue sama Aleta datang bareng-bareng ke UKS."
"...."
Brian langsung merangkul bahu Gallendra sambil ngegosip.
"Lo juga tau kalau saudara Lo itu meluk si Aleta dengan erat?"
"?!!!"
Langkah kaki Gallendra menjadi kacau dan hampir terjatuh, setelah menstabilkan tubuhnya Gallendra menatap Brian dengan kejutan dimatanya.
Brian menatap Gallendra dengan terkejut dan berkata dengan tidak percaya.
"Lo ngak tau?"
"... Ngak."
Dian yang ada dibelakangnya menatap mereka yang bergosip tentang adiknya dengan gembira dan menatap dingin. Tapi Gallendra dan Brian tidak memperhatikan Dian yang menatap mereka dengan buruk dan tetap melanjutkan gosipnya.
"Wow! Lendra Lo ngak tau, tadi gue lihat saudara Lo dan Aleta saling berpelukan, gue ngak tau mereka ngomong apa bisa saling berpelukan."
"Bagaimana...?"
Saat mereka masih berbicara mereka sudah sampai didepan pintu UKS.
"...."
"Kok gue jadi gugup ya?"
"Emang apa yang Lo harus gugup?" Dian memukul kepala Gallendra dan Brian lalu membuka pintu UKS dengan alami dan berjalan masuk.
"... Jangan mukul terlalu keras dong.." Brian bergumam.
"...." Gallendra hanya mengusap tengkuk kepalanya.
Saat mereka bertiga masuk ke UKS, apa yang dilihat mereka bertiga membuat tubuh mereka membeku. Dan Aleta yang masih membujuk Elvano membalikkan badannya dengan kaku dan melihat mereka bertiga yang membuka pintu.
Aleta yang tangannya masih mengusap air mata diwajah Elvano. : "...."
Elvano yang masih memiliki air mata. : "...."
Suasana hening dan memalukan terjadi beberapa menit.
Gallendra yang melihat Dian dengan wajah gelap disudut matanya langsung menarik Elvano dengan cepat.
"Hahaha. Kak Dian, Kak Brian, Aleta kami pergi dulu." Gallendra melambaikan tangannya dan menarik Elvano keluar dari ruang UKS dengan cepat.
"..." Elvano.
"..." Dian.
"..." Aleta.
"..." Brian.
Brian yang melihat suasana hening dan memalukan masih terjadi, dia pergi sambil menyapa Dian yang masih memiliki wajah gelap.
"Dian aku pergi dulu, silahkan berbicara seluasnya."
Saat hanya tersisa mereka berdua diruang UKS.
Dian hanya berdiri diam dan menatap Aleta dengan dingin. Aleta yang ditatap merasa tidak nyaman setelah itu dia mendengus dan mencoba pergi dari UKS.
"Jelasin." Dian memegang tangan Aleta dan menghalangi jalan keluar.
Aleta mengerutkan kening dan menatap saudara yang paling dia sayangi tapi menatap dingin saat dia akan mati dikehidupan sebelumnya dengan tidak mengerti.
"Apa yang harus gue jelasin?"
"Leta." Dian menggertakkan giginya karena emosi, dia hanya merasa tidak nyaman saat melihat Aleta bersama Elvano apalagi saat dia melihat adiknya yang biasanya manja mencoba membujuk seorang pria tertentu.
"Lepas."
"Ngak."
"Kak Dian untuk apa Leta harus jelasin ke Lo, dan Lo sendiri ngak pernah ngejelasin apapun ke gue dalam beberapa hari ini."
Jleb!
"..."
Aleta melepaskan tangan Dian yang masih menggenggamnya dan pergi. Dian yang masih membeku atas pertanyaan Aleta tidak menyadarinya.
Saat Dian menyadarinya dia menatap kearah perginya Aleta dengan emosi yang rumit.
Jika saja kamu benar-benar adikku...
Leta maafin Kakak, Kakak sekarang lagi ngak bisa nerima kalau kamu bukan adik kakak.
Dian berbalik dan pergi tidak menyadari kalau Elvano bersembunyi dibalik pintu menatapnya dengan tenang dan kosong.
Elvano menyipitkan matanya kearah perginya Dian lalu menatap tempat Gallendra berada yang mencoba bersembunyi.
"Keluar."
"Hehehe~ Kak Vano kenapa bisa tau Lendra mengikuti?" Gallendra menggaruk kepalanya dan cekikikan.
Elvano menatap Gallendra dengan garis-garis hitam diwajahnya dan membuang muka dengan kesal saat memikirkan Gallendra yang membawanya pergi dari Aleta sambil mencerutkan bibirnya.
Gallendra melihat saudaranya memalingkan wajahnya dengan kesal hanya bisa menghela napas dan berkata dengan tulus.
"Kak Vano gue minta maaf udah mengganggu waktu berduaan mu dengan Aleta. Sebagai tanda permintaan maaf aku kasih nomor ponselnya mau?" Kata Gallendra sambil menggoyangkan ponselnya didepan Elvano.
Elvano melihat ponsel yang bergoyang didepan matanya dan memalingkan wajahnya dengan dingin.
"Tidak."
"Kenapa?" Gallendra tercengang karena jika saudaranya menyukai Aleta dia pasti akan meminta nomor ponsel Aleta tapi ini tidak.
"Ada."
Meskipun bahasa formal yang digunakan Elvano terkadang membuat Gallendra bingung tapi kali ini dia mengerti langsung jawaban Elvano yang membuatnya membelalakkan matanya dengan kaget.
"Bagaimana Lo punya nomor ponselnya secepat ini?!"
"Pagi." Memikirkan Aleta membuat suhu dingin dan terasing dimata Elvano mencair bahkan aura tubuhnya menjadi lembut seolah-olah kucing besar yang telah mendengkur merasa puas atas pemiliknya dan terlihat malas.
Gallendra menatap kaget dan kagum pada saudaranya yang sangat maju. Lalu merangkul bahu Elvano sambil meminta saran yang membuat tubuh tinggi Elvano sedikit membungkuk.
"Saudara Lo pernah ngejalin hubungan kan? Bagaimana bisa hubungan Lo bisa sangat cepat?"
Elvano menatap Gallendra dengan mata keterbelakangan mental dan menjawab dengan acuh.
"Tidak. Dan..."
Gallendra menatap saudaranya yang kini menyipitkan matanya dengan penasaran.
"Dan jika aku mengingatnya mereka semua takut padaku. Ya, kenapa...?" Elvano tidak menyadari suaranya menjadi sangat dingin dan suram.
"Alvaro apa yang kamu lakukan?!"
"Hahahaha. Anak yang tidak diinginkan!"
"Teman-teman pukul dia!"
Bugh.. (suara pukulan dan tendangan).
"Alvaro... Alvaro semua usaha mu sangatlah sia-sia, kamu tidak akan pernah mendapatkan kasih sayang keluarga. Keluarga William tidak pernah akan memberikan kasih sayang, kami berkumpul hanya ada untuk kepentingan keluarga bukan cinta dan kasih sayang yang kamu inginkan."
Ctak! (Suara cambuk).
"Alvaro sudah kakek dan nenek katakan untuk bersikap sempurna jangan seperti mereka yang berperilaku sembrono!"
"Alvaro bersikaplah kejam pada musuhmu."
"Tidak apa-apa jika kamu tidak punya teman mereka hanya melihat statusmu."
"Menjauhlah."
"Kakak aku takut."
"Aku benci kenapa aku tidak membunuhmu saat kamu masih dikandungan."
"Alvaro keluarga William tidak akan pernah menerimamu."
"Sayang jangan mencoba berteman dengan orang menakutkan itu, jika kamu menyinggungnya kamu akan mati. Jadi menjauhlah."
"Bu, Kakak itu sangat menakutkan."
"Kenapa kamu tidak mati!"
Elvano yang tenggelam dalam ingatan akan kehidupan sebelumnya membuat napasnya menjadi berat, tubuhnya bergetar dan wajahnya yang sudah pucat semakin pucat dan berkeringat.
Gallendra menatap kaget saudara yang berwajah pucat dan berkeringat dan tenggelam di dunianya sendiri tapi tidak menyadari sekelilingnya menjadi panik.
"Kak Vano!"
Melihat Elvano tidak merespon mencoba menyadarkannya dengan menggoyangkan badannya.
Elvano yang kembali sadar menatap kosong ke arah Gallendra dan meminta maaf.
"Maaf apa yang aku katakan."
"Tidak, tidak..."
Gallendra hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menjawab dengan cepat dan menyangkal jika Elvano telah mengatakan sesuatu.
"Kak Vano ayo kembali."
"... Ya."
Elvano yang ada dibelakang Gallendra memijat keningnya dan merasa kesal karena ingatan yang selalu mengganggunya.
-
-
-
Aleta yang bersembunyi menatap kepergian Gallendra dan Elvano dengan mata serius apalagi keadaan Elvano sangat mirip apa yang terjadi di ruang UKS yang membuatnya penasaran. Karena dia tidak mengetahui apa yang mereka bicarakan jika dia mendekat, pria itu pasti akan menyadarinya seolah-olah dia memiliki radar khusus untuk melacaknya.
"Leta Lo ngapain?"
Napas hangat dan bisikan dingin tapi lembut terdengar ditelinganya yang membuat Aleta terjungkal kaget dan menatap seseorang yang berbicara ditelinganya.
"Kesya! Lo ngagetin tau!"
Aleta menepuk dadanya karena ketakutan dan menatap wanita didepannya yang selalu menemaninya dikehidupan sebelumnya.
Dengan wajah cantik dan tampan, hidung yang tinggi, bibi yang tipis, kulit yang putih, tubuh yang tinggi dan rambut pendeknya kadang membuatnya selalu dikira cowok karena perbuatan tomboynya jika kalian tidak melihat dadanya yang penuh dan besar.
"Ngapain coba Lo nguping pembicaraan orang."
Kesya menatap Aleta yang masih menepuk dadanya ketakutan dengan senyum dimata dan wajahnya.
"Gue cuma penasaran aja." Aleta menundukkan kepalanya karena malu.
"Jangan-jangan Lo suka sama murid pindahan itu ya~"
"Siapa yang suka?!" Aleta langsung menginjakkan kakinya dan matanya mulai berkeliaran karena malu.
"Wow! Leta Lo udah ngak suka sama si Gibran kan?" Kesya mencondongkan tubuhnya ke Aleta dan tidak mencoba membongkarnya atas sikapnya yang gugup. Kesya malah mengalihkan topik dengan sengaja dan berkata dengan penasaran.
Kesya yang tidak mendengar jawaban dari Aleta menatap bingung kearah Aleta tapi Aleta malah menutup mulutnya dengan erat dan menariknya untuk bersembunyi.
Shhht...
Aleta membuat suara diam dan menatap kearah Elvano yang tiba-tiba berbalik. Kesya terdiam dan menatap kearah pria yang Aleta lihat dengan gugup.
Wow pria tampan. Tapi...
Kesya menatap Aleta yang dengan gugup mencoba bersembunyi dengan heran dan berbisik.
"Kenapa Lo bersembunyi?"
Aleta memasang wajah aneh dan rasa bersalah yang membuat Kesya yang menatapnya merasa terkejut.
"Lo apain murid pindahan itu sampe Lo masang muka aneh dan bersalah?"
Aleta menatap tak percaya pada sahabatnya yang kini membela pria mesum yang selalu mengikutinya dan cengeng sambil menggertakkan giginya.
"Kesya. Pria menyebalkan itu kamu bela?"
"Oh?" Kesya mengangkat alisnya dengan bingung.
"Jangan lihat muka dan temperamennya yang dingin, Lo ngak tau kalau dia itu cengeng dan mesum." Memikirkan kejadian memalukan di UKS membuatnya ingin memasuki lubang untuk menutupi rasa malunya.
"...."
"Kesya... Kenapa Lo ngak bicara?"
"Leta baru kali ini kamu mengomentari cowok selain Gibran dengan serius jadi gue kaget."
Saat mereka berbisik-bisik dengan gembira, Elvano yang merasa bingung karena dia merasa dengan intuisinya dia akan bertemu Aleta tapi dimana? Dan dia juga merasakan tatapan yang menimpanya dari waktu ke waktu dan membuatnya sedikit gugup. Saat dia akan mencari tatapan itu Gallendra memanggilnya yang membuatnya harus menyerah mencarinya.
"Kak Vano! Cepat."
"Hm."
Elvano berbalik dengan kesal saat dia akan melangkah suara yang biasanya diam kini mulai berbicara yang membuatnya sedikit bersemangat.
Dimana?
Semak-semak.
Bersama sahabatnya.
Oh, mereka membicarakan mu.
Aleta bilang kamu mesum dan cengeng.
Dia juga bilang kamu menyebalkan.
Wajahnya kini memerah saat membicarakan mu.
Sungguh lucu.
Pergi saja.
Kamu akan menggangunya.
Elvano tercengang lalu mencerutkan bibirnya dan pergi bersama Gallendra.
-
-
-
-
[Bersambung...]