Chereads / Alvaro to Elvano / Chapter 20 - Bab. 19 ||Rasa Malu Elvano||

Chapter 20 - Bab. 19 ||Rasa Malu Elvano||

Bab. 19

Aleta dan Kesya yang baru saja sampai didepan kantin menatap orang-orang yang berlari keluar dengan wajah ketakutan yang membuat mereka saling berpandangan.

Prangg!

Bughh!

Duak!

Suara kaca pecah dan tubuh yang memukul benda keras membuat Aleta dan Kesya meringis dan dengan tergesa-gesa mereka membuka pintu kantin.

Kacamata Arkanio telah terlepas dari pangkal hidungnya dan memperlihatkan wajahnya yang kini lebam dan darah yang mengalir dibibirnya. Arkanio berdiri dari tumpukan meja yang patah dan kaca pecah sambil mendesis kesakitan lalu menyeka darah dari bibirnya dengan kasar dan menatap Elvano dengan tajam dan sedikit ketakutan dimatanya.

Elvano menatap dingin pada Arkanio, perilaku Arkanio yang menyelidiki secara terang-terangan membuat Elvano merasa terusik dan jijik dan dia bisa menahan perilakunya karena Arkanio adalah teman dari adiknya, tapi Arkanio mencoba menyentuh sisik terbalik Elvano bahkan jika dia mencoba menyelidikinya yang membuatnya marah dan kesal.

Gallendra dan teman-temannya melihat mereka akan bertengkar lagi setelah membuat kantin menjadi kapal pecah mencoba meleraikan mereka yang seperti binatang buas, tapi kaki mereka sedikit gemetar karena takut terkena pukulan dan tendangan yang ganas dari mereka berdua.

Bugh!

"Sial!"

Arfian menyentuh pipinya yang sakit karena pukulan Arkanio mungkin sekarang pipinya berwarna hijau-keunguan.

Arkanio mencengkeram leher Elvano yang terjatuh yang membuat posisi keduanya sedikit memalukan seperti Arkanio yang menekan Elvano yang ada dibawahnya, tapi tidak ada yang akan berpikir liar dengan posisi kedua orang itu karena wajah Arkanio yang menyeramkan dan Elvano yang wajahnya suram sambil mencondongkan pisau dapur yang entah bagaimana ada ditangannya ke pinggang Arkanio.

Tapi yang terlihat dimata Aleta dan Kesya adalah Arkanio yang memiliki wajah yang suram mencengkeram leher Elvano dengan erat dan wajah Elvano yang kesakitan, membuat Aleta terkejut lalu berteriak kaget dan tidak memperhatikan pisau yang ada ditangan Elvano.

"Xavier?!"

Tangan Elvano yang memegang pisau bergetar dan membuat pisau dapur yang ada ditangannya terlepas dan membuat suara logam yang terkena lantai diruangan yang sedikit sepi  lalu memutar kepalanya kearah pintu kantin dengan terkejut bahkan jika tangan yang mencengkram lehernya mengerat dia mengabaikannya karena pikirannya kosong.

Ah..

Kenapa Quenby ada disini?!

Arkanio mengeratkan tangannya dileher Elvano  karena marah yang melihatnya terganggu, dan membuat wajah Elvano menjadi biru dan putih karena sesak napas dan harus menatap Arkanio dengan tenang dan dingin. Arkanio tidak melihat kepanikan karena akan mati lemas tapi yang dia lihat adalah ketenangan dan kemenangan yang tersembunyi dimata biru langitnya yang membuat Arkanio bingung.

Saat Arkanio bertanya-tanya mengapa Elvano memiliki ekspresi ini tiba-tiba dia merasakan rasa sakit diwajahnya yang membuatnya melepaskan tangan yang ada dileher Elvano untuk menyentuh pipinya yang memiliki rasa sakit yang membakar dengan terkejut.

"Xavier Lo ngak apa-apa?"

Suara Aleta yang cemas terdengar ditelinga Arkanio yang membuatnya terbangun dari keterkejutannya dan menatap Aleta dengan tidak percaya.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Wajah Elvano menjadi pucat tak berdarah dan batuk dengan keras sambil menyentuh lehernya yang memiliki bekas merah berbentuk jari dengan tangannya yang dingin.

Aleta merasa sedikit cemas dan menepuk punggung Elvano dengan pelan dan memberikan air minumnya. Elvano meminum air yang diberikan Aleta dengan cepat setelah itu dia merosot ke tubuh Aleta dengan tampilan tanpa tulang dan tidak mengatakan sepatah katapun sambil menutup matanya.

Kesya terkesiap melihat penampilan Elvano yang berantakan dan darah dibajunya sambil menyandarkan tubuhnya tanpa tulang pada Aleta, lalu menatap Arkanio yang juga memiliki wajah jelek dengan lebam dan darah disudut bibirnya yang menatap Elvano dengan kejutan yang membuat Kesya menggerakkan bibirnya dalam diam.

"Lo——!"

Aleta menatap dingin pada Arkanio yang membuat sang empu yang memiliki wajah kejam terdiam.

"Percobaan pembunuhan?"

"Tidak gue——!" Arkanio mencoba membantahnya tapi dipotong oleh Aleta dengan sarkastik.

"Lo mencekik Elvano hingga dia sulit bernapas, berantem juga ngak usah kelewatan!! Apa Lo mencoba pembunuhan disekolah?! Nanti banyak surat kabar, berita, forum sekolah, hingga sosial media memiliki berita tentang 'Seorang murid yang adalah temannya dengan inisial XX melakukan pembunuhan terhadap temannya dengan mencekiknya dengan tangannya sendiri.' Lo ingin terkenal dengan sebutan itu?!"

Aleta menatap Arkanio dengan tatapan marah bahkan wajahnya menjadi sedikit merah karena kemarahan dan emosi yang rumit. Tapi Arkanio, Gallendra dan lainnya yang mendengar kata-kata sarkastik Aleta tercengang, bahkan Elvano mengangkat kepalanya dengan terkejut dan membuka mulutnya karena keheranan.

Kesya menatap Aleta dengan tatapan kagum dan memberikan acungan jempol, tapi Aleta tidak melihatnya dan hanya menatap Gallendra dan lainnya dengan marah.

"Kenapa kalian tidak memisahkan mereka?"

"Uh.."

Wajah mereka menjadi pucat saat memikirkan Elvano dan Arkanio yang berkelahi seperti binatang buas yang melepaskan rantai yang mengikat mereka hingga Elvano yang akan menusuk pinggang Arkanio dengan pisau dan Arkanio yang akan mencekik Elvano hingga akan mati lemas.

Aleta menyipitkan matanya dan menatap tajam pada mereka yang memiliki wajah pucat dan kaki gemetar lalu berbalik untuk menatap Elvano dengan emosi yang rumit dan menarik tangan Elvano sambil menghela napas.

"Pergi ke UKS untuk mengobati lukanya."

Aleta berbalik saat Arkanio dan yang lainnya tidak mengikuti dan berkata dengan marah.

"Kenapa? Ngak akan ke UKS?" Setelah itu Aleta menatap Kesya yang menatapnya dengan kagum dan heran.

"Ayo pergi."

Arkanio dan yang lainnya mengikuti Aleta dengan langkah cepat.

-

-

-

Dian yang baru saja keluar dari ruang OSIS melihat berbagai siswa yang memiliki wajah pucat melarikan diri. Salah satu siswa melihat Dian diantara kerumunan yang melewatinya dan bergegas kearahnya dengan panik.

"Kak Dian!"

Dian menghentikan langkahnya dan menatap seseorang yang bergegas kearahnya dengan wajah panik dengan bingung.

"Ada apa?"

"Hosh! Hosh.. Hosh... Murid pindahan dan Arkanio berkelahi di kantin dan belum berhenti! Mungkin sekarang kantin seperti kapal pecah!"

"Apa?!"

Dian membelalakkan matanya dan menatap siswa itu dengan tatapan marah.

"Kenapa tidak ada yang memberi tahu pengurus OSIS atau guru?!"

Siswa itu bergetar ketakutan tapi mengingat wajah Elvano dan Arkanio yang lebih menakutkan daripada Kak Dian membuatnya berani menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Dian.

"Itu menakutkan! Mereka berkelahi hingga membuat meja dan kursi berantakan dan patah dan kaca pecah yang berserakan dilantai."

"!!!"

Dian pergi dengan marah menuju kantin dengan tergesa-gesa bahkan jika membuatnya menyenggol beberapa orang tapi Dian mengabaikannya.

Saat menuju kantin Dian melihat Arkanio yang memiliki wajah lebam, sudut bibir yang masih memiliki darah, dan baju yang compang-camping membuktikan bahwa dia benar-benar berkelahi lalu Dian menatap Elvano yang ada didepannya yang memiliki baju yang compang-camping dengan darah dan sudut bibirnya yang berdarah.

Diujung matanya dia melihat keadaan kantin yang berantakan seolah-olah tempat ini pernah ada orang-orang yang tawuran membuat Dian merasakan perasaan naik pitam dikepalanya dan pelipisnya berkedut kesakitan dan pusing bahkan membuatnya terhuyung.

WTF!

KENAPA MEREKA BERKELAHI SEPERTI INI DAN MEMBUAT KANTIN MENJADI SANGAT BERANTAKAN DAN RUSAK?!

KETERLALUAN!

SIAL! SIAL! SIAL!

Bahkan orang yang selalu tenang seperti Dian ingin mengutuk pelaku yang membuat kantin  sekolah seperti ini, karena perkelahian seperti apa yang bisa membuat kantin menjadi berantakan dan rusak?!

Dian yang akan menghampiri mereka yang dalam keadaan malu tapi saat Dian akan sampai disisi Elvano dan lainnya dia baru menyadari bahwa Aleta ada bersama mereka dan yang membuatnya marah ada Aleta memegang tangan Elvano.

"Leta lepas!"

Aleta tercengang lalu menatap Dian yang datang dengan marah, lalu mengerut keningnya dengan kesal.

"Ngak!"

Aleta menghindar tangan Dian yang akan menariknya dan bersembunyi dibelakang Elvano.

"Kamu——!"

"Minggir, gue mau ngobatin mereka yang berdarah jangan menghalangi jalan."

Aleta menarik Elvano sambil melewati Dian dengan langkah cepat.

Dian mengikuti Aleta tanpa mengucapkan sepatah katapun dan menatap Elvano dengan tajam.

Bu Siska yang akan mengajar melihat rombongan kelas 2-2 dan muridnya bersama mereka apalagi ketua OSIS ada bersamanya yang membuat wali kelas dari kelas 2-1 bingung.

Saat melihat Elvano dan Arkanio berantakan dan memiliki darah di baju mereka membuat Bu Siska tercengang dan menatap Aleta.

"Mengapa mereka bisa seperti ini?"

"Berkelahi Bu." Aleta menjawab Bu Siska dengan tak berdaya.

Bu Siska menatap Elvano yang menundukkan kepalanya dan Arkanio yang memiliki wajah dingin lalu membuang muka.

"Nah, kalau sudah merawat mereka kembalilah ke kelas."

"Iya Bu."

"Dan sisanya kembali ke kelas."

"Iya."

Dian menganggukkan kepalanya saat Bu Siska menatapnya yang membuat Dian sebagai ketua OSIS sedikit malu karena tidak bisa menghentikan perkelahian adik kelasnya.

Kesya, Gallendra dan teman-temannya saling memandang dan kembali ke kelas. Sebelum berbalik menuju kelas Gallendra menatap khawatir Elvano yang memiliki wajah dingin meskipun menundukkan kepalanya karena takut saudaranya akan bertengkar kembali dengan Arkanio.

"Leta jaga saudara gue ya!"

Aleta tertegun sejenak lalu menganggukkan kepalanya.

UKS

Saat mereka berempat sampai diruang UKS, Aleta menarik Elvano untuk ke bangsal sebelah.

"Kemana? Biar sama gue obatin nya." Dian mengerut keningnya dan menatap Aleta wajah dingin.

"Ngak perlu, obatin aja si Arkanio." Aleta menutup pintu bangsal dengan keras dan meninggalkan Dian dan Arkanio yang terdiam.

"..." Arkanio.

"..." Dian.

"Ayo sini biar gue bantu obatin luka Lo." Dian membuka pintu yang ada di sebelah bangsal Elvano.

"Makasih Kak." Arkanio berterima kasih dengan kaku dan canggung.

-

-

Aleta menatap kesal Elvano yang menjauh darinya sambil memeluk tubuhnya dengan wajah waspada yang membuat Aleta sedikit geli tapi juga kesal.

"Buka baju Lo."

"Tidak."

Mata biru langit Elvano kini menjadi semakin waspada saat menatap Aleta, bahkan jika dia menganggap Aleta sebagai orangnya tanpa persetujuan dari pihak bersangkutan dia tidak akan pernah menunjukkan tubuhnya pada siapapun. Di kehidupan sebelumnya juga tidak pernah ada seorangpun yang melihat tubuhnya bahkan sahabatnya Fei Ran, yang telah melihat tubuhnya hanya dokter laki-laki yang sudah  tua yang akan mati, dia juga selalu menjaga tubuhnya agar dia tidak akan memasuki rumah sakit karena sakit dan dia juga jika memiliki luka ditubuhnya dia akan mengobatinya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Selain itu tubuh ini memiliki garis-garis hitam samar seperti porselen yang akan pecah di dekat dada dan lehernya saat dia menempati tubuh ini. Karena dia menemukan garis-garis hitam ini akan memanjang dan mengikuti bekas luka ditubuh kehidupan sebelumnya tapi dalam bentuk seperti tato yang samar.

Aleta berjalan menuju Elvano yang masih berpikir liar. Elvano yang tersadar melihat Aleta yang berjarak satu meter dari posisinya, membuat Elvano mundur dan punggungnya menyentuh dinding dengan keras yang membuat luka dipunggung nya kembali terbuka dan baju sekolahnya kembali diwarnai merah.

Aleta berhenti dan menatap Elvano yang keras kepala bahkan jika lukanya kembali berdarah dia tidak mengerut keningnya seolah-olah dia tidak merasakan sakit yang membuat Aleta semakin penasaran dengan pengalaman seperti apa yang membuat Elvano yang memiliki banyak luka karena pecahan kaca yang menempel di punggungnya dan kembali berdarah tidak mengubah ekspresinya.

Memikirkan bagaimana agar Elvano membuka bajunya agar dia bisa mengobatinya dengan tenang membuatnya sakit kepala karena dia tidak pernah melakukan ini, tapi melihat Elvano seperti ini membuatnya merasa sedikit rumit karena saat Aleta mati dia berumur 21 tahun dan bisa mentoleri Elvano karena tidak pernah melakukan sesuatu untuknya dikehidupan sebelumnya yang secara umum umur mental Aleta sudah 21 tahun bukan umur fisiknya yang baru berusia 16 tahun.

Elvano melihat Aleta berhenti menghela nafas lega tapi saat dia berbalik untuk menjauh dari Aleta, tangan putih menyentuh ujung celananya bahkan dia bisa merasakan suhu tangan yang panas menyentuh pinggangnya yang membuat mata biru langit Elvano bergetar dan menatap tak percaya pada Aleta yang menundukkan kepalanya untuk menutupi rona merah diwajahnya, tapi melihat Elvano yang berdiri kaku ditempat menemukan kesempatan untuk menarik Elvano dan mendorongnya agar duduk di ranjang bangsal.

Aleta menundukkan kepalanya untuk mencari kotak obat dan perban sambil menghilangkan panas yang ada diwajahnya. Setelah melihat menemukan kotak obat dan perban, Aleta berbalik dan menatap Elvano yang masih kaku disana dan matanya yang tidak fokus mungkin masih dalam keadaan syok lalu mengulurkan tangannya untuk membuka baju seragam Elvano yang sudah sobek dengan memotong bajunya dengan gunting.

Rasa sakit dari daging yang sedikit terkoyak karena menarik pecahan kaca membuat Elvano  mengerut keningnya tanpa jejak. Lalu wajah Elvano menegang karena Aleta kini sedang membalut lukanya lalu menatap bajunya yang sudah terpotong-potong, buku-buku jarinya memutih karena meremas sprei dengan erat karena gugup dan tegang.

Aleta yang terfokus membersihkan darah ditubuh Elvano menyadari bahwa tubuh yang memiliki banyak luka karena pecahan kaca menjadi tegang dan gugup yang membuat Aleta mengangkat kepalanya dengan bingung. Aleta mengangkat alisnya dan menatap wajah Elvano yang merah dan putih dengan terkejut.

Aleta memalingkan wajahnya dan tidak bertanya mengapa Elvano memiliki wajah merah dan putih lalu melanjutkan mengobati luka yang terbuka, setelah selesai dia berdiri dan berbalik untuk ke punggung Elvano.

Sentuhan kulit yang menyapu punggungnya dengan ringan membuat tubuh Elvano bergetar dan berkata dengan suara gemetar.

"Ti...Tidak, Ti... Tidak."

Saat Elvano akan berdiri, tangan Aleta menekan pundaknya dan berkata dengan marah.

"Diam!"

Elvano hanya bisa terdiam dan duduk dengan kaku saat jari-jari Aleta menyentuh punggungnya bolak-balik dengan tubuh tegang dan gemetar.

Beberapa menit berlalu...

Elvano tidak tahu berapa lama berlalu saat tangan Aleta menjauh dari punggung yang membuat remaja yang itu memiliki usia mental 25 tahun langsung berdiri dan tidak ingin menghadapi Aleta secara langsung.

Wajah yang tidak pernah mengubah ekspresinya bahkan saat Fei Ran mengajaknya membaca buku kuning kecil kini merah padam seolah-olah uap akan keluar. Karena saat jari-jari Aleta menyentuh punggungnya seolah-olah menggores dihatinya bahkan dia merasa gatal dan tubuh bagian bawahnya tidak nyaman yang membuatnya ingin pergi dari sini dan mandi dengan air dingin, tapi dia sekarang tidak memiliki baju ditubuhnya jika dia punya mungkin sekarang Elvano akan berlari dari tempat ini.

Aleta melihat Elvano berdiri menghadap dinding dengan aneh lalu menatap telinga dan lehernya merah tiba-tiba dia mengerti yang membuatnya mengerjapkan matanya dengan sedikit senyuman lucu dimatanya.

Sungguh lucu~

Bahkan jika merasa malu dia hanya bersembunyi.

Meskipun garis-garis hitam samar ditubuh Elvano membuat Aleta terkejut saat melihatnya dia melihat itu seperti sudah ada di kulitnya dan bukan tato yang membuatnya aneh tapi Aleta tidak mempermasalahkannya karena menurutnya itu bagus dan tidak menghalangi atau menjadi jelek.

Tapi Aleta masih ingat karena dia harus mengoleskan salep dileher Elvano yang mengharuskannya berbicara pada remaja yang masih berdiri menghadap dinding dengan malu.

"Kemari."

Elvano menggelengkan kepalanya dengan cepat, dia tidak ingin berbalik dan menatap Aleta dengan wajah seperti ini.

"Gue cuma ingin ngolesin salep dileher Lo dan nutupin tanda merah sama perban."

"Biarkan aku yang melakukannya." Elvano mengulurkan tangannya tapi dia tidak membalikkan badannya.

Aleta hanya menatap Elvano dengan tenang. Elvano merasa panas dan tidak nyaman karena tatapan Aleta yang selalu melihatnya dan dengan suara serak Elvano memanggil Aleta dengan sedikit permintaan dalam suaranya.

"By.. Quenby.. Biarkan aku yang melakukannya sendiri oke?"

"Oke."

Aleta memberikan salep dan perban ke tangan Elvano yang terulur lalu duduk dengan tangan bertumpu di dagunya dan menatap Elvano dengan senyuman diwajahnya.

Setelah Elvano mengoleskan obat dan menutupinya dengan perban dengan cepat dan rapi, tapi pintu yang tiba-tiba terbuka membuat Elvano dengan cepat bersembunyi di balik tirai.

"Kakak! Lendra bawain baju buat Lo!"

Aleta memalingkan kepalanya dan menatap Gallendra yang masuk dengan membawa tas yang mungkin isinya adalah baju Elvano.

Gallendra yang masuk melihat hanya ada Aleta diruangan itu membuat adik dari Elvano tertegun lalu menatap Aleta dengan ekspresi ragu diwajahnya.

"Dimana Kak Vano?"

Aleta melirik Elvano dibalik tirai tanpa jejak lalu menggelengkan kepalanya sambil menatap Gallendra dengan senyum diwajahnya.

"Dia ngak ada disini."

"Hah? Kemana?"

"Ngak tau."

Gallendra menatap curiga pada Aleta yang masih memiliki senyum diwajahnya dan berkata dengan curiga dan ragu.

"Tapi bukannya Kak Vano baru saja diobati? Lihat aja kapas berdarah, perban dan gunting dimeja, kenapa Leta ngak tau?"

"Gue baru aja kembali dari kamar mandi, kenapa?"

Tanpa mengubah wajahnya Aleta berbohong sambil menyipitkan matanya untuk menyembunyikan rasa bersalahnya dimatanya, tapi melihat Elvano yang bersembunyi dibalik tirai dia memikirkan wajah Elvano yang sekarang pasti sedang panik dengan lucu.

Gallendra menatap Aleta yang tidak mengubah ekspresinya lalu membuang muka.

"Kalau gitu gue simpen baju Kak Vano disini ya~"

Setelah itu Gallendra pergi sambil mengedipkan matanya pada Aleta dengan senyum menggoda dimatanya yang membuat Aleta mengerti apa yang dimaksud Gallendra dengan wajah merah Aleta mengusap wajahnya dengan keras.

Ah! Ah! Malu banget!

Elvano mengintip dibalik tirai setelah Gallendra pergi untuk melihat sekelilingnya dengan waspada lalu dia merasakan tatapan dengan senyum lucu dan menggoda ditubuhnya yang membuatnya memutar kepalanya dan melihat senyum menggoda diwajah Aleta yang membuat Elvano tertegun dan bingung.

"Ada apa?"

"Ngak ada. Nih baju Lo cepat pakai nanti Lo masuk angin."

Setelah itu Aleta pergi dari UKS dengan cepat meninggalkan Elvano dalam kebingungan.

-

-

-

-

[Bersambung.....]