Chereads / Alvaro to Elvano / Chapter 22 - Bab. 21 ||Kejadian selama sebulan Elvano menghilang||

Chapter 22 - Bab. 21 ||Kejadian selama sebulan Elvano menghilang||

Bab. 21

Elvano melihat berbagai barang yang masih belum tertata dengan mata terkejut, lalu melihat dekorasi yang sederhana tapi elegan dan dingin karena warna biru yang selalu ada di furnitur, dinding, dan lainnya membuatnya mengangkat alisnya.

Aleta yang melihat Elvano menatap sekelilingnya dengan sedikit rasa malu karena dia belum selesai merapikan barang-barangnya saat baru datang kemarin disini.

"Maaf ya rumah gue masih berantakan."

"Tidak masalah."

Elvano menggelengkan kepalanya dan tidak mempermasalahkannya karena dia akan tinggal bersama Aleta dan dia akan bisa merasakan menata barang-barang bersama Aleta yang akan meninggalkan jejaknya dengan perasaan senang.

"Gue ngak punya sendal untuk Lo pake ngak apa-apa kan jika Lo tidak memakainya dulu?"

"Ya."

Elvano membuka sepatunya dan menyimpan tasnya disofa lalu dia berkeliling ruangan yang akan menjadi rumah mereka. Aleta menggelengkan kepalanya dan berkata kepada Elvano yang masih menatap ruangan.

"Gue mau mandi dan ganti baju setelah itu kita akan berbelanja untuk membeli barang-barang dan baju Lo."

"Oke."

Aleta berjalan menuju lantai dua dan meninggalkan Elvano yang berdiri diruangan besar yang kosong. Elvano menutupi hatinya dengan sedikit rasa kehilangan dengan bingung saat Aleta pergi ke lantai dua, tapi dia mengabaikan perasaannya karena dia tidak tahu apa itu lalu menatap barang-barang yang belum dibereskan dengan mata cerah dan merapikannya.

Setengah jam berlalu...

Aleta yang baru saja turun membelalakkan matanya dan menatap sekelilingnya yang sekarang bersih dan rapi lalu menatap Elvano yang tertidur disofa dengan kaget.

Berlari turun untuk menghampiri Elvano yang tertidur disofa sambil meringkuk karena tubuhnya yang panjang.

"Xavier.."

Elvano mengerut keningnya dan masih menutup matanya untuk melanjutkan tidurnya. Aleta menatap keringat yang ada di dahi Elvano lalu mengulurkan tangannya untuk menghapusnya tapi sebelum dia sempat menyentuhnya tangan dingin Elvano menyentuh tangannya dan dia tidak tahu kapan Elvano terbangun dan menatapnya.

"Uh... Gue cuma ingin menghapus keringat di dahi Lo."

Elvano melepaskan tangannya dipergelangan tangan Aleta lalu duduk dengan sedikit kebingungan karena dia belum sepenuhnya sadar, dia terbangun karena kewaspadaannya yang tinggi saat seseorang mendekatinya dan dia akan membuat perlawanan.

"Xavier?"

"Hah?"

Dengan suara serak dan magnetis saat bangun tidur Elvano menatap Aleta dengan bingung. Aleta tertegun lalu menggosok kepala Elvano yang belum tersadar dari tidurnya dengan keras dan tertawa kecil.

"Ayo pergi, nanti keburu malem dan kita tidak akan punya waktu untuk makan malam."

"Oke."

-

-

-

Mall.

Elvano sudah mengganti pakaiannya dengan kaos putih dan celana training sederhana dan Aleta yang memakai baju olahraga sederhana tapi meskipun mereka memakai baju yang sederhana mereka tetap menarik perhatian orang karena nilai nominal wajah mereka yang tinggi.

Aleta menarik Elvano untuk pergi ke tempat pakaian pria dan menatap berbagai pakaian pria dengan mata bersinar lalu menarik baju untuk Elvano coba karena cita-cita Aleta adalah menjadi desainer hebat jadi Aleta mempunyai selera fashion yang bagus.

"Xavier, menurut Lo ini bagus?"

"Ya."

"Simpan ini.."

"Lalu bagaimana dengan yang ini?"

"Bagus."

"Simpan..."

"Ini.."

"Yah.."

Pegawai yang bekerja disana melihat pasangan muda yang sangat tampan dan cantik dengan beberapa lirikan. Bahkan orang-orang yang lewat toko pakaian pria menatap pasangan itu yang memiliki gelembung merah muda diudara dengan sedikit iri dan menatap pasangannya dengan ganas, yang membuat pasangannya bingung.

"By kapan kita pergi ke tempat lain?" Wajah Elvano menjadi kaku karena sudah lima belas menit berlalu dan dia sudah berganti beberapa potong pakaian tapi Aleta masih bersemangat mencarikan baju untuknya bahkan jika dia merasa senang tetap saja dia merasa bosan jika hanya diam dan berganti-ganti pakaian saja yang menurut Aleta bagus.

Aleta menatap jam ditangannya yang sudah menunjukan setengah enam malam lalu menatap manajer yang dari lima belas menit sebelumnya menatap mereka sambil tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

"Bungkus yang ini untukku lalu kirimkan ke alamat ini."

Manajer toko melihat alamat rumah yang diberikan oleh Aleta lalu memberikan senyum lebar karena pelanggan ini adalah orang-orang kaya atau orang-orang yang bercampur dengan pemerintah dan militer karena bisa tinggal di villa Sun and Moon.

"Oke."

Elvano mengeluarkan ponselnya dan mentransfer uangnya, setelah pergi dari toko pakaian dia menghela nafas tanpa jejak.

"Pergi ke toko peralatan sehari-hari."

Aleta menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju toko peralatan sehari-hari yang disusul oleh Elvano.

Setelah pergi ke toko peralatan sehari-hari mereka pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan.

Elvano yang mendorong troli belanjaan yang berisi sayuran, daging dan bumbu-bumbu menatap Aleta yang memiliki wajah serius untuk memilih buah-buahan, hati yang biasanya tenang kini berdesir dengan kehangatan dan rasa manis membuatnya ketagihan bahkan dia melupakan bahwa dia adalah orang gila dan dia bisa merasakan apa yang orang biasa lakukan.

Dalam perjalanan melewati makanan ringan Aleta dengan bersemangat berlari untuk mengambil makanan ringan favoritnya dan meletakkan di troli. Elvano hanya mengambil sedikit makanan ringan tapi saat dia akan menyimpannya dia melihat berbagai permen yang membuat matanya bersinar lalu mengambil berbagai permen itu dan meletakkan di troli.

Saat mereka selesai membayar mereka menatap lima tas belanjaan yang besar yang membuat mereka saling memandang dengan tercengang.

"Biar aku yang membawanya."

Elvano mengambil semua tas yang berisi banyak belanjaan mereka, meskipun Elvano merasa sedikit berat dia tidak mempermasalahkannya. Jadi meskipun dia tidak menyukai membawa sesuatu yang berat ditangannya dan dia merasa bahwa lebih baik memegang tangan Aleta dengan erat tanpa kehilangannya dia hanya bisa menghela napas.

Aleta mengerutkan keningnya dan mengambil tas yang berisi makanan ringan dan permen dari tangan Elvano.

"Gue ambil yang ini biar Lo ngak ngerasa terlalu berat."

Elvano tertegun lalu menganggukkan kepalanya dan tersenyum senang. Aleta memalingkan kepalanya dan menarik tangan Elvano ketempat makan.

-

-

-

Bastian berdiri sambil mengerut keningnya dengan kesal karena tunangan nya masih bingung memilih pakaian untuk dirinya yang menurutnya terlalu kecil lah, terlalu besar lah, itu sangat imut, itu sangat indah, itu sangat keren, ini itu tapi tidak pernah memilihnya membuat pelipisnya berkedut kesal karena sudah hampir setengah jam mereka berdua di toko pakaian ini.

Sebelum Bastian akan semakin kesal, Zoya telah membeli pakaiannya dan menghampiri Bastian yang memiliki wajah kesal sambil cemberut tapi tiba-tiba dia melihat teman lamanya yang akan memasuki tempat makan yang ada di sebrangnya dan dengan bersemangat memanggilnya sambil melambaikan tangannya.

"Sayang~~"

Bastian mengubah wajahnya dan menatap tunangan nya yang kini memanggil seseorang dengan panggilan sayang?! Tapi saat dia melihat arah Zoya melambaikan tangannya Bastian melihat orang yang dikenalnya yang membuatnya tertegun bahkan melupakan rasa kesalnya karena menunggu terlalu lama Zoya yang membeli pakaian.

Aleta mendengar suara familiar di telinganya dan memutar kepalanya dengan bingung lalu dia melihat wanita cantik yang tinggi dengan rambut pirang melambaikan tangannya kearahnya sambil tersenyum cerah yang membuatnya membulatkan matanya lalu berlari dengan semangat ke arah wanita cantik yang melambaikan tangannya.

"Zoya!"

Elvano mengubah wajahnya karena panggilan itu ternyata memanggil Aleta-nya, bahkan membuat Aleta melupakannya!

Tapi Elvano harus mengikuti Aleta dibelakangnya dengan wajah cemberut.

"Ah! Sayang, lama tidak berjumpa~"

"Zoya, gue kira kita ngak akan pernah ketemu lagi."

Kedua wanita cantik itu saling berpelukan dan melupakan kedua pria yang memiliki wajah gelap.

"Kenapa Lo ada di Indonesia? Bukannya Lo mau ngelanjutin sekolah di Amerika?" Aleta menatap Zoya dengan penasaran.

Zoya menghela nafas lalu melirik Bastian dan berkata dengan sedikit sinis diwajahnya.

"Gue bakal tinggal di Indonesia, Lo tau kan keluarga gue jadi gue udah bertunangan."

"Pftt! Lo cewek yang hanya memikirkan karir harus bertunangan? Hahaha~ tunangan Lo harus nunggu Lo berapa lama? Sampai dingin seperti kaisar yang melemparkan selirnya ke istana dingin. Hahahaha~"

Zoya tercengang lalu tertawa bersama Aleta karena jika itu sebelumnya dia mungkin akan melakukan itu, tapi... Zoya menghela napas dan dengan wajah serius dia merangkul teman lamanya ini.

"Jika itu sebelumnya gue pasti ngelakuin itu, tapi gue terlanjur suka sama tunangan gue pada pandangan pertama gue lihat dia. Karena tunangan gue sesuai dengan kriteria pasangan yang gue inginkan dan habiskan hidup bersama." Dengan wajah penuh perubahan wajah cantik Zoya kini menatap teman lamanya dengan nostalgia dimatanya.

Aleta tersedak dengan jawaban Zoya yang menurutnya luar biasa dan bahkan sedikit mustahil tapi melihat matanya yang serius Aleta hanya bisa mempercayainya.

"Lalu dimana tunangan Lo?"

Zoya membalikkan tubuh Aleta dan menunjuk kearah Bastian yang memiliki wajah seperti palet berwarna-warni. Aleta menatap arah jari yang ditunjuk oleh teman lamanya lalu dia melihat wajah yang dikenalnya.

"Bastian?!"

Aleta menatap tak percaya pada Bastian yang ditunjuk oleh Zoya.

"Sayang, Lo tahu Bastian?"

"Ya, teman sekelas pacar gue."

Sudut bibir Aleta kini berkedut karena pasangan kriteria Zoya adalah dia.

"Temen sekelas pacar Lo?"

"Ya.."

Zoya menatap pria tampan dengan rambut pirang dan mata biru langit yang memiliki wajah gelap sambil mengangkat alisnya karena Zoya merasa wajah ini terasa sedikit familiar tapi saat dia mengingatnya dia membelalakkan matanya dengan terkejut.

"Lo belum mati?! Sungguh keajaiban!"

Wajah Elvano menjadi waspada karena dia tidak tahu apa-apa tentang tubuh ini tapi yang pasti wanita ini mengenalnya yang membuatnya memikirkan apakah dia harus membunuhnya.

Aleta dan Bastian membeku karena perkataan Zoya yang membuat mereka saling memandang. Bastian mengerutkan keningnya dan menarik Zoya ke sisinya setelah melihat Aleta yang memiliki wajah gelap.

"Zoya jangan asal bicara."

Zoya tertegun lalu menatap Aleta dengan tatapan meminta maaf. Aleta hanya mencerutkan bibirnya dengan kesal meskipun dia baru saja mengkonfirmasi hubungannya dengan Elvano tapi saat teman lamanya mengatakan sesuatu yang mengejutkannya tapi itu sangat kasar.

"Kenapa Lo ngak ngomong sesuatu?"

Zoya sedikit cemas karena teman tersayangnya sedikit marah jadi dia melirik Elvano.

"Kamu siapa?"

Jawaban Elvano yang tidak terduga membuat Zoya tercengang, tapi Bastian yang sudah menduga bahwa Elvano akan mengatakan ini menjawab pertanyaan Zoya sambil menghela napas.

"Dia tidak mengingat apa-apa, jadi dia sekarang adalah pasien amnesia."

"Sementara...?"

"Tidak, dia dalam keadaan amnesia permanen."

"Ah..."

Zoya memiringkan kepalanya dan menatap Aleta yang juga memiliki wajah tercengang, lalu dia menarik Aleta menuju tempat makan.

"Uh.. jika dia ingin mengetahuinya kita ngobrol setelah kita selesai makan oke?."

Aleta menatap Elvano yang menganggukkan kepalanya lalu menyetujui usulan Zoya.

Bastian menatap kedua wanita yang berbicara dengan gembira lalu menatap Elvano dengan tatapan tak terduga.

"Gue ngak nyangka Lo bisa bersama dengan Aleta." Bagaimana Bastian tidak terkejut karena Aleta dan Elvano baru saja bertemu selama dua hari tapi mereka telah menetapkan hubungan mereka, yang membuatnya sedikit curiga, jika bukan karena Elvano adalah pasien amnesia permanen dia pasti akan mencurigai kalau dia ahli dalam memancing wanita.

Elvano hanya mendengus.

"Kenapa Lo masih bersama Aleta malem-malem gini?"

"Aku akan tinggal bersama Quenby."

Jawaban Elvano membuat Bastian hampir tersandung dan menatap Elvano dengan luar biasa sambil bertanya dengan tergagap.

"Tinggal.. tinggal bersama...?"

"Kenapa, bukankah biasa jika sebuah pasangan hidup bersama." Elvano mengerutkan keningnya karena tingkah Bastian yang menurutnya terlalu dibesar-besarkan.

"Tidak, tidak."

Bastian merasa tercekik karena jawaban Elvano yang menurutnya keterlaluan dan luar biasa, selain dia bisa menetapkan hubungannya dengan cepat dia juga bisa dengan cepat tinggal bersama?!

Bastian menatap dengan kagum pada Elvano lalu mengacungkan jempolnya.

"Bagaimana kamu bisa melakukannya?" Bastian kini menatap Elvano dengan rasa penasaran yang kuat, dengan cara apa sih dia bisa dengan cepat menentukan hubungannya bersama Aleta.

Elvano menatap Bastian yang menatapnya dengan penasaran lalu menekukkan matanya dan dengan cahaya terang dimata biru langitnya dia meludahkan kalimat yang membuat sang empu yang bertanya tertegun.

"Biarkan dia bertanggung jawab untukku selamanya."

Bastian berhenti berjalan karena kalimat yang Elvano katakan terngiang-ngiang ditelinganya.

Biarkan dia bertanggung jawab untukku selamanya....

Biarkan dia bertanggung jawab untukku selamanya...

Bastian terbangun dan menyusul mereka yang sudah ada didepan tempat makan.

-

-

Setelah mereka selesai makan.

Zoya menatap pria tampan dengan rambut pirang dengan tatapan menyelidiki, karena dia sedikit tidak percaya bahwa orang ini akan amnesia karena dia masih bisa bertahan selama satu bulan penyiksaan tidak manusiawi tapi memikirkan kejadian kepala pria didepannya dipukul dengan keras ke dinding harus dia harus bisa mempercayainya jika pria ini melupakan semuanya.

Aleta dan Bastian juga memiliki wajah serius karena mereka penasaran kenapa Zoya mengatakan sebuah keajaiban bahwa Elvano masih hidup, sedangkan Elvano menyandarkan kepalanya ditangannya dan hanya menatap Aleta, dia tidak pernah ingin mendengarkan tentang bagaimana dia masih hidup atau bagaimana dia terluka sebelumnya karena itu bukan dia tapi pemilik tubuh ini, tapi melihat Aleta yang penasaran dan menatapnya dengan kasihan dimatanya dan melembutkan auranya karena perkataan Zoya dia hanya bisa menganggukkan kepalanya karena ini juga dia bisa mendapatkan kesempatan untuk simpati darinya.

Zoya menurunkan matanya dan tenggelam dalam ingatan yang menjadi mimpi buruk selama dua tahun lalu dia menceritakan bagaimana dia bisa mengatakan sungguh keajaiban bahwa Elvano masih hidup.

Flashback.

Zoya yang baru saja akan pulang dari liburannya di Prancis sambil melewati pinggiran hutan tiba-tiba dia mendengar banyak suara dingin seseorang seolah-olah mereka sedang mendiskusikan sesuatu yang ilegal dengan berbisik-bisik yang membuatnya harus bersembunyi agar tidak ketahuan oleh mereka yang akan menuju tempatnya, lalu dia melihat sebuah rumah terbengkalai disebelah sungai.

Setelah Zoya memasuki rumah terbengkalai itu dia mencium bau darah yang menyeruak di hidungnya yang membuatnya ingin memuntahkan makanan yang telah dia makan sebelumnya. Saat itu dia melihat seseorang yang berlumuran darah tergantung di dinding yang hampir membuatnya berteriak jika dia tidak diberi peringatan oleh orang yang telah berlumuran darah di sekujur tubuhnya, dia tidak tahu kapan orang ini mengangkat kepalanya dan menatapnya.

"Lo diculik dan disiksa?" Zoya berbisik pada pria yang berlumuran darah ditubuhnya setelah dia sedikit menenangkan hatinya.

"Kenapa kamu bisa sampai disini?" Pria itu tidak menjawab Zoya melainkan dia menanyakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan oleh Zoya.

Suara yang napas yang lemah dan serak dari pria didepannya membuat Zoya sedikit takut jika pria ini akan mati didepannya kapan saja.

Zoya memperhatikan pria didepannya dengan cermat setelah itu dia menarik napas panjang  karena ketakutan, kondisi pria didepannya sangatlah tragis yang membuatnya berkeringat dingin.

Wajah yang tampan kini sangat pucat dan kuyu, mata biru langitnya kini suram, bibirnya sudah berwarna biru-keunguan yang menandakan dia terkena racun yang mematikan tapi selalu mengikisnya secara perlahan hingga dia merasakan rasa sakit tanpa bisa mengakhirinya karena rantai yang mengikatnya tapi itu juga  bisa merenggut nyawanya kapan saja. Bukan itu saja yang bisa merenggut nyawanya kapan saja karena tubuhnya kini penuh dengan cambukan, tebasan pisau, bahkan tulangnya pun terlihat karena daging yang terkoyak, darah yang selalu mengalir membuat bajunya yang penuh darah kini menempel ditubuhnya.

Wajah Zoya menjadi pucat karena kondisi yang seperti ini membuatnya sebagai mahasiswa kedokteran dia tidak bisa melihat seseorang mati didepannya. Tapi saat dia akan mencari kunci gembok untuk rantai yang mengikat tubuh pria itu dia tiba-tiba mendengar suara sekelompok orang yang akan datang yang membuat tubuhnya bergetar lalu dia bersembunyi dibalik peti kosong yang ada dipojok ruangan.

"Tuan tidak, tidak, ah~ Elvano bagaimana keadaanmu?"

Suara seorang pria yang penuh dengan kebencian membuat Zoya yang bersembunyi membuka celah di peti itu karena dia sangat penasaran siapa yang sangat kejam membuat seseorang dalam keadaan seperti itu.

Seorang pria dalam setelah hitam berdiri didepan pria yang berlumuran darah sambil menyeringai lebar di wajahnya yang tampan dan dewasa.

Elvano yang wajahnya pucat karena terlalu banyak kehilangan darah mengangkat kelopak matanya dan tidak ingin berbicara pada sekelompok orang pengecut ini yang tidak bisa menerima keadaannya dan hanya menyalahkan pada seseorang yang dia cemburui.

Simon menarik rambut pirang yang indah milik Elvano dan membiarkan Elvano menatapnya.

"Pria kecil kenapa kamu selalu mempermalukan ku didepan para dewan perusahaan?! Kamu selalu mencuri pusat perhatian ku!! Aku selalu kehilangan pekerjaanku karena mu!! Bahkan perusahaan ku bangkrut karena mu!"

Setelah itu dia menarik kepala Elvano dan memukul pada dinding di belakangnya dengan keras.

"Ughh.."

Elvano menyipitkan matanya karena pusing yang parah melandanya bahkan dia merasa hidupnya akan berlalu, tapi dia tidak merasa takut karena dia merasa lelah dengan semuanya meskipun dia belum bisa melihat keluarganya untuk yang terakhir kalinya.

"Simon lepaskan dia, kamu sudah membuatnya terlihat seperti ini selama sebulan penuh  membuatku sangat terkesan."

Suara pria dewasa yang lembut membuat Simon melepaskan tangannya yang ada di kepala Elvano dan berbalik menatap pria yang akan menginjak usia paruh baya dengan mencibir.

"Ini bukan hanya pekerjaan ku, jangan memuji ku seolah-olah kamu tidak pernah menyiksanya juga. Bahkan daging yang terkoyak ini dilakukan olehmu dan kamu sangat berani meracuninya."

Jack hanya tersenyum lalu menatap Elvano yang dalam keadaan yang sangat malu yang penuh dengan darah disekujur tubuhnya dan setengah sekarat dengan puas.

Elvano menatap Jack dengan tatapan menghina dan tenang bahkan jika dia akan mati dia tidak akan pernah mengubah ekspresinya. Bahkan tidak repot-repot memperhatikan orang yang mengkhianatinya yang sekarang berstatus sebagai mantan bawahan.

Jack yang ditatap seolah-olah dia adalah badut yang melompat merasa terhina wajahnya yang terdistorsi karena marah dan kesal mengubah wajahnya kembali ke ekspresi senyum lembut diwajahnya yang membuat Zoya dan Simon merasa sedikit kedinginan dan memiliki firasat buruk karena betapa cepatnya dia mengubah wajahnya dalam hitungan detik, tapi Elvano mengangkat alisnya dan dengan tenang memperhatikan apa yang akan dilakukan Jack selanjutnya.

"Bos, bos. Lihat betapa malunya penampilanmu sekarang, selama satu bulan ini mungkin bawahan-bawahan terpercaya mu sedang mencarimu."

Jack melihatnya tetap tidak bergeming dia tidak merasa heran karena yang di khawatirkan bosnya adalah...

"Kakek dan nenekmu sedang mencarimu kemana-mana dan menghawatirkan mu, tapi kamu masih bisa tenang disini. Lalu bagaimana keadaan keluargamu saat mengetahui kamu mati dengan tubuh compang-camping? Terkejut, sedih, senang, bahagia, atau depresi hingga mereka akan bunuh diri?"

Jack mulai tersenyum aneh lalu tertawa terbahak-bahak saat melihat Elvano yang mengubah ekspresi wajahnya dan mulai berjuang dengan keras.

"Kamu berani?!"

"Jika kamu menyentuh satu jari mereka aku jamin hidupmu tidak akan lebih baik daripada mati!"

Mata birunya yang suram kini dalam kemarahan ekstrim dan memancarkan niat membunuh yang kuat yang membuat Jack, Simon, dan bawahan mereka menjadi pucat tapi mereka dengan cepat merasa lega karena Elvano masih terikat oleh rantai dan tidak bisa melepaskan rantai itu yang membuat mereka mengutuk dirinya sendiri karena begitu pengecut.

Jack dan Simon mengusap keringat dingin yang ada di dahinya karena aura yang dipancar oleh Elvano sangat menakutkan meskipun dia sudah dalam keadaan seperti ini.

Jack menatap Simon yang menganggukkan kepalanya dan berbalik mengambil tas yang memiliki beberapa lapis pelindung dan membukanya didepan Elvano.

"Kalian mau menyiksaku dengan besi panas?" Elvano yang memiliki wajah pucat membuat ekspresi mengejek tapi niat membunuh dimatanya tidak pernah hilang.

!!!

Zoya membelalakkan matanya karena terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya dengan erat dan tubuhnya kini bergetar hebat karena ketakutan dengan metode yang akan mereka gunakan pada pria yang sudah hampir mati itu.

Jack tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Elvano dia hanya mengeluarkan kuncinya dan menyimpannya didepan Elvano dan berkata dengan pelan.

"Bos, jika kamu bisa mengambil kunci rantai didepan mu dalam sepuluh menit maka kamu akan bebas, tapi jika dalam sepuluh menit kamu belum bisa membuka rantai yang mengikatmu maka besi ini akan lebih cepat sampai di tubuhmu yang bisa membuat tubuhmu berlubang. Jadi saat bawahan mu sampai disini yang akan mereka lihat adalah tubuhmu yang compang-camping dan berlubang yang pasti ekspresi mereka akan membuatku merasa senang. Selamat tinggal bos~"

"Hahahaha~"

Elvano menutup matanya dengan tenang lalu berkata dengan suara serak dan bergetar.

"Pergi."

Dia merasa dia akan mati dan membusuk disini dan tidak akan pernah bisa melihat keluarganya untuk terakhir kalinya yang membuatnya tersenyum pahit.

"Tidak... Tunggu.. jangan mati, keluargamu masih menunggumu..."

Zoya dengan tangan gemetar menekan angka  untuk memanggil ambulan dan tidak pernah mencoba menatap keadaan pria didepannya.

"Percuma saja kamu menelpon ambulan, karena mereka menyabotase sinyal yang ada ditempat ini."

Zoya tidak mendengarkan perkataan Elvano dia hanya langsung keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan untuk mengambil kunci rantai untuk membuka gembok rantai yang mengikatnya.

Retak!

Retak!

Retak!

Retak!

Saat Zoya akan membantu pria itu yang terjatuh suara dingin membuatnya mengehentikan langkahnya.

"Jangan sentuh aku."

Elvano menyesuaikan posisinya lebih baik dan menutup matanya dengan tenang karena waktunya hampir habis saat bawahannya sampai disini.

"Pergi!"

Zoya mendengar napas yang lemah dari pria itu membuat harus menghormati pilihannya tapi dengan ini dia akan merasa bersalah karena telah meninggalkannya untuk mati disini.

"Kamu tidak perlu merasa bersalah karena mungkin ini sudah waktunya untuk aku pergi."

Zoya merasa tenggorokan tercekat karena ini adalah pertama kalinya dia melihat seseorang akan mati dihadapannya, bahkan penampilannya yang tenang saat akan menghadapi kematian membuatnya semakin sedih. Dia yang sudah menjadi asisten dokter terbaik di Indonesia kini tak berdaya saat melihat seseorang akan mati dihadapannya apalagi membantunya membalut lukanya, dia bahkan tidak membawa satupun peralatan medis ditubuhnya.

Elvano mengangkat kepalanya dengan lemah lalu menutup matanya dan berkata dengan tenang.

"Aku tidak tahu apakah aku masih bisa bertahan tapi jika bawahan ku menemukan ku dalam keadaan seperti ini tolong katakan pada mereka 'jangan biarkan semua orang tahu tentang kejadian ini'." Setelah itu Elvano tidak berbicara karena dia merasa lelah.

Flashback end.

-

-

-

-

[Bersambung.....]