Elvano yang terbangun risih karena seseorang ada di ruangan yang sama dengannya hanya bisa melihat jam weker disamping tempat tidurnya yang masih menunjukkan 06. 15 dan mulai pergi untuk mandi.
Setelah lima belas dia telah bersiap semuanya jam telah menunjukkan 06.45 hanya bisa membangunkan Arfian yang masih tertidur pulas disofa dengan cemberut diwajahnya yang tampan.
Dengan menendang sofa yang menjadi kasur untuk Arfian, Elvano yang melihatnya belum juga terbangun mengambil ular sepanjang 2 meter yang dia sembunyikan diruang rahasia dan melemparkannya ketubuh teman adiknya dan mengancam dengan nada dingin yang suram.
"Bangun. Ular yang ada ditubuhmu akan menggigitmu, memuntahkan racun yang bisa membuamu mati perlahan dengan kesakitan, dan meremukkan tubuhmu hingga tak terbentuk lalu menelannya."
Arfian yang merasa berat didadanya dan kulit dingin berbau lembab ditubuhnya mulai terbangun kebingungan. Ular yang ada ditubuhnya juga ikut jatuh lalu mulai mengelilingi leher dan tangan Arfian dengan sayang.
Shhh~
Tapi setelah mendengar nada ancaman dari seseorang disampingnya dia membeku seperti tersambar petir lalu dia menurunkan matanya dan benar-benar melihat ular yang melilit tubuhnya dan menggosoknya dengan sayang hampir membuatnya berteriak ngeri jika Elvano tidak memasukkan kain dimulutnya.
"Shhht. Jangan berteriak dan jangan katakan ya?" Suara magnetis yang dingin bagaikan iblis yang berbisik ditelinganya, Arfian hanya bisa menganggukkan kepalanya lagi dan lagi untuk menunjukkan bahwa dia mengerti. Elvano yang melihatnya patuh melepaskan ular yang selalu menempel di tubuh teman adiknya dengan keras lalu mengeluarkan kain yang ada di mulutnya.
Arfian yang merasa bebas hanya bisa pergi ke kamar mandi dengan tergesa-gesa dan kaki gemetar ketakutan.
"Aku telah menyiapkan seragammu disana, aku mengambilnya dari Lendra jadi tidak perlu khawatir aku memasukkan sesuatu ke dalamnya."
Arfian yanga ada dikamar mandi dan sedang memandang seragamnya merasa malu sejenak karena Elvano mengetahui apa yang dia pikirkan, tapi setelah dibangunkan dengan ular sepanjang 2 meter ditubuhnya siapa yang tidak akan ketakukan?!
Meskipun insting tubuhnya selalu mengeluarkan peringatan bahwa orang ini sangat berbahaya dia benar-benar melonggarkan kewaspadaannya meskipun dia seruangan dengan orang yang sangat berbahaya ini.
Hampir saja.....
Meskipun gue tahu saudara Lendra ini lebih gila dari si Arkanio, gue ngak tahu dia bisa sangat gila bahkan memelihara ular besar dikamarnya!
Arfian hanya gemetar ketakutan dan dengan tergesa-gesa dia mandi dan memakai seragamnya. Setelah keluar dari kamar mandi Arfian melihat Elvano sedang menatap laptop dan dokumen yang dia tidak tahu apa. Melihatnya begitu fokus Arfian hanya bisa mengurangi rasa keberadaannya dan keluar dengan tergesa-gesa seolah-olah binatang buas mengejar dibelakangnya.
Arsenio dan Bastian yang baru saja keluar dari kamar melihat Arfian dengan wajah pucat berlari keluar dari kamar saudaranya Gallendra dengan tergesa-gesa seolah-olah binatang buas mengejarnya.
Mereka saling memandang dengan kekhawatiran dan kebingung dimata mereka, karena ini pertama kalinya mereka melihat Arfian seperti ini, dan mereka berkata dengan khawatir.
"Lo gapapa kan??" Dengan tatapan menyelidik Bastian membuatnya hampir mengeluarkan keringat dingin lagi.
"Gue gapapa kok." Arfian langsung dalam refleks terorganisir tersenyum cerah.
Bastian dan Arsenio hanya bisa mengangguk dan mulai menghela nafas pasrah. Mereka melirik kamar Elvano dengan samar, tapi yang mereka lihat adalah kamar polos yang didominasi oleh warna hitam, emas dan putih monoton yang membuat mereka pusing dan merasa depresi.
Setelah itu mereka melihat Elvano yang sedang berkutat dengan dokumen dan laptopnya, bahkan tidak memperhatikan mereka. Lalu melihat kembali orang yang ketakutan.
Arfian melihat mereka mengkhawatirkannya mencoba membuka mulutnya tapi setelah dia mengingat sentuhan dingin ular yang menjeratnya membuat kulit kepalanya kesemutan dan dia hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Gallendra, Algibran, Dylan dan Arkanio yang sudah keluar dari kamar mereka melihat mereka bertiga berdiri diam dilorong yang membuat mereka penasaran apalagi melihat Arfian dengan wajah pucat ketakutan yang membuat mereka saling memandang dengan bingung.
"Lo kenapa?" Algibran bertanya dengan penasaran dan bingung, yang di belakangnya juga melihat Arfian dengan wajah penasaran.
"Gue...." Sebelum Arfian menyelesaikan kalimatnya sebuah suara dingin dan magnetis yang sedikit suram menyelanya.
"Kenapa kalian berdiri diam dipintuku?" Elvano menyipitkan mata biru langitnya kearah tujuh orang remaja yang sedang berbisik-bisik, yang membuat keenam remaja itu terpental kaget dengan suara yang tiba-tiba datang dibelakangnya.
"Ah!"
Bahkan Arkanio dan Algibran yang wajahnya selalu dingin menunjukkan ekspresi horor yang langka. Gallendra yang melihat saudaranya yang berada dibelakang tanpa mengeluarkan suara membuatnya sangat ketakutan hingga dia yang bahkan menonton film horor tanpa berteriak, malah berteriak keras karena ketakutan.
"Kak Vano! Sejak kapan Lo ada dibelakang kami? Suara Kak Vano yang tiba-tiba sangat menakutkan!"
Suara Gallendra yang masih penuh ketakutan mendapatkan anggukkan dari mereka yang melihat Elvano yang berjalan tanpa suara dan tiba dibelakang mereka memang menakutkan.
Melihat mereka seperti itu membuat Elvano menekukkan bibirnya dan berkata dengan kesal.
"Kalian yang terlalu fokus dan tidak memperhatikan sekitar." Setelah Elvano mengatakan itu dia mulai menuruni tangga untuk sarapan sebelum berangkat sekolah.
Gallendra dan teman-temannya melihat Elvano yang mulai menuju ruang makan hanya bisa menyusulnya.
Ruang Makan
Tuan Damian dan Nyonya Chelsea yang sudah berada dimeja makan melihat putra tertuanya turun dan mulai memanggilnya.
"Morning sayang/boy."
"Morning to my parents."
"Ayo, sayang sarapan dulu sebelum berangkat." Nyonya Chelsea berkata dengan lembut yang diangguki oleh Tuan Damian.
"Ya."
Elvano melihat sandwich dan susu dimeja nya hanya meminum susunya dan mengambil sandwich nya sambil berjalan keluar rumah sambil berpamitan kepada orang tuanya.
"Kalau begitu aku pergi." Dengan lambaian tangannya dia memasangkan sepatunya lalu dia mengambil helm motor dan memasangkannya dikepala.
"Tidak makan disini?" Nyonya Chelsea menatap heran putranya.
"Ya. Sekalian aku melihat-lihat lingkungan disini, jadi Vano tidak akan berangkat bareng dengan Lendra."
"Kalau begitu hati-hati boy." Tuan Damian menggelengkan kepalanya kearah Nyonya Chelsea dan berkata dengan lembut pada Elvano yang akan pergi.
"Oke."
Gallendra dan teman-temannya yang baru saja turun dari lantai dua melihat saudaranya yang akan pergi, sambil berteriak dia bertanya dengan heran.
"Kak Vano! Tidak bareng?"
"Tidak."
"Kakak tau kan jalannya?"
"Ya."
"Kalau begitu hati-hati dijalan kak!"
"Hmm."
*
*
Setelah Elvano berkeliling lingkungan disekitarnya dia mulai berangkat menuju sekolah SMA ANGKASA setelah melihat jam 07.10 dengan maps yang dia pasang di ponselnya. Karena sekolah dimulai pukul setengah delapan Elvano tidak terburu-buru untuk menuju kesekolah.
Dan setelah maps nya dipasang, Elvano menancapkan gasnya sambil menikmati pemandangan indahnya. Tanpa disadari sebuah mobil merah melaju kencang dan menabraknya! Yang membuatnya jatuh dan berguling dijalan. Tapi sebelum dia melampiaskan emosinya dia merasa seseorang membantunya berdiri lalu mendengar suara seperti susu yang penuh permintaan maaf dan harum dingin yang menyeruak di hidungnya meskipun dia memakai helm.
"Sorry, sorry, gue ngak sengaja nabrak Lo, gue baru saja ngelamun dan gue ngak lihat jalannya. Jadi gue dengan tulus minta maaf sebanyak-banyaknya. Lalu gue bakal ganti rugi gue janji! Gimana? Mana handphone Lo, gue kasih nomor gue ke Lo setelah gue ganti rugi, gue anterin motor Lo ke bengkel ya."
Elvano menyipitkan matanya dengan sedikit mabuk karena wangi harum dan dingin yang menyeruak di hidungnya berlama-lama lalu Elvano mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang mengatakan bahwa dia menabraknya.
Saat Elvano melihat orang didepannya, jantungnya berdegup kencang bahkan dia merasa lingkungannya menjadi sunyi hanya menyisakan detak jantungnya yang berdetak kencang ditelinga yang sulit dia abaikan, kerumunan yang membuatnya mudah tersinggung menjadi tenang dan hanya menyisakan orang yang ada didepannya terpantul jelas di mata biru langitnya.
Perasaan aneh ini....
Orang didepannya memiliki wajah kecil yang cantik dan dingin dengan pupil mata kuning bersinar dengan dingin dan cerah, mata seperti kelopak bunga yang berujung tajam, hidung kecil yang mancung, bibir tipis merah seperti darah yang menutup dan terbuka bahkan dia bisa melihat lidah merahnya, kulit yang putih, rambut panjangnya yang berserakan dipunggung dan bahunya karena tidak diikat dan sosok tubuh yang pas tapi mungil dengan seragam membuatnya terlihat muda dan segar dengan temperamen ketidakpedulian yang dingin, tapi saat ini ekspresi marah terlintas diwajah nya meskipun dia menggantikannya dengan ekspresi dan suara yang melembut.
"Lo sekolah di SMA ANGKASA bukan?"
"...." Elvano masih menatap orang yang ada didepannya yang terlihat kesal dan ingin mencekiknya yang membuatnya bertanya-tanya apa yang membuatnya marah dan kesal lalu Elvano menatap orang ini dengan erat dan tidak ingin melepaskan pandangannya, dia merasa jika dia melepaskan pandangannya orang ini akan pergi. Jadi Elvano selalu menatap gadis didepannya, bahkan jika dia merasakan orang-orang disekitarnya menjauh pergi dengan tergesa-gesa atau berlari. Mereka mungkin merasakan aura Elvano yang berdiri menatap gadis didepannya dengan sedikit suram dan hampir paronia dimatanya yang dia tidak sadari.
Tapi gadis didepannya tidak merasakannya bahkan mengabaikan kelainan Elvano. Gadis didepannya yang melihat Elvano hanya mengabaikannya semakin kesal tapi dia membuat suara yang lembut dengan gertakan gigi yang tidak gadis itu sadari.
"Hah.... Karena gue juga bersekolah disana, gue kasih Lo tumpangan dimobil gue, karena sebentar lagi kelas akan dimulai gimana?"
Melihat gadis yang ada didepannya semakin kesal dengan menatap keatasnya. Elvano menekukkan matanya dan tersenyum dengan gembira yang tidak dia sadari karena gadis itu selalu bersabar saat menghadapinya meskipun merasa kesal dan marah, akhirnya Elvano menjawab pertanyaannya sebelum gadis didepannya benar-benar pergi dengan marah.
"Ya."
Setelah itu Elvano melihatnya mengeluarkan ponselnya dan menghubungi tukang bengkel lalu mengulurkan tangannya kedepannya yang membuat sang empu memiringkan kepalanya kebingungan.
???
"Ponsel Lo mana?" Gadis didepannya menggertakkan giginya karena kesal.
Tubuhnya telah mengeluarkan ponselnya dengan jujur sebelum otaknya merespon, Elvano yang baru tersadar dari kebingungan melihat ponselnya sudah ada ditangan gadis itu.
"Setelah motor Lo gue anter ke bengkel dan membayarnya, gue juga akan ganti rugi untuk kerusakan mental Lo gara-gara Lo ketabrak mobil gue, nanti gue kirim uangnya ke ponsel Lo."
Elvano hanya bisa menganggukkan kepalanya. Gadis didepan Elvano hanya menatapnya dengan mengangkatkan kepalanya karena tinggi mereka yang berbeda tiga puluh cm, lalu mencerutkan bibirnya dan berkata dengan dingin.
"Ayo pergi."
Elvano hanya bisa mengikutinya dengan cepat karena takut ditinggalkan.
•
•
•
•
•
[Bersambung....]