Bab. 4
Dua jam kemudian...
Tibalah di mansion keluarga Dirgantara.
Yang pertama terlintas dibenak Elvano tentang rumah ini adalah besar, lalu elegan, hangat dan dengan suasana ceria. Lalu taman yang penuh dengan bunga selalu dirawat dengan hati-hati oleh pemilik, ayunan yang bergoyang ditiup angin, suara air mancur dan kicauan burung. Elvano menurunkan matanya untuk menutupi cahaya harapan dimatanya.
Tempat yang bagus, apakah mereka sangat menyayangi ku? Hingga semuanya terlalu bersih dan rapi seolah baru. Itu bagus...hehehe~
Ya~ aku juga sangat menyayangi kalian semua bahkan jika aku belum melihatmu.
"Tuan Muda tertua silahkan lewat sini."
Elvano menganggukan kepalanya.
"Kalau begitu pergi."
"Ya."
Melihat pintu masuk rumah, Elvano yang merasa suasana hati yang stabil tiba-tiba menjadi gugup.
Hm..
Apakah aku gugup?
Tapi perasaan ini cukup baru dan tidak menghalangi.
Kalau begitu.. haruskah aku menekan bel nya?
Elvano memiringkan kepalanya dan berfikir bahwa dia harus menekan bel agar orang-orang dirumah tidak menunggu terlalu lama. Ya~ mengangguk kepala secara rahasia.
Ting...tong ...
Kriett....
–––––––––––·––––––––––·–––––––––––·
Bab. 4
Pintu terbuka dari dalam hingga membuat suara besar saat membukanya.
Mungkinkah itu sangat berat?
Elvano memiringkan kepalanya. Saat dia masih memikirkan siapa yang membuka pintu berat ini sebuah suara membuat pikiran yang masih melayang putus. Dan yang membuatnya kaku adalah orang ini memeluknya.
"Sayang, apakah kamu baru ingat pulang sekarang? Dan baru mengingat kami saat ini untuk pulang? Ibu selalu merindukanmu." Dengan suara bergetar wanita itu menegur dengan lembut dan tegas saat dia masih memeluk Elvano yang masih membeku.
Ibu?
Jadi apakah orang ini ibu ku?
Elvano menurunkan matanya, dan melihat wanita yang menyebut dirinya ibu masih memeluknya.
Seorang wanita paruh baya yang cantik dengan rambut pirang, mata biru yang cerah, hidung kecil, bibir berwarna merah dan kulit yang putih, ini pasti kecantikan saat dia masih muda dan karena perawatan dia terlihat muda dan dewasa.
Elvano memeluknya kembali, dan berkata dengan nada lembut dan membujuknya.
"Bu... Aku kembali."
Suara Elvano yang lembut membangunkan Nyonya Chelsea yang masih memeluk putranya didepan pintu dan melepaskan pelukannya.
Saat Elvano bertanya-tanya kenapa ibu melepaskan pelukannya, tiba-tiba saja dia merasa sakit ditelinga.
Dan mendengar suara marah dan lembut ibunya menggelegar di telinganya.
"Ayo! Kenapa kamu baru ingat pulang! Dan baru ingat sekarang?! Kenapa putra ibu yang tampan ini masih diam dan tidak menelpon kerumah saat kamu mau pulang?! Saat ibu tahu dari ayah mu bahwa kamu akan pulang, ibu langsung buru-buru bersiap untuk membersihkan rumah... Jika ibu tidak tahu kamu akan pulang, lalu ibu tidak akan bisa menyambutmu kembali kerumah dengan makanan favoritmu!"
"Aduh... Maafkan Vano oke? Lihat putramu yang tampan ini sudah pulang jadi bisa kita masuk? Apa ibu tidak menyayangiku yang baru sampai dari Prancis ke Indonesia kelelahan..?"
Melihat putranya seperti ini Nyonya Chelsea hanya bisa melepaskan tangannya yang ada ditelinga. Dan hanya mencubit pipi putranya dengan gemas dan kesal. Sambil terus menerus berbicara.
"Melihat kamu menjadi sangat kurus, apakah kamu tidak merawat diri disana? Atau makanan disana tidak enak? Ayo cepat masuk, ibu sudah membuat makanan favoritmu. Ibu akan membuat putra ibu gemuk kembali."
Melihat ibunya terus menerus berbicara Elvano hanya menundukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Dan berkata dengan genit sambil memeluk ibunya untuk masuk kerumah.
"Kalau begitu bu, ayo putramu ini sudah kelelahan dan butuh makanan yang dibuat oleh ibuku untuk mengisi kembali energinya."
Nyonya Chelsea hanya bisa menggelengkan kepalanya atas kelakuan anaknya. Tapi saat memikirkan putranya mengalami amnesia permanen dan tidak mengingatnya membuat mata Nyonya Chelsea kembali memerah.
"Ada apa Bu? Kenapa kamu menangis?" Elvano melihat ibunya yang bermata merah merasa aneh.
"Tidak, ibu hanya merindukanmu, dan kamu baru pulang sekarang." Nyonya Chelsea menyesuaikan emosinya kembali.
"Ayo masuk."
"Hm... Baik."
*
*
*
*
*
*Didalam rumah
"Ayah, kenapa ibu lama sekali masuknya?" Gallendra bertanya dengan gugup.
"Ibumu mungkin sedang memarahi saudaramu karena baru pulang hari ini, dan mungkin merasa emosional dan menangis disana. Lendra tidak perlu gugup dia saudaramu." Tuan Damian hanya tersenyum tipis.
"Ya."
"Paman bagaimana dengan dia?" Kata Arfian penasaran. Yang membuat yang lainnya juga penasaran seperti apa sih karakternya hingga dia yang memiliki kesempatan kabur saat penculikan menyerahkan kesempatan untuk adiknya.
"Karakternya?"
"Iya."
"Jika sebelumnya dia orang yang dingin, kadang jahil, brocon,orang yang selalu melindungi kekurangannya, sulit ditebak, irit bicara, dan selalu nyimpen dendam lalu diam-diam membalas. Tapi..." Tuan Damian memikirkan karakter putranya. Dan hanya tersenyum, lalu dia juga bingung bagaimana dengan karakter putranya setelah amnesia.
"Paman tidak tahu akan seperti apa karakternya setelah amnesia." Baru saja Tuan Damian selesai berbicara, Nyonya Chelsea masuk dengan semangat didepan semuanya.
"Sayang lihat siapa yang ibu bawa?"
"Yah, itu saudaraku. Tapi.... Dimana saudaraku?" Gallendra menjawab dengan semangat, setelah itu dia langsung bingung kemana saudaranya.
"Tentu saja ini dia."
Setelah Nyonya Chelsea mengatakan itu, Elvano yang menunggu diluar hanya menggelengkan kepalanya dan langsung masuk kedalam ruang tamu.
Elvano melihat sekeliling ruangan dan melihat seorang pria paruh baya yang tampan, itu pasti ayahku orang yang mirip denganku dan yang ini pasti adikku dan yang lainnya mungkin teman-temannya adikku.
"Ayah, Lendra, Vano kembali."
* POV Gallendra
Melihat seseorang yang masuk gue langsung membelalakkan matanya karena wajah itu yang mirip dengan nya hanya saja dia terlihat lebih maskulin sedangkan gue terlihat halus. Dan yang lebih membedakan adalah mata gue sama matanya, tubuh dan tingginya juga beda banget sama gue. Tubuh saudara gue cenderung ke orang yang suka olahraga sedang kan gue orang yang selalu baca buku. Lihat tingginya, gue tingginya cuma 1,85 sedangkan saudara gue kira-kira 1,88 atau 1,90.
"Ayah, Lendra, Vano kembali."
Suara magnetis dan dinginnya memotong pikiran yang tetap membandingkan dirinya dengan saudaranya. Gallendra langsung melompat dari sofa langsung menghampiri saudaranya yang lebih tinggi darinya dengan mata cerah dan melompat-lompat.
Elvano langsung membeku karena saudaranya mendekat dan melompat-lompat didepannya dengan mata cerah. Elvano menurunkan matanya karena dia saat ini bingung harus melakukan apa. Karena saat dia masih menjadi Alvaro dia tidak pernah dekat dengan orang-orang, apalagi mereka semua selalu ketakutan saat melihatnya apalagi tidak ada yang pernah melihatnya dengan mata cerah, bahkan saat dia mempunyai adik perempuan bernama Vira.
"Wow! Saudaraku kamu sangat tampan. Siapa namamu? Berapa umur mu? Bagaimana suaramu bisa sangat bagus? Berapa tinggimu? Apakah kamu selalu olahraga? Saudaraku apa hobimu? Warna favorit? Makanan favorit? Buku...."
"Lendra lepaskan saudaramu dia kebingungan dan kenapa kamu tidak menyuruhnya duduk dia pasti kelelahan." Suara ayah yang mengingatkan nya bahwa saudaranya baru pulang dan pasti kelelahan.
"Hehehe. Saudara maafin Lendra ya." Gallendra menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal. Dan dengan canggung meminta maaf.
"Tidak masalah." Sudut bibir Elvano berkedut dan menjawab dengan sopan.
Setelah itu Elvano duduk disofa untuk beristirahat.
"Perkenalkan nama gue Arfian Dika Wijaya."
"Nama gue Arsenio Vin Dharmendra."
"Dylan Michael Aldebaran."
"Algibran Galen Daviandra."
"Bastian Smith."
"Arkanio Leon Dharmendra."
"Elvano Xavier Dirgantara."
Setelah berkenalan. Arsenio berbisik ditelinga gue.
"Gue baru tahu kalau lo bisa sangat antusias dan bahkan melupakan teman-teman Lo dibelakang."
Dylan pun ikut bergabung.
"Ya. Gue baru tahu kalau lo juga pengontrol suara."
"Lendra jadi Lo temenan sama kita karena suara kita juga bagus bukan. Gue juga ngerasa kalau kita itu punya suara yang bagus-bagus." Arfian pun itu bergabung
Sudut bibirnya berkedut saat Gallendra merasakan mata bertanya dari Gibran, Bastian dan Arkanio pun.
"Jadi Lo beneran temenan sama kita cuma karena suara kita yang bagus?" Gibran bertanya
Arkanio hanya mencibir.
Gallendra yang pelipisnya melonjak karena marah berkata dengan menggertakkan giginya.
"Diam. Gue sebenernya temenan sama kalian semua sebelumnya emang karena suara kalian yang bagus. Tapi kalian mempertanyakan pertemanan kita selama beberapa tahun hanya karena itu."
Mereka semua tertawa karena terbahak-bahak bahkan Gibran dan Arkanio yang dingin memiliki senyum diwajahnya.
"Kenapa kalian semua pada tertawa?!"
"Hahahaha, kami semua bercanda kita semua udah tau kok kalau lo itu pengontrol suara, ya kan?"
Saat menjawab Arsenio tertawa sambil mengelapkan air mata yang keluar karena tertawa berlebihan.
"Ya, ya, ya Lo itu lucu kalau lagi dibawa bercanda selalu serius."
"Sial!"
* POV Gallendra end
Tuan Damian, Nyonya Chelsea dan Elvano yang melihat mereka bercanda hanya bisa menggelengkan kepalanya pasrah.
"Ayah, ibu Vano mau istirahat dulu, jadi dimana kamar Vano?"
"Diatas sebelah kiri yang pintunya warna hitam dengan kartu nama."
"Kalau begitu Vano istirahat dulu."
"Kalau begitu istirahat sana bocah." Ayah berkata dengan senyum tipis.
"Ya, jangan lupa bangun untuk makan malam." Kata ibu.
"Ya."
Setelah itu Elvano berdiri menuju kamarnya. Saat tiba di pintu hitam dengan kartu nama kekanak-kanakan.
Elvano mencerutkan bibirnya. kartu nama yang kekanak-kanakan. Meskipun mengatakan itu dia tetap membuka pintunya.
Saat pintu dibuka terlihatlah ruangan yang didominasi oleh warna hitam, putih dan emas dengan ruang tidur, ruang belajar, kamar mandi, balkon, dan ruang ganti baju. Disana juga terdapat mainan anak-anak yang masih baru dan piala penghargaan yang tertata rapi dan bersih dilemari pajangan, yang menunjukkan bahwa itu selalu dirawat hati-hati agar menunjukkan kasih sayang orang tua yang merindukan anaknya agar bisa kembali.
Elvano mengelilingi ruangan tersebut dengan perasaan yang baru. Saat melihat ruang belajar dia langsung masuk dan melihat berbagai macam buku-buku berharga yang ada di dalam. Elvano dalam suasana hati yang baik karena didalamnya banyak buku berharga yang dia suka.
Elvano melihat sekeliling ruangan lagi dan menemukan tidak ada apa-apa. Tapi saat di berbalik dan bukunya melonggar terdengar suara pintu terbuka dibalik lemari.
Memiringkan kepalanya dan berjalan kembali lalu mendorong lemari untuk melihat ada apa di dalamnya hingga harus terdapat ruang rahasia.
Tapi saat dia masuk semakin dalam dan semakin dalam mata Elvano yang tadinya hanya cerah berfluktuasi dengan bersemangat dan kegembiraan murni. Bahkan membuat napasnya menjadi berat karena kegembiraan yang berlebihan.
Hehehehe~
Aku tidak tahu bahwa tubuh ini yang saat itu berumur 8 tahun kebawah punya hobi seperti ini~
Mungkinkah sebelumnya tubuh ini juga tetap melakukan hobinya?~~
Aku semakin penasaran apa sih identitas tubuh ini yang lain selain CEO termuda dan terbesar di dunia~
Aku merasa hidupku penuh dengan kejutan seperti membuka kotak Pandora yang penuh dengan kejutan dan misteri~
Mungkinkah dikehidupanku ini hidupku tidak akan membosankan? Memikirkannya saja membuatku semakin bersemangat.
Tubuhnya semakin lama semakin bergetar akhirnya dia tertawa dengan gila. Matanya pun berkontraksi dengan ekspresi nya yang sedikit gila dan bersemangat.
"Khekehkehe~"
"Hehehehehehehehehe~"
"Semua nya penuh kejutan! Apalagi yang ada?"
"Hehehe~"
Elvano yang akan kembali ke kamar tidur dalam suasana yang sangat baik menyenandungkan balada yang tidak diketahui di ruang rahasia yang gelap.
"Hmmm~~"
"Satu, dua pemburu menyiapkan jebakan~"
"Tiga, empat kelinci melompat~~"
"Hmm~"
"Nelayan menunggu ikan besar tertangkap~"
"Ikan kecil dibawa oleh jaring~"
"Hmmm~"
"Ikan besar tertangkap, semuanya kacau~"
"Danau bergejolak~"
"Serigala-serigala menunggu semuanya, mencari keuntungan dari nelayan untuk mengoyak daging ikan besar~"
"Ikan besar mati~"
"Danau kembali mendidih~"
"Hmm~"
"Kita tunggu permainan apa lagi yang datang?~"
"Atau haruskah kita menenun jaring yang lebih besar untuk permainan selanjutnya?~"
*
*
*
*
*
Tok...tok..tok
"Saudaraku, bangun kami semua telah menunggumu dibawah."
Remaja yang sedang tidur dikasurnya hanya menjawab dengan mendengus.
"Saudaraku jika kamu tidak bangun makanan favoritmu akan aku habiskan." Suara itu penuh dengan godaan dan kejahilan.
Remaja yang tadi masih tidur langsung terbangun dengan tergesa-gesa bahkan jika matanya masih penuh kebingungan dia terburu-buru untuk mandi dan dibaju, pikiran yang bingung karena baru bangun masih penuh dengan makanan favoritnya akan dimakan oleh orang lain. Akhirnya saat pintu terbuka Elvano menemukan wajah senyum lebar saudaranya karena berhasil menjahili kakaknya. Otak yang masih kacau langsung terbangun, Elvano hanya bisa mencerutkan bibirnya karena waktu tidurnya yang nyenyak terbangun penuh kebingungan dengan wajah gelap.
"Saudaraku, jangan memasang wajah seperti ini, wajahmu seperti orang yang habis makan lalat. Hahahaha~" setelah mengatakan itu kepada saudaranya Gallendra langsung kabur dengan tawa yang menggelegar.
Elvano yang dikatakan telah makan lalat langsung memasang wajah yang lebih gelap dan menyebutkan nama adiknya dengan menggertakkan giginya karena marah.
"GALLENDRA! XANDER! DIRGANTARA!"
"Hahahaha~ Bu lihat saudaraku marah besar seperti singa yang mengaum, hahahaha~~~~"
*
*
*
*
*
*
*
[Bersambung.....]