Bab. 3
• Mansion keluarga Dirgantara
"Hah, kenapa lo selalu membawa dia bersama lo Gibran?"
Pria muda yang mengajukan pertanya memiliki wajah tampan yang halus, rambut pirang gelap, mata peach yang penuh asmara dengan warna coklat, hidung yang tinggi, dan bibir kucing yang tipis dan selalu tersenyum kini tengah cemberut dan menatap pria muda yang lain dan cewek yang selalu dekat dengan Gibran membuanya mengerut kening kesal, Gallendra Xander Dirgantara.
Pria muda yang lain memiliki wajah tampan dan bersudut. Mata sipit yang tajam dengan warna coklat gelap, hidung tinggi yang lurus, bibir tipis yang selalu ditekan, rambut hitam dan alis yang penuh dengan pemberontakan, Algibran Galen Daviandra.
Cewek yang ditatap merasa gugup, dan matanya yang mengerjap membuat wajah polos dan lucu.
Wajah seukuran telapak tangan, rambut panjang lurus sepinggang, mata bulat dengan warna coklat muda membuatnya sangat lucu seperti kelinci yang tidak tahu apa-apa, hidung kecil yang lucu jika mengerut, bibir pinknya digigit karena gugup dan warna kulit yang putih dan halus jika disetuh membuat orang ingin mengigit nya, Adele Andriana Agatha.
Pria muda yang ditatap hanya mengangkat kelopak matanya dengan lembut dan menjawab dengan nada dingin.
"Apa urusan lo? Suka-suka gue kalau bawa Adele"
"Apa urusan gue sama Lo? Gibran kamu pikir lo punya tunangan lo bisa seenaknya diem terus jika Lo suka sama cewek lain dari pada dia! Perasaan dia bakal gimana?! Dia selalu ngikutin kamu, nemenin kamu, bahkan selalu nungguin kamu gimana perasaannya! Bahkan jika dia tidak mempedulikannya hanya karena kamu adalah calon suaminya! Jika Lo ngak suka, bilang sama Nyokap dan Bokap Lo dan bilang putusin pertunangannya, lo udah suka sama Adele! Jadi jangan diem terus, Lo terima perasaan dia tapi Lo abaiin! Dan Lo malah mencari cewek lain!"
"Lo––" sebelum Gibran selesai bicara Adele memotong nya.
"Kak Gallendra, itu... itu.. bukan seperti yang kakak pikir..." Adele dengan mata merah dan berkaca-kaca menggelengkan kepalanya dan dengan cepat menjawab sebelum Gibran melanjutkan jawaban yang akan dikatakan.
Gibran menatap Adele dengan mata penuh kasih sayang tapi dengan cepat ditutupi oleh ketidakpedulian. Gibran mengerut kening kesal.
Adele sangat imut, manis, dan polos kenapa selalu ada orang yang salah paham kalau Adele adalah *teratai putih?
*Teratai putih adalah orang yang membuat hubungan orang kacau tetapi selalu mengatakan dia tidak tahu apa-apa dan polos dalam interaksi dengan seseorang. Yang membuat orang mempercayainya, ingin melindunginya, memeluknya, dan memberikan apa saja hanya untuknya yang lemah, lembut, baik, dan polos.
Tiba-tiba seseorang dari lima pemuda disudut maju menghentikan pertengkaran yang akan terjadi diantara mereka berdua.
"Ya, bisakah kita berhenti bertengkar? Bukankah kita disini akan mengerjakan tugas kelompok dari Pak Rendra?"
Orang yang mengatakan ini adalah orang yang mengenakan kacamata dengan wajah tampan yang dingin, mata sipit yang dalam yang selalu berkilau dengan acuh tak acuh bagaikan bunga digunung bersalju yang menatap semuanya dengan ketidakpedulian, hidung yang tinggi, bibir yang dingin dan tipis. Dengan keindahan bunga yang dingin membeku, Arkanio Leon Dharmendra.
"Kakak, jangan selalu bicara dengan wajah lumpuh itu, lihat suasananya jadi sepi dan ngak seru." Dengan senyuman dari suaranya.
Orang yang mengatakan ini meredakan suasana yang kaku.
Adik Arkanio yang hanya beda satu menit. Dengan wajah yang sama dengan kakaknya hanya saja ekspresi dan kelakuannya bagaikan musim panas yang selalu bersinar. Dan bisa membuat orang-orang disekitarnya melonggarkan kewaspadaan dan merasa rileks sejenak, Arsenio Vin Dharmendra.
"Ya, Lendra, jangan marah lihat nanti Gibran marah, gimana kalau dia pulang kan tugas ngak akan beres.." Diakhiri dengan cekikikan.
Orang yang mengatakan ini adalah orang dengan wajah tampan, mata yang selalu seperti kait berwarna abu-kehijauan, hidung yang tinggi, bibir tipis yang selalu membawa seringai, dan masih seorang playboy, Arfian Dika Wijaya.
"Ayo, Gibran jangan marah, maafin Lendra oke? Jangan dengerin dia marah-marah nanti kamu tambah puyeng! Hahaha... ayo cepat!"
Dan orang ini adalah orang dengan wajah lembut dan tampan, mata sipit dengan warna hitam tapi selalu fokus seakan-akan kamu selalu menjadi dunianya dan membuat pria atau wanita selalu merasa baper, hitung yang tinggi, bibir tipis yang selalu tersenyum lembut, tapi orang ini adalah orang yang paling licik dari anggota inti BlackWolf, Bastian Smith.
Mengangguk kepala.
Dan orang yang menganggukkan kepalanya terlihat, wajahnya yang tampan dan imut dengan wajah baby face, mata bulat yang selalu serius dengan warna navy, hidung yang tinggi, bibirnya yang tipis selalu tersenyum manis hingga mengungkapkan lesung pipinya, dia adalah anggota yang umurnya paling kecil yang hanya beda beberapa bulan sebelum Gallendra, Dylan Michael Aldebaran.
Gallendra hanya bisa mencerutkan bibir dan melepaskan Gibran hanya karena tugas kelompok yang diberikan oleh Pak Rendra.
Nyonya dari keluarga Dirgantara, Chelsea Adine Keysha Dirgantara datang dengan makanan dan minuman untuk teman anak-anaknya.
"Ayo, datang dan ambil untuk mengisi perut kalian yang kosong." Sambil tersenyum lembut dia mendorong makanan dan minuman diatas meja.
"Terimakasih bibi!"
"Ya, ayo makan."
Nyonya dari keluarga Dirgantara baru saja mendengar pintu terbuka mengangkat perlahan kepalanya dan tersenyum menyapa suaminya yang baru saja pulang lalu melanjutkan obrolan dengan putra dan teman-teman putranya.
Sedangkan kepala keluarga Dirgantara, Damian Daffa Dirgantara melihat istrinya masih berbicara dan bercanda dengan putra dan teman-teman putranya berkala perlahan.
"Sayang, ayah mengatakan Veno akan pulang hari ini."
Nyonya Chelsea yang tadi sedang bercanda ria dengan putra dan teman putranya langsung berdiri dan memanggil semua pelayan untuk membersihkan rumah dan ruangan untuk putranya yang akan pulang hari ini. Dan dia akan menyiapkan makan malam yang mewah hari ini.
"Suamiku, kenapa kamu tidak mengatakannya sebelumnya! Bagaimana putraku datang saat makanan dan bersih-bersih rumah belum selesai!"
Damian hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menghela nafas dan mengatakannya dengan cepat.
"Sayang, ayah baru saja menelponku saat aku akan sampai rumah."
"Kalau begitu ayo cepat, bantu aku."
"Oke, oke, nyonya." Dengan senyum tipis Tuan. Damian mulai membantu Nyonya. Chelsea memasak.
*Ruang tamu
Suasana disini agak cangung karena terkejut ibu/bibi dari yang bersikap lembut tiba-tiba menjadi tegas dan cerah.
"Lendra, bibi mengatakan apa?" Arfian bertanya dengan bingung.
"Sepertinya mengatakan putranya datang kerumah???" Bastian mengatakan dengan tidak pasti.
Gallendra, yang kebingungan merasakan tujuh pasang mata bertanya bingung kearahnya.
"Siapa???" Gallendra bertanya dengan nada kosong.
Arsenio menepuk kepala sang empu yang sedang kebingungan "Itu mungkin saudara Lo yang belum pulang-pulang kerumah."
Dylan pun kebingungan karena dia baru tahu kalau Gallendra punya saudara, karena dia tidak banyak menceritakan tentang saudaranya seolah-olah dia melupakannya.
"Saudara?? Yang bener aja gue punya saudara? Apalagi gue tidak pernah ketemu, kapan gue punya–––"
Gallendra yang akan melanjutkan omongannya tiba-tiba teringat akan sesuatu yang membuat ekspresi diwajahnya menjadi bodoh.
Arkanio menatap temannya yang menjadi bodoh ditempat, meludah kalimat ditempat yang membuat Gallendra yang baru tersandar marah.
"Lo ngak akan jadi idiotkan?."
"Sial! Kulkas berjalan ini benar-benar akan mengutukku menjadi idiot kan?!"
"Tidak."
"Gila!"
"Lalu kenapa ekspresi Lo jadi kaya orang bodoh?"
"Gue tiba-tiba inget kalau gue kagak tahu ingatan gue saat gue umur 7 tahun, yang gue inget adalah suara seseorang mengatakan 'Adik kecil tetep hidup ya.' dengan suara batuk yang seakan-akan jantung, limpa, paru-paru semuanya akan keluar, jadi orang itu belum mati tapi hanya aku yang tidak tahu dia dimana?!"
"Kenapa lo bisa jadi amnesia gitu?"
"Ya mana gue tau! Yang gue inget cuma suara keras, percikan api, dan orang itu. Gue ngak inget apa-apa lagi "
Tuan. Damian yang mendengar suara keluhan putranya berjalan perlahan dan duduk di sofa tidak jauh dari mereka.
"Saat itu kalian berdua diculik oleh musuh ayah, dan mereka selalu bergerak tidak tahu kemana jadi kami harus memilih siapa yang akan diselamatkan. Saat itu saudaramu mengatakan bahwa kamulah yang harus diselamatkan."
"Lalu bagaimana paman? Tapi paman kenapa ada saudara Lendra saat pemilihan?"
"Ya orang itu membuat Panggilan Vidio saat harus memilih. Bibimu pingsan dan Paman harus menelan napas karena tidak bisa membuat pilihan karena kami menginginkan kedua anak itu. Saat itu saudaramu yang sudah bangun dari pingsan dan memohon pada mereka untuk melepaskan kamu yang masih tak sadarkan diri. Aku tidak tahu bahwa kamu akan sedikit mengingatnya. Padahal sudah bertahun-tahun berlalu."
Gallendra hanya menundukkan kepalanya hingga yang disana tidak bisa melihat apapun ekspresinya.
"Ayah, lalu bagaimana saudaraku?" Suaranya menjadi serak karena merasa masam
"Yah..Dia mengalami kecelakaan parah hingga harus dirawat dirumah sakit luar negeri karena peralatan disini masih kurang. Setelah bertahun-tahun berlalu dia baik-baik saja, kami melepaskannya hingga dia bebas kapan akan kembali ke rumah yang ada di Indonesia. Tapi 2 tahun yang lalu dia mengalami kecelakaan kembali dan selama sebulan sebelum dirawat rumah sakit dia menghilang dan saat dirawat dia hanya tinggal setengah napas yang tersisa...." Suaranya mulai tercekat dan bergetar.
Terdengar suara menghirup udara dingin dan terengah-engah.
"Aku menunggu dan menunggu kabar agar dia bisa bangun kembali...hanya sebulan yang lalu dia baru saja sadar dan... Opa dan Oma mu mengatakan bahwa dia mengalami amnesia permanen semua ingatannya hilang, hanya beberapa benda dan orang yang dia ingat..jadi mungkin kali ini dia kembali ingin tahu seperti apa orang tua dan adiknya."
"Ayah kenapa kamu tidak–––"
Pyar...
Sebelum Gallendra selesai berbicara terdengar suara piring pecah dan suara gemetar ibunya penuh dengan kesedihan dan kemarahan.
"Damian Daffa Dirgantara, kenapa kamu tidak mengatakan sesuatu padaku! Itu juga putraku! Anak yang kulahirkan sekuat tenaga dari daging dan darahku! Dan kamu tidak mengatakan sesuatu yang penting tentang dia mengalami kecelakaan dan amnesia permanen yang tidak mengetahui apa pun dan siapapun termasuk aku ibunya yang telah merawatnya dari masa kandungan hingga dia berumur 8 tahun!"
"Istri maaf oke?, dengar jangan marah aku takut kamu sakit dan nanti saat dia kembali apa yang dia lihat adalah ibunya yang kuyu dan tidak bersemangat melihat putranya pulang? Ssst...sudah jangan menangis nanti apa yang dia lihat saat dia pulang?"
Damian hanya bisa membawa kembali istrinya kekamar dan membisikkan beberapa kata untuk membantu agar dia tenang dan membersihkan diri menjadi ibu yang lembut, ceria, dan tegas yang disukai putra tertuanya.
"Lendra jika Lo ingin menangis, menangis saja muka Lo tahan tangis bener-bener jelek." Arkanio.
"Sial! Arkan Lo bener-bener musuh bebuyutan gue, buat gue kesel terus! Yang tadi gue ingin nangis jadi keselkan!" Kata Gallendra dengan marah dan kesal.
Arfian, Arkanio, Arsenio, Bastian, Dylan dan Gibran saling memandang dan menghela napas bersamaan secara diam-diam.
Adele yang dari tadi tidak dianggap, merasa kesal saat Gibran menoleh kearahnya matanya mulai berkaca-kaca, dan mencerut bibirnya.
"Kalau gitu gue anter dulu Adele pulang."
"Kalau gitu cepat sana-sana."
"Ayo cepet Lo juga ingin tau kakaknya Gallendra gimanakan?"
"Lah sana."
Gibran hanya mendengus dan berbalik sambil menjawab.
"Tunggu."
*
*
*
*
*
* Bandara Pribadi Keluarga Dirgantara
Hmmm....
Dimana sopirnya?
Saat Elvano akan mengerutkan keningnya karena sopir yang terlambat dia mendengar suara memanggilnya.
"Tuan Muda Elvano, disini!" (Melambaikan tangannya)
Elvano menghampiri sopir yang terlalu antusias. Tapi saat dia berjalan terdengar suara bisik-bisik disekitarnya tapi Elvano mengabaikan semuanya karena hari ini dia merasa tidak nyaman, mudah tersinggung, dan obat penenang belum dia minum karena dia belum makan. Elvano merasa dia merindukan Fei Ran yang berisik tapi selalu teliti yang menjadi asisten dan orang yang dipercaya oleh nenek untuk menjaganya.
"Kalau begitu berangkat." Elvano mengangkat kelopak matanya dan berkata dengan dingin.
"Ya, ya." Sopir itu berkeringat dingin saat matanya saling berhadapan dengan mata tuan muda tertua QVQ.
Dua jam kemudian...
Tibalah di mansion keluarga Dirgantara.
Yang pertama terlintas dibenak Elvano tentang rumah ini adalah besar, lalu elegan, hangat dan dengan suasana ceria. Lalu taman yang penuh dengan bunga selalu dirawat dengan hati-hati oleh pemilik, ayunan yang bergoyang ditiup angin, suara air mancur dan kicauan burung. Elvano menurunkan matanya untuk menutupi cahaya harapan dimatanya.
Tempat yang bagus, apakah mereka sangat menyayangi ku? Hingga semuanya terlalu bersih dan rapi seolah baru. Itu bagus...hehehe~
Ya~ aku juga sangat menyayangi kalian semua bahkan jika aku belum melihatmu.
"Tuan Muda tertua silahkan lewat sini."
Elvano menganggukan kepalanya.
"Kalau begitu pergi."
"Ya."
Melihat pintu masuk rumah, Elvano yang merasa suasana hati yang stabil tiba-tiba menjadi gugup.
Hm..
Apakah aku gugup?
Tapi ini perasaan cukup baru dan tidak menghalangi.
Kalau begitu.. haruskah aku menekan bel nya?
Elvano memiringkan kepalanya dan berfikir bahwa dia harus menekan bel agar orang-orang dirumah tidak menunggu terlalu lama. Ya~ mengangguk kepala secara rahasia.
Ting...tong ...
Kriett....
*
*
*
*
*
*
[Bersambung....]