Chereads / Sweet Love Milik Fayolla / Chapter 17 - Rumah Sakit Apa Rumah Tinggal

Chapter 17 - Rumah Sakit Apa Rumah Tinggal

Entah dari mana kotak peralatan P3K yang baru saja dibawa oleh Ariel dari luar. Tidak mungkin bila dia membelinya. Itu terlalu mustahil. Apa mungkin dia meminjamnya dari para suster atau dokter di rumah sakit ini? Rasanya juga itu tidak mungkin. Fay terlalu banyak berpikir.

Ariel mendekatinya kemudian dia duduk di sebuah kursi yang digeserkan mendekati da menghadap lutut Fay. Tangan yang satunya meletakan kotak P3K di samping Fay.

"Kamu punya berapa nyawa sih?" katanya yang mulai membuka kotak obat itu.

"Euh, Riel. Aku bisa sendiri kok!" kata Fay yang merasa keberatan jika kakinya harus diobati oleh Ariel yang dia sendiri juga adalah seorang pasien di rumah sakit.

Namun Ariel tak mengatakan apapun. Dia meneruskan pekerjaannya dalam membersihkan sekitaran kaki Fay sampai membungkus luka kakinya Fay.

Selesai membungkus luka Fay dengan dan membuat kaki Fay terlihat lebih baik. Ariel meletakan kotak obat itu di samping kotak makanan yang tadi dibawa Fay.

"Itu apa?" tanyanya ke arah kotak yang tadi dibawa Fay.

"Ah, ini?" Dengan terburu-buru Fay hendak mengambil kembali kotak itu supaya tak diambil Ariel akan tetapi dirinya telah kalah cepat dari Ariel.

"Ini makanan?" tanyanya tak menyangka. Dia langsung membukanya dan menatap isian di dalamnya yang sudah tak tersusun rapi. Isinya sudah teraduk-aduk ketika Fay berlarian tadi.

"Itu..." Fay kebingungan bagaimana dia menjelaskan tentang si kotak makanan itu.

"Ini buat aku boleh 'kan? Aku laper!" katanya yang gegas duduk di samping Ariel dan meletakan kotak makanan itu di atas pahanya dan gegas menikmatinya dengan menggunakan sendok yang sudah tersedia di dalamnya.

"Ah, tapi itu 'kan?" Fay merasa jika makanan itu sudah tak layak dimakan karena dengan isian yang pasti sudah tak indah lagi.

"Kenapa ini bekal makan kamu?" tanya Ariel yang berhenti menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya.

"Bukan!"

"Apa ini buat orang lain?" tanyanya lagi yang semakin memandang dengan sudut mata yang sipit.

"Bukan!" tegas Fay gegas menjawab sambil menggelengkan kepalanya.

"Oh...."

Ariel kembali meneruskan sarapannya dengan penuh semangat karena yang baru saja dipikirkannya ternyata tidak benar.

Fay menatap Ariel yang tengah makan dengan napsu makan yang tinggi seperti seorang anak kecil yang baru saja menemukan makan kesukaannya.

Dalam pandangannya dia sesekali diam-diam tersenyum melihat Ariel yang akhirnya bisa memakan makanan buatannya sendiri. Dia sudah menyiapkan makanan itu sejak dini hari bahkan membeli bahan masakannya pun dengan uang jajannya sendiri.

Dia merasa lega akhirnya apa yang sudah dia bela-bela untuk bangun siang pun tak sia-sia.

"Aku, pamit pulang!" kata Fay yang beranjak dari duduknya ketika melihat datangnya suster yang tadi menyapanya dan memanggil nama Ariel di depan ruang rawat.

"Eh, kenapa buru-buru? Silakan aja! Aku cuma mau ambil ini aja!" katanya sambil mengambil sebuah tas yang tergeletak bebas di atas sofa panjang.

Fay hanya menganggukan kepalanya. Dia terlalu malu dan bingung harus berbuat apa lagi.

Setelah mengambil tas itu suster itu pun pergi. Hal itu tentu saja langsung membuat Fay menjadi agak berpikir keras. Kenapa suster itu tampak sangat akrab dengan Ariel? Kenapa juga tas milik suster itu ada di sini? Lalu dokter tadi?

Fay memandang sangat lama pada lantai kamar yang diinjaknya.

"Suster itu Kakak perempuan aku, dia baru aja kerja di rumah sakit ini!"

"Dan cowok yang tadi pake baju jas dokter, itu juga Kakak aku. Dia dokter di sini!" sambung Ariel yang menerangkan seketika seolah dia tahu apa yang ada di dalam kepala Fay saat ini.

"Ah?" Fay langsung menoleh ke arah Ariel yang berdiri tepat di belakangnya. Fay sangat terkejut. Dia terlalu banyak terkejut. Pada suster itu, pada pria berjas putih itu juga pada Ariel yang tiba-tiba saja ada di belakangnya dengan jarak yang lumayan sangat dekat dengannya.

Dengan segera Fay menjauhkan tubuhnya dari Ariel.

"Aku pulang dulu ya," kata Fay lagi yang memutuskan untuk segera pergi dari sana. Baginya sudah tak ada alasan lagi untuk dirinya berdiam diri dengan berlama-lama ada di sana. Toh, mungkin nanti bisa saja yang datang adalah kedua orangtua Ariel yang dan akan membuatnya semakin malu.

Ariel kembali duduk di ranjangnya dengan wajah yang tampak menyesal. Tubuhnya layu dengan bahu yang rendah.

"Kapan kamu bisa masuk sekolah lagi?" tanya Fay yang sesaat membuatnya langsung tegak dan mendapati Fay yang sedang tersenyum lebar padanya dengan keceriaan yang sangat penuh di dalamnya.

"Aku gak tahu, besok mungkin. Gak tahu lusa!" jawab Ariel dengan nada yang terdengar malas.

Fay mengangguk. "Cepet sembuh ya! Sampe ketemu lagi di sekolah!" kata Fay dengan melambaikan tangan dan dirinya pun gegas mencapai ambang pintu dan menghilang di balik pintu beberapa detik kemudian.

Ariel terdiam sendirian. Dia menoleh ke arah kotak makan milik Fay yang tak sempat dia kembalikan tadi.

Tiba-tiba saja sudut bibirnya tertarik untuk tersenyum. Dia sangat senang ternyata Fay masih saja mendahulukan dirinya tanpa memikirkan dirinya sendiri. Hal itu membuat Ariel sendiri dipenuhi pikirannya oleh Fay seorang.

Di satu sisi.

Fay berjalan sambil berdendang di dalam hatinya dengan raut wajah yang sangat ceria di sisi jalanan raya tanpa memerdulikan panasnya terik matahari yang mulai berada di posisi paling atas. Pun tak memerdulikan bisingnya suara deru kendaraan juga baunya asap kendaraan yang pekat.

***

Keesokan harinya di sekolah.

Fay datang ke sekolah bersamaan dengan Anna yang sudah menungguinya sejak pagi di depan gerbang sekolah. Setelah melihat Fay yang datang turun dari mobil taksi dengan segera Anna menyambarnya.

"Duh, ini anak yang kemarin bolos!" seru Anna seraya merangkul pundak Fay yang lebih tinggi dari dirinya.

Fay tersenyum manis.

"Giman-gimana? cerita dong!" pinta Anna yang sudah tak sabar mendengarkan kelanjutan sebauh cerita dari kisah Fay dan Ariel yang biasa dia sebut sebagai kisah dalam drama.

"Gimana apanya?" tanya Fay yang berpura tak tahu maksud dari pertanyaan Anna itu.

Fay menggelengkan kepalanya dengan keningnya yang mengerut.

"Kamu nih, kalau mau bolos sekolah kenapa gak ngajak-ngajak sih?" protes Anna ketika mereka sudah sampai di dalam pekarangan sekolah dan hendak mulali menyusuri lorong kelas yang menunjukan ke kelasnya.

Fay kembali tersenyum. Dirinya merasa malu bila menceritakan semuanya yang dialami dihari kemarin.

"Udah urusan cinta aja, kamu lupa sama aku!" keluh Anna bersamaan dengan tangannya yang turun dari pundak Fay.

"Gak gitu juga kali An, aku kemarin emang panik banget! Aku juga gak berpikiran buat bolos sekolah!" terang Fay yang nada yang penuh akan penyesalan.

"Heum, iya deh, iya. Aku ngerti kok!" goda Anna dengan mencolek dagu belah milik Fay yang selama ini telah membuatnya menjadi terlihat sangat manis di mata Ariel. Mungkin.