Chereads / Sweet Love Milik Fayolla / Chapter 22 - Perasaan Itu Hanya Milik Satu Hati

Chapter 22 - Perasaan Itu Hanya Milik Satu Hati

Byur!

Cairan berwarna hijau dari dalam kotak itu seketika menyembur ke arah wajah dan tubuh Fay yang baru saja menekan tombol di depan kotak.

"Astaga?!" Anna sangat terkejut melihat tubuh Fay menjadi penuh dengan cairan lengket pekat berwarna hijau.

"Apaan nih?" Fay sendiri ikut merasa kaget juga kesal.

Seketika sebuah gelak tawa yang terdengar sangat keras muncul dari ujung sudut.

Itu adalah Viona dan Widy salah satu dari penggemar Ibeng yang selama menyimpan perasaan sukanya karena melihat Ibeng selalu dekat dengan Fay.

"Rasain! Ini balasan buat cewek yang sok jual mahal!" seru Viona dengan nada yang penuh kepuasan. Wajahnya sumringah, kegirangan melihat Fay tepat pada jebakan yang telah dibuatnya itu.

"Oh... jadi kamu yang udah kirim kotak sialan ini!" tuduh Anna dengan nada menuduh. Satu jari telunjuknya mengarah ke arah wajah Viona yang terlihat sangat bahagia melihat Fay dilumuri cairan hijau pekat. Hal itu tentu saja membuat Fay menjadi terlihat sngat menjijikan sekali.

"Hmh, kalau iya kenapa?" aku Viona dengan wajah yang lebih galak lagi dari Anna. Dia tak mau kalah.

"Kamu punya urusan apa sama Fay?" Anna sudah tak kuasa lagi menahan emosinya yang sudah menggunung. Dia berjalan ke arah Viona dan hendak menarik dan menjambak rambut Viona dengan membabi buta. Namun Fay gegas menghadangnya.

"Udahlah An!" kata Fay menarik lengan Anna.

"Jangan jadi cewek yang kecentilan ya, di sekolah! Mentang-mentang dikejar Kak Ibeng jadi merasa..." Fay menggebrak meja demi menghentikan omong kosong yang diluapkan dari mulut Viona.

"Aku gak punya urusan sama kamu. Urusan rekaman itu, murni itu adalh urusan aku sama Kak Ibeng. Jangan pernah buat ikut campur!" bentak Fay yang akhirnya buka mulut atas perihal kasus rekaman video yang sedang tersebar luar di grup sekolah.

"Apanya yang gak ada urusan? Kamu itu udah merendahkan harga diri Kak Ibeng!" Viona semakin naik emosinya. Tangannya mulai mendorong pundak Fay hingga terdorong ke belakang.

"Iiyuuh," tangan Viona yang baru saja mendorong pundak Fay, tak sengaja mengenai cairan hijau yang lengket itu.

"Duh, jijik banget sih!" serunya dengan wajah yang meringis jijik.

"Bilangin sama Kak Ibeng, kalau cintanya ditolak yang udah terima aja. Gak usah bawa-bawa kurcacinya buat balas dendam sama Fay!" Anna masih belum bisa merendamkan amarahnya. Terlebih lagi melihat wajah Fay yang terlihat sendu dengan kedua mata yang agak memerah dan berkaca-kaca.

"Siapa yang kurcaci?" Widy yang terima dengan ejekan dari Anna. Dia mendorong Anna hingga tersungkur dan mengenai Fay yang ada di sampingnya.

Keduanya terjatuh ke lantai.

Seketika tawa pun menggelegar dari keduanya. Viona dan Widy merasa rasa dendam mereka sudah terbalaskan dengan sempurna.

"Udah deh, kalau memang salah. Ngaku aja salah. Dan, mulai sekarang stop jadi cewek kecentilan!" imbuh Viona sembari kedua tangan yang terlipat di dadanya dengan sedikit merundukan tubuhnya ke arah Fay dan Anna yang masih berada di lantai karena merasa tubuh mereka sakit dan sulit untuk bangkit.

Di satu sisi.

Ariel baru saja duduk di bangku perpustakaan. Dia tampak asyik dengan sebuah buku yang ada di genggaman tangannya. Bukan buku novel apalagi buku komik yang sedang dia baca saat ini.

Melainkan sebuah buku pelajaran kimia kelas tiga yang seharusnya belum dia pelajari.

"Riel, kenapa masih di sini kamu?" tanya Restu dengan mengejutkannya sambil menepuk pundak kanan Ariel dan kemudian duduk di samping kanan Ariel.

"Diemlah!" Ariel tampak sedang sedang tak labil dalam emosinya. Dia terlihat sedang sensi.

""Itu, Fay lagi dikerjain sama kakak kelas yang penggemar beratnya Kak Ibeng saingan kamu itu!" terang Restu dengan berharap jika Ariel akan sangat agresif langsung melindungi Fay dengan segera.

"Hmh!" Ariel hanya sekedar bergumam saja dan itu membuat Restu yang melihatnya menjadi terheran-heran.

Betapa tidak, dia sangat tahu bagaimana Ariel dan Fay. Walaupun selalu saling bersikap dingin namun dia yakin jika Ariel juga menaruh rasa yang sama dengan Fay.

"Euh?" Restu mengerutkan keningnya bahkan dia membuat wajahnya menyengir heran dengan sebelah hidung yang naik.

"I-ini beneran udah gak peduli lagi sana Fay nih?" Restu perlu bertanya ulang demi mengkonfirmasi dari Ariel secara langsung.

"Sejak kapan aku peduli sama dia?" ketus Ariel yang masih saja fokus pada buku yang ada di atas meja tepat di hadapannya.

Restu menggelengkan kepalanya. Dia yakin jika ada sesuatu hal yang menimpa kepala Ariel saat ini. Dia tak pernah mendapati Ariel sampai seperti ini.

Dia tahu jika Ariel sangat menyukai Fay bahkan begitu sangat peduli padanya.

"Ya, udahlah!" Restu pergi begitu saja meninggalkan Ariel yang telah sedikit membuatnya kesal karena perkiraannya tak seperti biasanya.

Ariel masih saja fokus dengan buku-buku yang dibacanya.

Ketika itu ada dua murid perempuan yang duduk di depannya dengan tertawa kecil sambil menatap ke ponsel yang ada di tangan salah satu temannya.

Ariel merasa sedikit terganggu, dengan mata sipitnya dia mendelik ke arah dua perempuan itu bersama tatapan mata tajamnya.

"Heum!" Ariel mencoba untuk berdeham untuk mengingatkan keduanya itu.

Kedua wanita itu malah tampak semakin asyik.

"Eh, kamu bukannya Ariel ya?" tanya wanita itu setelah beberapa kali memastikan jika dia tidak salah menyapa.

"Kenapa?" Ariel tak mengiyakan.

"Kamu pasti diem di sini karena lagi malu ya?" ujarnya dengan meletakan ponselnya sembarang di atas meja dan membiarkan temannya menonton kelanjutan video yang masih memutar di ponselnya.

"Ngomong apa sih?" Ariel tak mengerti. Dia menggelengkan kepalanya dengan kening yang mengekerut.

"Jangan bohong deh, kita tahu. Kamu pasti lagi malu karena video si cewek yang ngejar kamu itu lagi viral karena nolak cinta Kakak kelasnya!" terangnya dengan nada yang berusaha untuk tetap rendah namun dia tidak bisa menahan perasaan ingin tertawa.

"Kalian ngomong apa?" Ariel menutup bukunya dan mengambil paksa ponsel yang sedang ditonton itu.

Ariel menonton tayangan video rekaman ketika Fay dan Ibeng di taman.

Seketika raut wajah Ariel berubah. Tak bisa ditebak apa yang saat ini sedang dia pikirkan. Dia dengan terburu-buru membereskan buku-bukunya kembali ke rak semula. Kemudian dengan langkah yanh terburu-buru dia meninggalkan perpustakaan dengan napas yang langsung terengah-engah.

Sambil berjalan dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Dia pun gegas membuka percakapan grup siswa sekolah yang sangat jarang dia buka karena berisi penuh dengan percakapan yang tidak penting untuknya.

Timbul rasa penyesalan di dalam dirinya. Di mana dia tak langsung memilih mendatangu Fay yang sekarang mungkin sedang sendirian tersakiti karena tak berani melawan orang yang mengerjainya.

Di mata Ariel Fay adalah wanita yang sangat lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi Ariel penolong satu-satunya untuk Fay adalah dirinya.