Chereads / Sweet Love Milik Fayolla / Chapter 16 - Sikap So Sweet Ariel

Chapter 16 - Sikap So Sweet Ariel

"Maaf Sus, saya mau tanya ada pasien yang bernama Nazriel Pratama?" tanya Fay pada seorang petugas resepsionis.

Wanita itu hanya memandang Fay sekali saja. Dia langsung melihat ke arah layar komputernya. Kemudian menatap Fay dengan mata yang memicing. "Kamu siapanya?" tanyanya.

"Saya teman satu sekolahnya. Saya Fayyola!" terang Fay.

"Dia ada di lantai empat ruang Lavender nomor dua!" terangnya dengan bernada ketus namun tak terlalu dihiraukan oleh Fay saat ini.

Mendengar wanita yang ternyata baik hati mau memberitahu ruangan Ariel dirawat dia pun segera memberikan senyuman terbaiknya. Bahkan sampai membungkukan setengah tubuhnya

"Terima kasih banyak!" seru Fay yang gegas pergi ke ruangan itu.

Fay kembali berlari untuk mencari lift demi menuju ruang lavender dengan segera.

Fay masih saja menggenggam kotak makanan yang sedari tadi ingin dia berikan pada Ariel sebagai rasa terima kasihnya karena semalam telah mengantarkan dirinya sampai rumah. Namun kesedihan masih saja menyelimutinya ketika dia teringat akan kecelakaan yang baru saja dialami Ariel yang diakibatkan karena dirinya. Itu membuatnya menjadi sangat pilu. Dia ingin segera melihat keadaan Ariel saat ini. Berharap jika Ariel baik-baik saja.

Ruangan lavender nomor dua. Tubuh Fay tepat ada di depan ruangan itu. Dia pun gegas berjalan perlahan ke depan pintu itu dengan napas yang sedari tadi dia atur perlahan supaya tidak terlihat habis menangis.

"A-Ariel?" Fay melihat Ariel yang tengah duduk di ranjang pasien dan terlihat sedang berbincang dengan seorang pria yang berwajah mirip dengan Ariel.

"Kamu, kenapa di luar? Mau ketemu siapa?" tanya seorang suster yang baru saja keluar dari ruangan Ariel.

Suster itu melihat Fay sedari tadi terus mengintip di bagian kaca pintu. Entah siapa yang akan dia temui.

"Ah? Eu...."

"Apa kalian kenal dia? Mungkin dia teman kamu Riel!" ucap Suster itu yang tampak sangat akrab dengan Ariel.

Ariel pun menoleh ke arah Fay.

"Fay?!" Ariel sangat terkejut melihat kedatangan Fay yang sampai di rumah sakit.

"Kamu masuk aja!" kata suster itu dengan kedua tangan yang mempersilakan Fay untuk masuk menemui Ariel.

Fay masuk dengan wajah yang malu-malu. Entah apa yang harus dia lakukan dan katakan saat ini.

"Kamu tahu aku ada di rumah sakit ini dari siapa?" tanya Ariel yang masih tak menyangka jika dirinya akan kedatangan Fay dijam sekolah.

Fay masih terdiam dan enggan untuk menjawabnya.

"Riel, aku ke resepsionis dulu ya!" pamitnya dengan kedipan mata pada Ariel yang penuh arti.

"Duduk!" suruh Ariel.

Fay masih saja terlihat diam dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Kemudian Fay menghela napas panjangnya.

"Kamu ini kenapa sih, selalu aja bertindak bodoh? Padahal 'kan aku udah bilang tadi malem. Lebih baik kamu untuk pulang duluan. Tapi, tapi sekarang lihat?"

Tanpa diduga Fay meluapkan isi hatinya yang sedari tadi yang dipendam dalam-dalam. Sejak masih di sekolah tadi.

Air mata Fay pun kembali beruraian. Dia tak dapat menahan perasaannya. Dia terlalu panik dan juga khawatir pada keadaan Ariel setelah dia tahu jika Ariel mengalami kecelakaan tadi malam setelah mengantar dirinya pulang terlebih dahulu.

"Seharusnya aku yang terluka. Bukan kamu!" ujar Fay yang menangis tersedu-sedu.

Ariel tersenyum diam-diam ketika Fay sedang menangisinya. Dia sendiri merasa sangat bahagia karena bisa mendapatkan banyak porsi perhatian dari Fay. Termasuk cintanya di dalam hatinya Fay.

"Kaki kamu kenapa lagi itu?" tanya Ariel yang seketika menghentikan tangisan Fay.

Fay menghentikan tangisannya. Dia segera menghapus air matanya dengan punggung telapak tangannya dengan napas yang masih sedikit tersedu-sedu.

Fay melirikan matanya ke arah kaki yang ditunjukan oleh Ariel.

Terlihat luka lama yang masih ditutupi plester sudah terbuka. Dan malah ada luka baru dengan darah yang sudah mengering mengalir ke betis kakinya.

"Enggak apa-apa kok!" kata Fay berusaha menyembunyikan lukanya dengan menurunkan sedikit roknya agar tak terlihat lagi.

"Kamu sendiri khawatirin orang lain. Tapi kamu sendiri malah terluka. Gimana sih?" ketus Ariel dengan nada tinggi.

Fay tak terima.

Kotak bekal makanan diletakannya di atas meja di samping ranjang Ariel dan datang menghampiri Ariel yang terduduk di atas ranjang.

"Ini, kamu sendiri gimana? Ini kenapa? Kamu sendiri terlalu mikirin orang lain sampe bisa masuk rumah sakit!" Fay akhirnya bisa membalas perlakuan Ariel yang selalu saja membentaknya dengan nada yang ketus. Fay bahkan menunjuk pada sebuah tabung infusan yang menyambung sampai ke tangan Ariel dengan sebuah selang kecil.

"Kamu gak usah urusin orang lain kalau kamu sendiri aja gak bisa urusin diri sendiri!" kata Fay lagi dengan wajah yang masih kesal pada Ariel.

Keduanya saling terdiam satu sama lain.

Namun Fay tak bisa begitu saja diam. Masih ada hal yang harus dia tanyakan pada Ariel tentang efek dari kecelakaan itu tadi.

Dengan wajah yang masih memendam marah. Fay pun memperhatikan tubuh Ariel.

"A-apa aja yang sakit?" tanya Fay dengan nada yang gugup.

Ariel menarik napas perlahan. Dia masih bisa tersenyum tipis mendapati dirinya adalah pria yang begitu dipedulikan oleh Fay.

"Aku gak apa-apa! Nanti sore juga bisa pulang!" kata Ariel.

Namun tampak Fay tak mudah percaya begitu saja. Dia meneliti tubuh Ariel yang mungkin saja menyembunyikan luka dari pakaian pasien yang sedang dia kenakan saat ini.

Mata Fay bergerak ke sana kemari. Kepalanya menoleh mencari hal yang ingin dia temukan.

"Aku beneran gak apa-apa Fay!" kata Ariel tegas.

Ariel pun memperlihatkan lengannya yang tertutup pakaian juga sampai ke kakinya. Bahkan ketika dia hendak membuka bagian perutnya barulah Fay dapat memercayainya.

"Okey-okey, stop!" suruh Fay dengan menahannya menjulurkan telapak tangan ke hadapan Ariel supaya berhenti membuka pakaiannya.

Ariel menarik ujung garis bibirnya. Lucu. Ya, Fay ini sangat lucu di mata Ariel.

"Percaya 'kan sekarang?" tanya Ariel sambil membenarkan pakaiannya.

Fay menganggukan kepalanya. "Syukurlah!" katanya yang kini sudah bisa bernapas lebih lega karena ternyata semua keresahan dan kekhawatirannya sama sekali tidak terbukti sama sekali.

"Kamu mau pulang gitu aja?"

Ariel turun dari ranjangnya sambil menuntun tiang yang dijadikan sebagai tempat gantungan tabung infusannya.

"Eh, kamu mau ke mana?" tanya Fay agak panik melihat seorang pasien tabrakan tadi malam malah semudah itu dia sembuh dan turun dari ranjang.

Fay berjalan jinjit memegangi tubuh Ariel.

"Aku gak apa-apa Fay!" Ariel menolak diperlakukan seperti pasien jompo yang harus dipapah jalannya.

Fay kebingungan. "Terus kamu mau ke mana? Biar aku aja. Bilang aja!" kata Fay.

Ariel memegangi kedua tangan Fay dan memintanya untuk dirinya yang duduk di ranjang miliknya.

"Eh, kenapa malah aku yang...." Fay dibuatnya semakin bingung malah dirinya yang diminta untuk duduk di ranjang.

"Riel!" panggil Fay meronta.

"Udah diem dulu! Duduk di situ. Awas, jangan sampe bergerak atau pergi ke mana pun!" suruh Ariel yang malah pergi keluar dari kamar rawatnya dengan satu jari telunjuk yang menunjuk terus ke arah wajah Fay.

Dengan kening yang berkerut Fay menggelengkan kepalanya. Dia tak mengerti apa yang sebenarnya mau dilakukan oleh Ariel sampai harus menyuruhnya untuk duduk di ranjang itu padahal dia sendiri malah pergi entah ke mana.