Pria pendek menyodorkan saputangan kepada Helene. Suatu tindakan yang sangat kontras dengan sikapnya tadi. Bagaimana mungkin pria bengis ini bisa bersimpati kepada gadis yang menangis? Dengan ragu-ragu, Helene menerima saputangan itu.
"Terima kasih," ucap Helene.
Pria pendek menghela napas. Ia pun membuka topeng peraknya. Tampaklah paras rupawan yang disinari bulan. Helene membelalak. Ia membayangkan pria pendek berwajah garang dengan beberapa luka di wajah sebagai tanda kekuatannya. Namun penampilan pria pendek sangat berbeda dari apa yang dibayangkannya. Wajah pria pendek tampak feminim. Bahkan mungkin lebih cantik dari perempuan asli. Bulu matanya panjang dan lentik, kulitnya putih dan mulus seperti porselen, namun hidung dan mulutnya kecil. Ia lebih mirip remaja berumur 15 tahun daripada utusan dari penguasa yang kejam.
"Maaf atas kejadian tidak menyenangkan tadi. Nama saya Wyn Easton. Saya adalah penasehat Raja Karsten," ucap Wyn memperkenalkan diri.
"Apa katamu? R-Raja? Aduh!" Helene memegangi kepalanya. Darah pun keluar dari hidungnya. Perlahan-lahan, kesadarannya memudar.
"Retase aralum." Wyn menyentuh tangan Helene. Cahaya pun keluar dari telapak tangannya.
Secara ajaib, Helene merasa sehat kembali. Kepalanya tidak lagi terasa pusing dan mimisannya berhenti. "Mantra itu… apakah kau dari kerajaan Lumi?"
Wyn tersenyum. "Benar."
"Lalu, kenapa kau–"
Helene tiba-tiba kehilangan kesadarannya. Wyn diam-diam mengucapkan mantra hilang ingatan dalam bahasa kerajaan Lumi.
"Tidurlah, Helene. Raja pasti tidak ingin calon istrinya sakit. Suatu saat, aku akan memberitahu semuanya."
***
Pada tengah malam, suasana rumah keluarga Elanor tidak sesunyi biasanya. Secara tiba-tiba, Irmina Elanor dan Evony Elanor pulang tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Keduanya masuk melalui jendela rumah, kemudian menyusup ke ruang bawah tanah. Selama bertahun-tahun Yor Elanor menyimpan puluhan tong anggur di ruang bawah tanah tanpa diketahui istrinya. Hanya ketiga anak pertamanya yang tahu ruang rahasia itu. Irmina dan Evony sudah lama mengincar ruangan itu untuk merayakan kebebasan mereka. Tanpa memikirkan nasib Helene yang malang, mereka mengisi gelas mereka masing-masing sampai penuh.
"Bersulang!" ucap Irmina dan Evony secara bersamaan sembari mengangkat gelas mereka.
"Ya ampun, tidak kusangka hari ini datang juga. Aku takut jika harus berbohong terus-menerus!" ucap Evony sembari tertawa bahagia.
"Tidak sepertimu. Aku tidak berbohong tentang kehamilanku. Tapi aku terus menerus diminta Ibu untuk bercerai dengan Thomas dan menikah dengan bangsawan gila itu. Ya ampun, siapa yang mau melakukannya?" ucap Irmina.
Mereka tertawa dengan keras setelah itu.
Krieet!
Terdengar suara ruang pintu bawah tanah terbuka. Keduanya terdiam seketika. Kemudian, terdengar suara langkah kaki. Irmina dan Evony pun kelimpungan mencari tempat bersembunyi.
"Apa kau yakin kau sudah mengunci pintunya dengan benar?" bisik Irmina.
Evony mengangguk. Namun kemudian, matanya melotot. Raut wajahnya berubah khawatir. "Ah, aku lupa mengunci pintunya."
Irmina menampar dahinya sendiri. Ia menatap adiknya itu dengan raut kesal. "Dasar bodoh! Bagaimana kalau Ibu menemukan kita?!"
Terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Dua bersaudari itu terdiam. Cahaya lentera kekuningan terlihat menembus kegelapan di ruangan itu.
"Hei lihat! Siapa yang berpesta tanpa aku?" Freda Elanor muncul dari kegelapan. Tangan kirinya memegang lentera, sedangkan tangan kanannya memegang segelas anggur merah. "Tenang saja. Aku sudah mengunci pintu ruang bawah tanah. Jadi Ayah dan Ibu tidak akan menemukan kita."
Irmina dan Evony pun saling pandang, kemudian tertawa keras. Keduanya keluar dari persembunyian mereka.
"Lihat siapa yang selama ini berpura-pura gila!" celetuk Irmina.
"Bisa jadi ia gila betulan." Evony menambahi.
"Yah, setidaknya aku tidak perlu berpura-pura hamil." Freda menyenggol tangan Evony dengan sengaja. Ia pun meletakkan lentera di meja, dan duduk di sebelah Evony. "Hei, lihat! Perutmu sudah kempes ternyata. Apa kau baru saja melahirkan?"
Evony tidak membalas. Ia meminum anggurnya dengan agresif.
"Kau tampak menikmati semua ini, Freda. Tak kusangka kau bisa berpura-pura menjadi orang gila selama dua tahun," puji Irmina.
"Ayah dan Ibu mudah ditipu. Utusan itu juga langsung percaya kalau aku gila." Freda tertawa dengan bangga. "Padahal dia terlihat sangat pintar dan kuat."
"Kalau begitu, aktingmu sangat hebat."
"Tentu. Aku pasti memiliki bakat terpendam sebagai pemain opera!"
Evony memutar bola matanya. Sepertinya ia tidak suka dengan bualan Freda.
Irmina mengisi gelasnya lagi. "Sejujurnya, aku kasihan dengan Helene."
"Aku juga kasihan padanya. Tapi apa boleh buat," ucap Evony tanpa merasa bersalah.
Freda menekan gelas minumannya ke meja sehingga menimbulkan suara 'brak' yang keras. "Tahu tidak apa yang aku alami beberapa jam yang lalu?"
Irmina dan Evony sama-sama memandang Freda, siap untuk mendengarkan.
"Utusan itu mengangkatku ke udara. Ah, aku seperti orang kerasukan. Leherku terasa tercekik. Aku kira aku akan mati hari ini." Freda berpura-pura mencekik lehernya sendiri sambil berekspresi kesakitan.
"Ya ampun...," Gumam Evony.
"Karena itu, Helene bersedia menyerahkan diri pada utusan." Freda kembali meminum anggur miliknya.
"Helene yang malang," ucap Irmina.
"Mari kita bersulang untuk Helene karena pengorbanannya!" Freda mengangkat gelasnya.
Ketiga saudara itu bersulang dan bersorak. Sepertinya mereka telah terpengaruh alkohol yang membuat mereka mabuk.
"Tahu tidak, aku sudah merencanakan hal ini sejak lama," ucap Irmina. "Dua tahun yang lalu, aku mendengar kalau Ayah dan Ibu memiliki perjanjian dengan klan Noir untuk menjodohkan anak perempuannya dengan salah satu keturunan mereka--"
"Lalu, kau menggoda Thomas untuk berhubungan badan denganmu?" potong Freda.
"Benar sekali!" Irmina menandaskan anggur dalam gelas besarnya, kemudian mengisinya lagi. "Tapi daripada menikah dengan keturunan Noir yang kejam dan bengis, aku memilih hidup dengan Thomas."
"Bukankah Thomas itu suka judi dan main perempuan? Kurasa ia tidak ada bedanya dengan klan Noir," ucap Evony.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Evony sebagai akibat dari perkataannya.
"JANGAN SAMAKAN THOMAS DENGAN PARA BIADAB ITU!" teriak Irmina.
Freda tersenyum sinis melihat Evony memegangi pipinya yang sakit. Sejak dulu, ia memang tidak suka dengan kakak keduanya itu.
"Thomas adalah laki-laki paling perhatian yang pernah aku temui. Dia tidak mungkin menyengsarakan aku dan anak kami." Irmina tampak berkaca-kaca.
Evony tak bisa melawan. Bagaimanapun, Irmina adalah panutannya. Ia hendak meminta maaf. Namun Freda menginterupsinya.
"Kau tidak berhak berkata begitu, Evony. Kau juga meniru cara Irmina agar terhindar dari masalah ini. Yah, meskipun kau tidak berhasil merayu Hans, lalu berpura-pura hamil dan mengaku-ngaku telah mengandung anaknya. Ya ampun, cara yang sangat menjijikkan," ejek Freda.
"Jaga bicaramu, perempuan gila!" Evony berkata dengan nada yang penuh penekanan.
Sementara Freda tersenyum puas karena berhasil menyulut kemarahan saudarinya itu.
"Sudahlah, kita tidak berada di sini untuk bertengkar," ucap Freda, padahal ialah yang menyulut pertengkaran.
"Tundukkan kepalamu! Minta maaflah, Evony!" Irmina menunjuk ke bawah, mengisyaratkan Evony untuk menunduk hormat padanya.
Evony menundukkan kepala dan meminta maaf sesuai perintah Irmina. "Aku meminta maaf karena telah menyakiti hatimu, Kakak."
"Bagus." Irmina mengisi gelasnya lagi sampai penuh. Ia meminum anggur seolah tidak ada lagi hari esok. "Aku memaafkanmu."
Suasana ruang bawah tanah menjadi canggung selama beberapa saat.
"Aku penasaran apa yang akan terjadi pada Helene setelah ia menikah?" celetuk Freda, memecah keheningan dalam ruangan itu.
"Klan Noir adalah klan yang kejam. Mereka ahli menggunakan sihir hitam," ujar Irmina. "Kudengar bangsawan itu memiliki banyak istri. Ia akan menikahi banyak wanita, lalu membunuh yang terlihat lemah sebagai tumbal untuk ritual."
Evony menutup mulutnya, sementara Freda tersedak. Mereka saling pandang. Baru kali ini mereka merasakan rasa bersalah yang sama. Sebelum mendengar kabar itu dari Irmina, mereka hanya mengetahui kalau ayah mereka telah menjalin perjanjian dari bangsawan penganut ilmu hitam yang jelek dan suka main perempuan. Mereka tidak tahu kalau akibat dari perjodohan akan seburuk itu.
"Apakah Helene akan mati?" tanya Evony khawatir. Tidak ada yang berani menjawab. Karena itu, Evony mulai meracau dengan pikiran-pikiran gelapnya. "Helene akan mati. Ia akan dibunuh oleh bangsawan itu. Lalu kita adalah pembunuh. Kita—"
"Helene akan baik-baik saja," ucap Freda sebelum Evony semakin meracau tidak jelas.
Sebelum hari perjodohan Irmina tiba, Evony dan Freda sudah mengetahui rencana perjodohan diam-diam yang disembunyikan oleh Yor dan Isabel. Ketiganya bekerjasama untuk menolak perjodohan itu begitu mendengar bahwa calon mereka berasal dari bangsa Noir yang sejak dulu mendapat reputasi buruk dengan cara apa pun. Helene sejak dulu adalah anak yang patuh dan selalu menjadi kesayangan orang tua mereka. Keistimewaan yang dimiliki Helene membuat ketiga kakaknya itu iri. Oleh karena itu, Irmina, Evony, dan Freda sepakat untuk tidak akan melibatkan Helene dalam rencana mereka.
"Kita tidak bersalah. Kita hanya berusaha menyelamatkan nyawa kita sendiri dan keluarga kita," lanjut Freda.
"Freda benar. Kita pun sudah sepakat dengan hal ini." Irmina memegang tangan kedua adiknya.
Sebelum hari perjodohan Irmina tiba, Evony dan Freda sudah mengetahui rencana perjodohan diam-diam yang disembunyikan oleh Yor dan Isabel. Ketiganya bekerjasama untuk menolak perjodohan itu begitu mendengar bahwa calon mereka berasal dari bangsa Noir yang sejak dulu mendapat reputasi buruk dengan cara apa pun. Helene sejak dulu adalah anak yang patuh dan selalu menjadi kesayangan orang tua mereka. Keistimewaan yang dimiliki Helene membuat ketiga kakaknya itu iri. Irmina, Evony, dan Freda sepakat tidak akan melibatkan Helene dalam rencana mereka.
"Ayolah, Nona-Nona. Semuanya akan baik-baik saja. Tidak ada yang akan mengganggu keluarga kita selama-lamanya," lanjut Irmina.
"Ya, hari ini kita bebas dari kekhawatiran atas bangsawan itu. Kita tidak perlu mengkhawatirkan yang lain." Freda menunjukkan senyum yang terpaksa.
"Apa pun yang terjadi pada Helene… bukan salah kita." Evony memandang Irmina, berusaha meyakinkan diri.
Irmina mengangguk. Ia pun ingin meyakinkan diri bahwa ia tidak bersalah atas semua ini. Kemudian, ketiganya kembali seperti semula. Mereka tertawa seperti tiada beban dan minum-minum tanpa memikirkan Helene yang menderita sendirian.