"Apa yang kau lakukan?!" sergah Helene.
Kondisi ruangan yang sempit dan gelap membuatnya takut. Ruangan ini membuatnya teringat akan peristiwa masa lalu yang tidak menyenangkan. Helene tahu seharusnya ia tidak memercayai Wyn. Meskipun berasal dari negara yang sama, Wyn belum tentu bersikap baik padanya. Bisa saja Wyn dipengaruhi oleh bangsa Noir sehingga berkhianat pada bangsanya sendiri.
"Lepaskan aku!" Helene berteriak, suaranya bergetar. Seandainya tongkatnya tidak rusak ketika Wyn menjemputnya, ia pasti bisa mengalahkan Wyn.
"Nona Helene, tenangkan dirimu," ucap Wyn.
Ia tidak menggunakan sebutan "Yang Mulia" seperti sebelumnya. Namun ia tidak bermaksud merendahkan Helene. Baginya, dan bagi kerajaan Lumi, Helene adalah salah satu pion terbaik untuk mewujudkan rencana ini. Sebenarnya, ia berencana untuk merahasiakan semuanya dari Helene, melakukan tugasnya secara diam-diam, dan menjadikan Helene sebagai kambing hitam. Namun belakangan ia berubah pikiran. Ia ingin memberitahukan semuanya pada gadis itu dan membiarkan gadis itu merasa kalau dirinya mempunyai peran.
Para atasan menyuruhnya untuk memperlakukan Helene sebagai pion dalam rencana mereka sebaik mungkin. Maka dengan mengabaikan rasa simpatinya, Wyn pun melaksanakan tugas itu. Demi terselesaikannya tugas ini dan demi kebebasannya. Apa pun akan ia lakukan.
"Bagaimana aku bisa tenang dalam kondisi seperti ini?! Kau pasti memiliki niat buruk!"
Helene masih saja berteriak. Untung ruangan itu kedap suara. Wyn menghela napas. Ia memegang bahu Helene, menatapnya dengan intens. Helene berontak. Namun cengkeraman Wyn menguat.
"Laros varoya."
Hanya dengan satu mantra itu, Helene menjadi lebih tenang. Ia tidak lagi berteriak dan panik tidak jelas. Kini lebih mudah bagi Wyn untuk menjelaskan semuanya.
"Nona Helene, sebelumnya maafkan perbuatan saya pada Anda. Saya tidak ingin menyakiti Anda. Semuanya sudah direncanakan dari awal. Kami sedang berusaha untuk menyatukan kembali dua kerajaan, yaitu Lumi dan Noir."
"Mengapa aku tidak pernah diberi tahu soal ini?"
"Kami tidak bisa memberitahukannya. Ini semua sangat rahasia."
"Lalu, apa hubungan perebutan wilayah ini dengan pernikahanku dengan raja?"
"Kami pikir itu adalah kesempatan yang bagus untuk menyerang raja dari dalam. Raja tidak ingin menikah dengan perempuan mana pun dari bangsa Noir. Ia hanya ingin menikah dengan perempuan pilihan ayahnya, yang ternyata berasal dari bangsa Lumi. Setelah kami lacak, ternyata perempuan itu berasal dari keluarga Anda."
Helene melotot. Ia seperti akan memukul Wyn. "Kau! Kau memanfaatkan janji lama keluargaku untuk--"
"Helene Elanor, kami memang menggunakan cara kotor untuk meraih tujuan kami. Namun kami pikir ini adalah cara yang sangat aman. Kami memastikan tidak ada yang dirugikan dalam rencana ini. Keluargamu telah menerima kompensasi yang layak. Jadi kau tidak perlu khawatir dengan hutang-hutang keluargamu lagi."
Helene merasa lega begitu mendengar kompensasi. Namun tatapannya kosong. Perasannya campur aduk antara senang dan sedih. "Lalu bagaimana denganku?"
Helene merasa ini tidak adil. Ia terpaksa meninggalkan pendidikannya dan merelakan mimpinya. Semua perjuangannya selama ini seolah sia-sia karena rencana ini.
Wyn menyentuh pundak Helene, bermaksud untuk menenangkannya. "Kau harus berbahagia. Jika rencana ini berhasil, kau akan mendapat gelar kehormatan di kerajaan."
Mendengar kata-kata itu, Helene seolah mendapat harapan baru. "Benarkah?"
"Saya tidak mungkin membohongi Anda, Nona Helene. Saya dengar Anda sedang menempuh pendidikan di akademi sihir ketika rencana ini dilaksanakannya. Ketika Anda berhasil melaksanakan misi ini, kerajaan akan memberikan Anda beasiswa penuh."
Mata Helene berbinar. Tawaran beasiswa itu tampak menggiurkan baginya. "Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan?"
Wyn menyeringai. "Ini adalah misi Anda: bunuh raja Karsten!"
"A-apa katamu?! M-membunuh raja? Aku tidak mungkin melakukannya!"
"Sebagai murid terbaik di akademi sihir, saya yakin Anda pasti bisa melakukannya. Bahkan hari ini lun Anda bisa membunuhnya."
"HARI INI?!"
Wyn mengangguk.
"Wyn, ini sangat gila! Bagaimana mungkin penyihir rendahan sepertiku, yang bahkan tidak memiliki tongkat bisa membunuh raja Noir? Dia pasti akan membunuhku!"
"Ah, tongkat, ya? Sekali lagi saya minta maaf atas kejadian tempo hari. Saya sudah menyiapkan tongkat baru untuk Anda." Wyn mengeluarkan kotak berwarna merah marun dari balik jubahnya. Ia membuka kotak itu dan mempersembahkan isinya pada Helene. "Anggap saja ini sebagai wujud permintaan maaf, Nona Helene."
Helene tercenung sejenak. Tongkat yang dibungkus dengan kotak marun adalah salah satu tongkat dengan kualitas tinggi. Pembuatnya adalah penyihir terkenal bernama Odias. Harga tongkat sihir itu pastilah sangat mahal. Tangan Helene gemetar begitu memegang tongkat itu. Ah, bahkan tongkat itu lebih indah dari tongkatnya yang dulu, tongkat dengan kualitas rendah yang ia beli dengan uang hasil jerih payahnya sendiri.
"I-ini benar-benar untukku?"
"Tentu saja. Anda boleh memilikinya mulai dari sekarang."
"Terima kasih! Terima kasih, Wyn!" Helene membungkuk beberapa kali. Rasa terima kasihnya lebih besar daripada rasa dendam karena perbuatan Wyn padanya beberapa waktu yang lalu.
"Tidak, Nona Helene. Andalah yang harus berterima kasih pada diri Anda sendiri."
Dalam hati, Wyn mencemooh sikap Helene yang terbutakan oleh sebuah tongkat. Dengan mudahnya Helene berterima kasih dan memaafkannya hanya karena sebuah tongkat mahal. Apakah harga diri manusia serendah itu?
"Saya berharap tongkat itu dapat membantu Anda untuk menyelesaikan misi Anda. Di akademi, saya yakin Anda telah mempelajari mantra kutukan. Saya ingin Anda mengutuk minuman Raja Karsten dengan tongkat itu."
Ucapan Wyn membuat Helene terkejut. Ia terdiam sesaat. "Mantra kutukan, katamu? T-tapi bukankah penyihir Lumi dilarang menggunakan mantra semacam itu?"
Wyn menggeleng. Dalam hati, ia berkata, "Dasar penyihir kelas rendahan."
"Sihir kutukan tidak hanya dipelajari oleh bangsa Noir. Sekarang pun penyihir bangsa Lumi banyak yang menggunakannya. Contohnya saya. Selama ini, mantra sihir yang saya gunakan kebanyakan mengandung kutukan."
Helene teringat saat Wyn memantrainya untuk tidur sewaktu di kereta dan Wyn yang melumpuhkannya di hari pernikahan. Dua peristiwa itu membuatnya merinding jika ia mengingatnya.
"K-kau ingin aku menggunakan mantra seperti itu?"
"Ya, Nona Helene. Saya yakin murid yang rajin dan pintar seperti Anda pasti paling sedikit mengetahui tentang mantra henti jantung dan henti napas. Ucapkan saja mantra itu pada minuman raja Karsten."
"Tidak bisa! B-bukankah itu sihir tingkat tinggi? Aku memang pernah melakukannya, tapi--"
"Tapi Anda tidak yakin dan Anda takut. Pada hari latihan, Anda tidak sengaja membunuh kelinci dengan mantra itu dan itu membuat Anda merasa bersama."
Helene membelalak. "Bagaimana kau tahu?!"
Wyn tertawa kecil. "Itu tidak penting. Saya kagum pada Anda."
"Wyn, tidak ada hal yang lucu untuk diterwakan!"
"Maaf." Wyn berhenti tertawa. "Sekarang Anda bisa memilih. Laksanakan misi ini, atau--"
"Atau apa?"
Wyn mulai mendramatisasi gerakannya. Ia memasang wajah sendu yang dibuat-buat, lalu tangannya digerak-gerakkan seperti sedang membaca puisi. "Rencana ini gagal dan kerajaan Lumi tidak bisa meraih kemenangannya. Lalu, kemungkinan bangsa Noir pun akan menyerah bangsa Lumi. Sebelum kita diserang, kita harus menyerang terlebih dulu."
Entah kenapa Helene merasa jijik dengan gerakan berlebihan itu. Ia seperti melihat pertunjukan opera yang parah.
Wyn bersikap dramatis wajahnya berubah serius. "Lalu, jika raja negeri ini meninggal, akan terjadi kebingungan di seluruh kerajaaan dan mereka akan menentukan siapa rajanya. Di saat-saat itulah kita akan menyusupkan raja baru pilihan kita. Bagaimana? Cara yang sempurna, bukan? Raja baru itu akan membangun hubungan dengan bangsa Lumi, kemudian secara perlahan menyatukan kembali bangsa Lumi dan Noir seperti dahulu."
"Lalu, bagaimana jika aku gagal? Bagaimana jika aku ketahuan berencana membunuh raja? Apakah aku akan dihukum mati?"
"Nona tidak perlu memikirkan itu. Semuanya sudah diatur."
Namun hanya dengan kata-kata itu, Helene pun mengangguk setuju. "Baiklah, aku akan melakukannya sebaik mungkin."
"Bagus. Kalau begitu, segera temui Raja Karsten."
Keduanya keluar dari ruangan pengap itu. Ruangan itu memang jarang digunakan. Hanya Wyn dan segelintir pelayan yang mengetahuinya. Kondisi di sekitar pun cenderung sepi. Mereka kembali berpura-pura menjadi Ratu dan utusan yang setia tanpa ada yang tahu kalau mereka menyimpan rencana licik di balik topeng itu.
Helene berjalan lebih dulu, kemudian Wyn berjalan di belakangnya. Helene menyembunyikan tongkat pemberian Wyn di balik bajunya agar tidak ketahuan.
"Yang Mulia Raja, Ratu ingin bertemu dengan Anda," ucap salah seorang prajurit yang menjaga ruang kerja raja.
Helene memandang Wyn. Wyn mengangguk sebagai kode untuk mulai menjalankan rencana. Pintu ruangan pun terbuka lebar dan Helene memasukinya dengan tangan gemetar. Setelah Helene masuk, pintu pun ditutup kembali.
Wyn menggumamkan sebuah mantra yang membuat dua penjaga di depan ruangan raja tiba-tiba pingsan. Ia tidak ingin ada yang menggangu rencananya.
"Semoga berhasil," ucap Wyn.