"lo pasti bisa Reen! Gak usah malu, anggap om-om itu batu nanti!"
Shireen tengah mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke rumah seseorang yang akan ia susui anaknya nanti. Sesuai kesepakatan kemarin, ia akan datang langsung ke tempat kediaman Samuel. Mengapa tidak dari siang saja? Hanya malam hari Samuel bisa berada di rumah, karena jika siang ia pasti sibuk bekerja.
"Sumpah bagi gue ini lebih serem dari malam pertama. Kalo gue gugup nanti gimana? Terus, nanti bayinya jatuh? Argghh, gue nggak siappp ...."
Mungkin kalau di sekolah hal sebesar apapun bisa ia hadapi. Membantai, melawan musuh-musuh, bahkan cara hajar menghajar ia sangat bakat dalam bidang itu. Namun, kali ini beda konsepnya. Seolah keperkasaannya tak berguna. Lemah dan luluh padahal bukan jati diri Shireen sebenarnya.
Shireen kembali membanting tubuhnya di atas ranjang. Ia memegang payudar*nya dengan mata menatap nanar langit-langit kamarnya.
"Dunia unik ya. Di luar sana, banyak ibu yang gak keluar ASInya padahal mereka harus menyusui anaknya. Sedangkan gue, nikah aja belum tiba-tiba dikasih ASI sampe tumpah-tumpah. Gue gak tau mau bilang ini tuh' keberuntungan atau nasib sial buat gue, tapi yang jelas gara-gara ini gue gelisah sekarang."
Lagi-lagi Shireen mengacak-acak rambutnya. Renungan itu tetap tak berguna. Keharusan tetaplah keharusan. Jika sudah menyangkut dengan permintaan sang kakak, ia bisa apa.
***
"Wahh adik kakak cantik banget deh," puji Sahara saat melihat penampilan adiknya yang sudah siap dan rapi.
"Ada maunya doang muji!" ketus Shireen.
"Biarku hantar. Gak baik juga anak gadis malam-malam gini jalan sendiri," sahut Anton.
"Gak usah, Shireen bisa sendiri. Belum terlalu malam juga," balas Shireen. Pikirannya sudah berkelana jika ia dihantar oleh kakak iparnya itu.
'Bisa-bisa gue dimesumin lagi sama dia,' batin Shireen.
"Iya Reen, biar mas Anton yang hantar kamu 'kan jadi hemat ongkos juga," ucap Sahara.
Shireen menghela napasnya. Lalu, tiba-tiba ia ditarik oleh Anton. Sudah tidak bisa mengelak lagi dirinya saat ini.
Sesampainya di tempat kediaman Samuel.
Shireen tampak takjub melihat rumahnya ini. Sungguh luar biasa keluasan dan kemewahannya.
"Rumahnya gede banget ...." gumam Shireen.
"Sudah jelas, pak Samuel seorang Presdir," ucap Anton acuh. Ya, Anton adalah bawahan Samuel di salah satu perusahaannya. Bukan heran lagi bisa mengenal sosok Samuel seorang miliarder itu.
"Jika aku yang membeli susumu berapa harganya? Tapi aku mau langsung minum di situ."
Mendengar kata-kata mesum itu membuat Shireen menatap Anton jengah dengan merasa sangat jijiknya. Sudah menjadi hal yang lumrah Anton sering menggodanya, bahkan hampir pernah Shireen dilecehkan. Tentunya itu di belakang istrinya. Jika tahu, sudah pasti dari dulu Shireen ditendang oleh Sahara akibat ulah suami kakaknya itu.
Tanpa mau berterimakasih lagi, Shireen langsung berniat masuk gerbang.
"Ingat Shireen, jaga keperawananmu. Tugasmu itu hanya menyusui bayinya, jangan kau berikan juga kepada bapaknya." Ejekan itu seolah merendahkan harga diri Shireen.
Namun, lagi-lagi Shireen tak menanggapinya. Nasib baiknya ia masih mempunyai stok sabar yang banyak.
'Gue masih mandang dia kakak ipar. Mungkin kalo bukan suami kak Ara, udah gua tonjok mulut songong sama muka mesumnya itu. Itulah mengapa gue selalu mengharapkan dia cerai sama kak Ara!' batin Shireen geram.
***
Shireen sedang digiring oleh satpam untuk memasuki rumah. Sepanjang melangkah, Shireen tak henti-hentinya takjub memandang kemewahan rumah ini. Sungguh baru pertama kali ia bisa melihat rumah sebesar ini, selain di televisi.
"Silahkan masuk Nona ...."
Ya, setelah disambut oleh para pelayan, Shireen pun segera masuk.
'Kok jadi deg-degan gini? Bener-bener kayak mau malam pertama. Lebih parah sih,' batin Shireen.
"Tuan sudah menunggu di kamarnya Nona. Silahkan naik ke atas. Masuk pintu kamar sebelah kanan ya Nona," ucap salah satu pelayan yang mempersilahkannya tadi.
Shireen menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. Ia merasa bingung. "Hmm, bisa antar? Gini lho, ini rumah luasnya gak semeter dua meter, jadi saya bingung."
Pelayan itu tersenyum, merasa lucu dengan ucapan tamunya ini.
"Baiklah mari saya hantar."
Akhirnya Shireen pun di hantar oleh pembantu itu, sampai depan pintu kamar.
"Permisi Tuan, tamu yang anda tunggu sudah datang."
"Ya, masuk saja!"
Shireen langsung menangkap sosok seorang pria yang tengah mengganti popok kepada dua bayinya.
Shireen tersenyum gemas melihat bayi kembar itu. Bisa dia tebak, pasti bayi ini berjenis kelamin yang sama.
"Apa dia abis pup?" tanya Shireen.
"Ya, sudah tiga kali setelah aku beri susu formula untuk mereka," balas Samuel.
Shireen membantu memakaikan popok kepada bayi Samuel. Sedangkan sugar daddy itu memakaikan anak satunya lagi. "Gemes banget sii!" gumam Shireen menoel sedikit pipi bulat bayi itu.
"Bisa kau langsung susui kedua anakku ini? Aku rasa mereka lapar lagi."
Masih ada pelayan di sana. Sedikit canggung dan gugup, terlebih ia harus membuka dan memperlihatkan benda berharganya di hadapan mereka.
"Baiklah."
Dengan ragu dan malu, Shireen mulai membuka kancing bajunya satu persatu, dan itu masih dipantau oleh mereka. Samuel ini salah satu pria yang overprotektif, ia sangat menjaga anaknya. Bisa saja ia tinggalkan bayinya disusui oleh gadis itu. Namun, ia merasa khawatir jika terjadi sesuatu nanti.
Kini sudah jelas terlihat bra hitam yang dikenakan oleh Shireen. Sepanjang melakukan itu, Shireen terus menunduk. Jujur ini sangat malu, tapi tekadnya sudah ia bulatkan hingga ia bisa melawan rasa malunya ini. Mau bagaimanapun ini demi sang kakak.
Dengan perlahan dan dibantu oleh pelayan itu. Shireen memangku bayi Samuel, lalu ia mengeluarkan sebelah payud*ranya. Sedangkan, bayinya lagi masih digendong oleh Samuel. Shireen pun mulai menyusui bayi itu. Ternyata bayi itu memang benar sangat haus.
Ini adalah pengalaman pertamanya. Menyusui bayi yang bukan anak kandungnya sendiri. Ada rasa geli karena terus disedot oleh mulut mungil bayi itu, tapi ia yakin nanti juga akan terbiasa.
"Oeek oekk oeekkk ...!"
Tiba-tiba bayi yang berada di gendongan Samuel menangis, hingga mengalihkan kefokusan Shireen menyusui.
"Sini Om, biar aku susui dia!"
"Apa tidak apa-apa kau menyusui dua sekaligus?" ucap Samuel merasa tidak yakin.
"Nggak apa-apa kok daripada dia nangis, kasihan."
Samuel pun menyerahkan bayinya kepada pelayan, lalu pelayan itu menyerahkannya kepada Shireen dan membantunya untuk bisa disusui olehnya.
Kini sudah dua bayi menggulum put*ng Shireen. Ia merasa tersedot habis air susunya, mungkin setelah ini ia akan makan banyak agar terisi lagi.
Pelayan itupun tersenyum, lalu ia saling memandang dan menautkan alisnya dengan Samuel.
"Apa jenis kelamin mereka?" tanya Shireen.
"Lelaki dan perempuan," jawab Samuel.
Bersambung ...