Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, ia bahkan tak tahu mengapa sesuatu tengah menggelitik di hati saat melihat sosok wanita yang baru saja masuk.
"Davin …" panggil seorang wanita sambil berbisik membuat pria itu mengalihkan pandangannya. "Apa yang kau lakukan?"
Davin terbangun dari lamunan saat sang istri memanggilnya. "Ah, tidak kenapa-kenapa," kata Davin sambil memperbaiki duduknya. "Kenapa aku seperti mengenalnya," batin Davin.
Anna tahu jika saat ini, dirinya ditatap oleh pria dari masa lalunya itu tapi ia mencoba senatural mungkin. "Berapa banyak saham yang kita miliki di perusahaan keluarga Pradipta?" tanya Anna berbisik pada Naura wanita di samping kirinya.
Begitu singap Naura mengecek tab miliknya. "Sekitar 10% saham yang kita miliki," jawab Naura.
Ada kerutan di dahi Anna, ia merasa kurang puas dengan jawaban Naura.
Sejenak Anna berpikir. "Apa 10% saham cukup besar?" tanya Anna.
"Saat ini, Nona adalah pemilik ketiga saham terbesar di perusahaannya."
"Ketiga?" tanya Anna sambil berbisik.
"Ya."
"Itu tidak akan cukup membuat keadaan berada dipihak kita," kata Anna dengan dingin membuat Naura terdiam sejenak.
Ia berpikir, "ah, aku akan mengurusnya," seru Naura sambil kembali membuka tab miliknya.
Semua orang berada di ruangan itu, begitu menginginkan Anna untuk bisa makan malam bersama mereka termasuk keluarga Pradipta, hal itu sangat jelas terlihat di raut wajah mereka.Anna beranjak dari tempat duduk membuat semua orang yang berada di sana ikut berdiri.
"Maaf, kami harus pergi karena ada urusan di tempat lain," seru Kavin mewakili Anna untuk berbicara.
Untuk menyamarkan identitasnya, Anna berusaha untuk tidak membuka suara agar tidak dikenali orang-orang mengingat koneksi keluarga Pradipta tidak bisa dipungkiri tentang hal menyelidiki, apalagi jika mereka mengetahui ada seseorang yang bisa menjadi investor perusahaan mereka.
Setelah berada di dalam mobil, Anna melepaskan kacamata serta syal yang digunakannya.
"Sial, bukankah aku memperlihatkan wajahku akan membuat mereka menjadi sangat kecil? Orang-orang yang datang adalah mereka yang menginginkanku menanam modal di perusahaan mereka," gerutu Anna.
"Aku telah melakukan penyelidikan tentang perusahaan keluarga Pradipta," ucap Kavin sambil memberikan hasil penyelidikannya.
Anna mengerutkan keningnya. "Aku tidak tahu, jika perusahaannya mengalami banyak masalah,"
"Banyak yang tidak menyukai saat Zoey menjadi Direktur, banyak karyawan yang mengundurkan diri atau dipecat hanya karena tidak senang dengannya,"
Anna menganggukan kepalanya. "Terima kasih, Kav. Ini sangat membantuku," ucap Anna.
Kavin yang tengah duduk di kursi depan melirik ke belakang. "Apa yang akan Nona lakukan selanjutnya?" tanyanya.
Anna terdiam sejenak. "Biarkan mereka memakan umpannya," ucap Anna sambil memberikan tab yang sejak tadi di tangannya.
"Aku ingin istirahat," ucap Anna memejamkan matanya.
"Sebenarnya aku tidak mengerti, kenapa kau tidak membuat mereka langsung tak berkutik dengan semua yang kau miliki. Kau bisa membuat perusahaan mereka bangkrut hanya dalam sekejap saja," gerutu Naura.
Wanita itu terus mengoceh menggunakan bahasa hangul dengan lancarnya, membuat Anna yang baru saja memejamkan mata melirik ke arahnya.
"Terlalu mudah jika aku melakukannya, tapi aku menginginkan mereka lebih sengsara dari apa yang telah mereka lakukan. Baik itu keluarga Pradipta maupun Zoey-si wanita jalang itu."
Kavin melirik ke belakang melihat raut wajah Anna yang tadinya datar berubah dingin serta kerling mata dipenuhi oleh dendam.
"Aku tidak akan membiarkan Zoey begitu mudah menjalani kehidupannya setelah apa yang telah dia lakukan padaku. Rasanya, terlalu mudah saja, kuingin wanita murahan itu menderita lebih dari apa yang telah aku alami," ucap Anna dengan geram, tangannya tengah dikepal.
Anna tidak bisa menyembunyikan emosinya, ia telah memendamnya selama beberapa tahun terakhir, saat melihat Zoey yang masih bermanja pada Davin, emosinya semakin meluap-luap. Ia tidak cemburu pada mereka, tapi bagaimana cara keluarga Pradipta memperlakukannya hal yang paling tidak bisa dia terima sama sekali.
Mobil melaju ke penthouse, tidak ada pembicaraan yang terjadi saat itu.
Ruangan yang cukup mewah tapi di desain sederhana. Anna merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia menghela napas dengan kasar, melihat ke arah Naura yang tengah mengatur barang-barang mereka.
"Apa kau lapar? Biar, aku buatkan sesuatu," tawar Naura.
"Tidak, aku hanya ingin berendam, kepalaku terasa pusing," jawab Anna dengan pelan.
Ada rasa pusing diiringi sakit di kepalanya, ditambah leher yang sedikit tegang.
"Kau harus istirahat, apa kau sedang memikirkan sesuatu, kau akan seperti itu jika sedang memikirkan hal serius,"
Anna melirik dengan mata yang sangat pelan, menatap Naura yang tidak jauh darinya. "Ya, sedikit memikirkan sesuatu,"
Tidak ada komentar apapun dari sang asisten, ia segera masuk ke dalam kamar mandi. "Aku akan menyiapkan air hangat," serunya dalam dalam kamar mandi.
Tatapan yang begitu kosong memperlihatkan jika ada sebuah kehampaan di dalam hati wanita berparas cantik itu. pikirannya tengah menjelajah beberapa tahun lalu, tepat di hari di mana pengkhianatan itu terjadi.
Suara tawa terdengar.
"Aku tidak percaya kau akan mendahuluiku, kita berdua telah bersahabat lama seharusnya kita menikah bersama-sama, itu pasti akan seru," seru seorang wanita sambil merapikan beberapa undangan yang tengah berserakan di atas meja.
"Shit. Sahabat? Seru? Tsk!" decak Anna sambil menghela napas kasar.
"Kau sedang mengobrol dengan siapa?" tanya Naura yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.
Anna hanya menggelengkan kepala, melihat raut wajah yang kebingungan oleh Naura, ada sedikit helaan napas pelan. "Aku hanya mengingat kejadian lucu saja," jelas Anna beranjak dari tempat duduknya.
"Sangat lucu, aku bahkan ingin tertawa dan marah bersamaan. Ahahahah … aku tidak percaya dia telah menyembunyikan sifat jalangnya begitu baik," tambah Anna, ia tertawa membuat Nuara sedikit merinding. Sebelumnya, ia tidak pernah melihat Anna seperti itu.
"Terima kasih," ucap Anna sambil melepaskan pakaian dan masuk ke dalam bathtub.
Air hangat menyentuh kulit asia miliknya, memejamkan mata merasakan sensasi dari lilin aroma terapi. Ia sangat menyukai Naura di mana wanita itu selalu tahu apa yang disukai olehnya.
"Oh iya, aku hampir lupa. Keluarga Pradipta menghubungiku, mereka mengundang kita untuk makan malam," seru Nuara sambil membuka iPad miliknya.
Anna yang mendengar itu seketika melirik ke arah sang asisten, kerutan terlihat jelas di raut wajahnya. "Keluarga Pradipta?" tanya Anna.
Naura menganggukan kepala, sambil memperlihatkan pesan masuk di ponsel miliknya.
"Pesannya dikirimkan oleh menantu keluarga Pradipta, namanya Zoey dia seorang direktur Perusahaan."
"Tsk, lebih cepat dari apa yang aku perkirakan," ucap Anna. "Jangan balas, biarkan saja dulu," titah Anna.
"T-tapi, bukankah ini akan sangat baik? Mereka adalah—"
"Wanita yang menghubungimu adalah wanita yang telah mengkhianatiku dan menghancurkan semua yang kumiliki."