Chereads / Dendam Wanita Terbuang / Chapter 3 - 3. Saat ini mereka adalah musuhku

Chapter 3 - 3. Saat ini mereka adalah musuhku

Keramaian kota Seoul memperlihatkan kepadatan penduduk di sore hari. Begitu banyak para pejalan kaki, begitu pula kendaraan yang berulang.

Langkah kaki Anna terhenti ketika melihat seorang pria tengah duduk emperan toko sambil membaca sebuah koran sambil mengamati beberapa orang yang tengah berulang. Mata Anna terpaku pada pria itu.

"Kenapa kita berhenti? Apa kau telah menemukannya?" tanya seorang wanita sambil menyerahkan gelas plastic berisi kafein untuk Anna.

Wanita itu kemudian melihat ke arah pandangan Anna tertuju. "Apa dia orang yang kau cari?" tanyanya dijawab anggukan oleh Anna. "Bagaimana jika dia tidak ingin bekerja untukmu?"

Anna melirik ke arah wanita yang sejak tadi begitu berisik. "Apa kau tidak bisa diam?" tanya Anna, begitu risih dengan wanita yang ditolongnya seminggu yang lalu, ketika wanita itu hampir saja di perkosa oleh beberapa orang.

Gadis itu mengatupkan mulut membuat suara gesekan dari giginya.

Anna masih terus mengamati pria yang tengah duduk di trotoar itu, ketika pria itu beranjak dia pun ikut beranjak pergi dari sana. ke mana langkah kaki pria itu, ia pun ikut serta di sana.

Di tengah keramaian suara teriakan orang-orang terdengar, disertai oleh seorang pria yang tengah berlari begitu cepat. Anna mengikutinya dari belakang sedang gadis yang tengah bersamanya pun mengikuti dari belakang dengan napas yang tersengal-sengal.

"Bisakah kau berjalan pelan saja? A-aku tidak bisa mengikuti," seru gadis itu sambil duduk di sebuah bangku sedang wanita yang diajaknya berbicara masih terus berjalan dengan cepat.

Pria yang tengah diikutinya, masuk ke dalam sebuah gang, kemudian memeriksa hasil copetan hari ini. Begitu terkejut dirinya, saat tidak menemukan dompet yang dia ambil beberapa waktu yang lalu.

"Kau mencari ini?" tanya Anna menyodorkan sebuah dompet berwarna pink pada pria yang tengah bersandar di dinding.

Raut wajah begitu ketakutan saat melihat Anna berada di hadapannya. Ia tidak percaya, ada yang bisa mengetahui jika ia mencuri dan entah bagaimana caranya wanita di hadapannya itu pun mengambil dompet darinya.

"S-siapa kau? B-bagaimana kau—"

Anna hanya terdiam, ia terus menatap pria di hadapannya itu. "Apa kau Kavin Diaz?" tanya Anna membuat pria itu membulatkan matanya, beberapa detik kemudian ia berusaha kabur tetapi dicegat oleh Anna.

"Bukan aku," elak pria itu membuat Anna menatap dingin.

"Kau tim marketing yang hebat di perusahaan Pradipta, tapi Ambar memecatmu karena tidak ingin ikut dalam trik kotornya. Lihat apa yang kau lakukan di sini? Menjadi seorang pencopet dan dikejar oleh orang-orang tadi. Bagaimana jika aku tidak mengambil dompet itu, mungkin kau telah di bawah ke kantor polisi dan dipenjara," ucap Anna.

"S-siapa kau sebenarnya?" tanya pria itu. Ia tidak menyangka ada orang asing mengetahui tentang dirinya.

"Bekerjalah denganku. Akan kuberikan kau 3 kali lipat dari gaji saat kau bekerja di Pradipta Group, tempat tinggal, serta biaya rumah sakit adikmu saat ini," ucap Anna dengan lantang serta tegas, tidak ada sedikitpun keraguan atas apa yang dia katakan.

Namun, apa yang dikatakan oleh Anna tidak langsung dipercayai oleh pria itu karena tidak mengenali Anna. Walaupun pria itu bisa melihat keseriusan serta tidak ada ekspresi bercanda, tetap saja ia masih ragu.

Anna membuka masker serta tudung yang tengah digunakan membuat pria itu tersentak kaget tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia sangat mengenal Anna, wanita paling dikagumi di perusahaan Pradipta karena sikap tegas serta cerdas, kini ia berbicara langsung membuatnya merasa beruntung. Dan wanita itu, menawarkan dia pekerjaan.

"D-direktur Anna?"

Anna tersenyum. "Apa kau mau bekerja denganku?"

"Akhirnya aku menemukanmu." Sebuah suara membuat Anna mengalihkan pandangannya. Ia hampir lupa, jika ia membawa seorang gadis berusia 20 tahun dengannya.

"Sebaiknya kita minum kopi," ucap Anna sambil menuju ke salah satu kafe dekat sana.

Kavin seakan tidak percaya tengah berhadapan dengan Anna bahkan tawaran yang diberikan Anna diterimanya begitu cepat. Namun, raut wajahnya sedikit kecewa ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Anna jika wanita itu ingin mendirikan sebuah perusahaan. Mendirikan sebuah perusahaan tidaklah gampang dan membutuhkan para pemegang saham. Apa itu mungkin?

"Apa kau ragu dengan apa yang aku katakan?" tanya Anna dijawab anggukan oleh Kavin. "Tidak perlu ragu, Pradipta Group berkembang sampai saat ini berkat diriku, jadi kenapa kau ragu?"

Kavin menganggukkan kepala, ia seharusnya tidak ragu setelah mengetahui segala pencapaian Anna selama ini.

"Datanglah ke sini. Ini rumah yang telah kujanjikan padamu. Dan juga biaya rumah sakit serta operasi adikmu telah dibayarkan, kamu tidak perlu khawatir mengenai hal itu," seru Anna beranjak pergi dari sana.

Kavin bergegas ke rumah sakit setelah mendapatkan telepon jika adiknya akan segera dilakukan operasi, perkataan Anna tidak main-main ia bahkan membayarkan biaya operasi yang terbilang cukup mahal harganya. Tidak hanya biaya operasi, tetapi sebuah rumah cukup besar diberikan pada mereka.

"Anda tuan Kavin?" seru seorang wanita paruh baya mengejutkannya. "Biar ku tunjukan kamar anda," ucap wanita itu sambil berjalan diikuti oleh Kavin.

Rumah itu begitu luas, mungkin lebih cocok disebut sebuah mansion. Dari arah luar rumah, memperlihatkan beberapa pilar membuatnya megah. Kavin mengedarkan pandangannya, tempat itu masih terlihat tak terurus.

"Mohon di maklumi, nona Anna baru membelinya beberapa hari yang lalu, jadi masih terlihat kotor. Tapi, aku telah membersihkan kamar anda jadi bisa segera ditempati," jelasnya sambil membuka sebuah pintu kamar.

"Apa operasinya berjalan lancar?" tanya Anna tiba-tiba membuat mereka semua terkejut.

Anna tidak membuat suara, membuat mereka terkejut saat ia tiba-tiba menyapa.

"Ya," jawab Kavin singkat.

Hanya ada anggukan kepala, ia menjadi dingin tidak banyak bicara. "Aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu," ucap Anna kemudian melangkah masuk ke sebuah ruangan.

Anna memperlihat sesuatu pada Kavin membuat pria itu mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti dengan apa yang tengah terlihat di layar komputer saat ini.

"Ah, aku minta maaf. Kau tidak paham dengan ini. Ini adalah program yang akan kita jual di perusahaan-perusahaan."

"Program?" tanya Kavin menelan salivanya, ia tidak percaya jika yang harus dipasarkan olehnya adalah sebuah program, bukan sebuah produk seperti yang ia lakukan saat di Indonesia. Apakah ia bisa melakukannya, sesuatu yang sama sekali tidak biasa ia lakukan sebelumnya?

"EoTech. Program anti virus, tetapi tugas sebenarnya program ini lebih dari itu. Program ini adalah program pelindung data, tidak ada yang bisa membobolnya kecuali diriku," jelas Anna sangat singkat sambil memberikan sebuah proposal pada Kavin. "Kau bisa membacanya lebih dulu," lanjut Anna.

"Aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Kavin.

"Ya."

"Mengapa kau ingin mendirikan perusahaan sedang kau—"

"Direktur Perusahaan?" Anna terkekeh sejenak membuat Kavin bingung. "Tidak lagi, setelah apa yang mereka lakukan padaku. Saat ini mereka adalah musuhku," ucap Anna dingin membuat seisi ruangan itu berubah mencengkam dengan perubahan raut wajah Anna saat itu.