Chereads / Big mistage / Chapter 6 - 6

Chapter 6 - 6

"Are you oke?" Tanya Yogi, yang tanpa senganya menyaksikan Alinka berurai air mata, meski tidak terisak.

"Yah," balas Alinka singkat, bersama seuntai cengir yang ia lempar pada dasbor mobil. Menghalau kegetiran dan rasa sakit yang harus kembali mencuat, berusaha bersikap tegar meski sebenarnya begitu rapuh.

Tidak berniat mengulik lebih dalam, Yogi hanya membalasnya lewat cengir yang serupa.

Sampai dirumah, Alinka tidak banyak bicara dan hanya segera menyasar kamar tidurnya. Mengunci pintu dengan rapat, tungkai-tungkainya segera bergetar hingga Tubuhnya seketika merosot lemah, hingga menyentuh keramik yang dingin.

Tanpa sadar, tubuhnya ikut bergetar hebat, ada perasaan takut yang mengganjal disana. Perasaan yang dengan baik, ia sembunyikan dihadapan siapapun.

Mengakhiri kontrak kerja sama menjadi hal yang paling mustahil bagi Alinka saat ini. Perusahaan kian terpuruk, harga saham anjlok dengan cepat dan berbagai masalah keuangan lain yang mendesak untuk segera terselesaikan, membuatnya sangat membutuhkan tander yang bernilai jutaan dolar, persis seperti yang ditawarkan pihak pemerintah kali ini.

"Tapi bagaimana mungkin?" tetap bersikekeh pada kontrak kerja sama, berarti ia setuju untuk kembali terjalin dengan pria yang telah membuatnya jatuh lalu menipunya begitu tega.

Hingga seutas ingatan akan kisah cinta dangkal kembali mencuat, Bagaimana ia bisa menerima cinta yang begitu manis, indah dan penuh warna

"Hey"

"What are you doing here?" sosok Alinka muncul tiba-tiba dibalik kaca mobil, membuat Sean sontak kaget,

Pelan-pelan Sean membuka pintu mobil dan keluar bersama boneka teddy bear coklat berukuran besar ditangannya, "Untukmu"

"Selamat ulang tahun" canggung Sean

"Bagaimana kau tau?"

"Aku menyebutnya insting"

"Terdengar konyol" goda Alinka

"Pokonya selamat ulang tahun, dan semoga kau menyukai Coco"

"Cocoo?"

"Bonekanya kuberi nama Coco"

"Kau tidak suka?"

"Terdengar hebat"

"Thank you so much"

Pekat malam, akan segera mengakhiri kisah yang dengan berani Sean perjuangkan. Kisah yang mungkin tidak akan pernah bermuara dan hanya akan menguap, berevaporasi dengan tega.

"Kau melamun lagi" diam-diam Alinka menyaksikan Sean yang tambak bisu terkulai pada kursi kayu tepat disamping Coco

"Oh_"

"Tidak tidak_"

"Mungkin kerana banyak fikiran saja"

Sambil memperbaiki posisi duduk, Sean dengan canggung menanyakan hal yang menurutnya sangat penting, "Bisakah aku bertanya?"

"Sure," balas Alinka sekenanya tanpa benar-benar peduli dan hanya memperhatikan gemerlap bintang dari kejauhan

"Pria yang bersamamu sebelumnya_"

"Pria_"

"Hari ini, aku tidak sengaja melihatmu bersama seorang pria"

"Pria itu?"

"Oh itu_"

"Namanya ARKA"

"Dia sahabat sekaligus pemilik café tempatku bekerja"

"Just friend?"

"Yap"

"Tapi kalian terlihat sangat akrab" tanya Sean berusaha menelisik lebih jauh,

"Itu karena kami sudah saling mengenal cukup lama"

"Terdengar hebat,"

"Aku berharap bisa menjadi bagian dalam hidupmu juga" samar Sean namun penuh sungguh-sungguh

"Apa?"

"Hemm,"

"Mau jadi pacaraku?" tanya Sean tiba-tiba, tanpa berfikir panjang dan hanya mengikuti nalurinya,

Mata Alinka seketika terbelelek tak percaya, bingung akan apa yang baru saja ia dengarkan

"Jangan bercanda"

"I am so Serious"

"Bagaimana mungkin,"

"Kita baru saja bertemu, baru saling mengenal dan_"

"Kufikir jatuh cinta memang seperti itu"

"Ia tidak butuh banyak alasan untuk melabuhkan rasa"

"Jangan konyol"

"Aku juga tidak memiliki alasan kenapa harus menerimamu," balas Alinka sedikit canggung, bingung akan situasinya

"Kau juga tidak memiliki alasan untuk menolakku bukan?"

Mata Alinka menyipit, berusaha mencari alasan. Ia yakin ada begitu banyak alasan untuk menolak, namun entah kenapa tidak satupun alasan yang ia yakini lolos dari katup bibirnya.

"Beri aku waktu 1 minggu, untuk membuktikan semuanya"

"Setelah itu, kau bisa memberiku jawaban apapun yang kau inginkan"

"Aku tidak akan memaksa"

"Tapi_" balas Alinka terbata,

"Sepertinya sudah larut, aku harus kembali sekarang"

"Sebaiknya kau mempersiapkan diri besok"

"Kenapa aku harus_" balas Alinka heran,

"Good night" ujar Sean bersemangat dan hanya berlalu pergi, meninggalkan Alinka yang masih diselimuti kebingungan yang aneh. Menyudahi malam yang hening, bisu, dan penuh tanda tanya.

Esok hari, saat mentari belum sepenuhnya meninggi. Beberapa notifikasi whatsapp menggema menggangu Alinka,

"Entah siapa yang menerornya pagi-pagi buta seperti ini" dumel Alinka kesal

Merogohkan ponsel dengan malas, Alinka memicingkan mata, menyaksikan beberapa pesan masuk yang ternyata dari Sean,

Its me

Kau tidak melupakan hari ini bukan?

"Entah apa yang salah dari pria ini" gumam Alinka yang masih belum mengerti, atau lebih tepatnya, enggan untuk mengerti.

Bergegas kekampus, tepat dihalaman rumah sebuah mobil yang tampak akrab telah terparkir rapi, menunggunya dengan setia.

"Apa yang membuatmu begitu lama?" tanya Sean menjulurkan tubuh kekernya diantara celah kaca dari balik kemudi.

"Apa yang kau lakukan?" bukannya menjawab, Alinka justru balik bertanya heran.

"Mengantarmu, tentu saja"

"For what?"

"Kau tentu tidak melupakan perjanjian kita semalam bukan?"

"Perjanjian?" tanya Alinka heran,

Situasi yang kian mencekam, membuat Alinka ingin cepat-cepat berlalu. Namun menyaksikan arloji ditangannya membuatnya tidak punya banyak pilihan, "Sial_"

"Kelas akan segera dimulai" Iapun memilih masuk pada mobil dimana Sean berada lalu duduk dengan enggan disana.

"Are you kidding me?"

"What?"

"Kau fikir aku supir apa?" maki Sean, menyaksikan kekonyolan Alinka yang bukannya duduk tepat disampingnya, malah memilih duduk pada kursi penumpang tepat dibelakangnya.

"Dimanapun harusnya tidak masalah bukan?"

"Kau ingin mengantaku dan aku menerimanya"

"Lalu masalahnya dimana?"

Menghela nafas dalam-dalam adalah satu-satunya hal yang bisa Sean lakukan saat ini.

Menyaksikan bagaimana seorang wanita dengan tega memperlakukannya seperti supir pribadi.

"Kampus Cipta Mulya,"

"Tolong_" tambah Alinka yang bergema jelas dibalik punggung Sean,

"Tentu tuan putri" balas Sean sedikit kesal bercampur gemas, menyaksikan bagaimana Alinka memperlakukan dirinya,

Melesat maju bersama canggung yang kentara, Alinka masih enggan angkat suara dan masih saja sibuk memperhatikan layar ponsel miliknya, memeriksa setiap kotak pesan yang masuk.

"Kenapa tidak membalas pesanku?" tanya Sean yang sedari tadi terus memperhatikan Alinka dibalik dasbor mobil,

"Kenapa aku harus?"

"Bukankah saling menghubungi dan membalas pesan adalah satu dari banyak daftar panjang yang biasanya dilakukan oleh pasangan?"

"Pasangan_"

"Apakah tidak terlalu dini menyebut kita adalah pasangan,"

"Saat waktu jelas belum tersisa separuhnya"

Sean tertawa pelan, mendengar jawaban Alinka yang tidak terduga,

"Kenapa?"

"Ada yang lucu?"

"Setidaknya, kau mengakui perjanjian kita semalam"

"Jangan senang dulu,"

"Aku terkenal memiliki tepramen yang buruk, kau mungkin tidak akan bisa bertahan"

"Sayang sekali, menyerah tidak ada dalam kamusku"

"Dan kau harus tau, aku juga terkenal sebagai kepala batu. Aku akan melakukan apapun untuk bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan"

"Whatever"

Sejak hari itu, sepasang asing yang dipertemukan canggung oleh semesta masing-masing telah menaruh hati pada tempat yang tidak semestinya. Saling mamadu kasih, merajut kisah usang yang tidak ada titik temunya.