Jangan lupa tinggalin jejak yah
Biar authornya gak nyesek sendirian♥
Tidak hanya dipermukaan, Arka's Café benar-benar berubah seluruhnya, deretan kursi-kursi kayu berwarna pastel, coklat hingga hitam berpadu dengan dinding café yang juga dicat berwarna pastel, beriringan dengan lampu gantung minimalis membentuk simfoni indah nan mewah. Jauh dari kesan sederhana yang Alinka ingat dulu.
"1 Ice cappuccino" pesan Arka pada seorang pria muda yang kini berdiri disudut meja
"Kau Latte bukan?"
"Yah" balas Alinka samar
"Dan 1 latte"
"Pacarnya pakai es juga bos?" tanya pelayan Café lewat cengirnya yang mengambang. Ia pegawai baru dan tentu saja tidak pernah melihat Alinka sebelumnya
"Aku, bukan_" ujar Alinka heran,
"Yah dia bukan pacar_"
"Tapi istriku" potong Arka spontan, menyaksikan sikap Alinka yang terus saja salah tingkah
"Kau_" geram Alinka, mengetahui Arka mengolok-oloknya
"Kalian tampak serasi bos"
"Thankyou" cengir Arka
"Kau_"
"Bisakah kau berhenti menggodaku" ujar Alinka segera saat pria muda sebelumnya meninggalkan mereka berdua.
"Apa?"
"Apa menyenangkan terus menggodaku seperti itu"
"Tentu saja"
Mendengar jawaban tolol dari Arka, Alinka hanya bisa mengernyit ragu,
"Kita tidak lagi berada diusia untuk main-main oke"
"Lagi pula, kenapa kau tidak menikah saja?"
"Apa perlu aku mengenalkan beberapa orang padamu?"
"Apa mereka cantik, seksi, bagaimana dengan latar belakangnya, mereka harus cukup kaya untuk bisa bersamaku" balas Arka berbinar, namun jelas sekali penuh tipu muslihat
Menyaksikan bagaimana Arka mengolok-olok niat baiknya, segera Alinka mengangkat tinjunya berniat untuk membenarkan otak Arka yang sepertinya memang gesrek.
"Oke oke aku serius sekarang"
"Aku menyukai seseorang dan hanya akan menikah jika itu bersamanya"
"Dia siapa?"
"Apa aku mengenalnya?" tanya Alinka penasaran
"Entalah, pokoknya dia satu-satunya wanita yang aku cintai"
"Tentu setelah ibuku"
"So, sampai dimana hubungan kalian?"
"Hem, sebenarnya dia tidak pernah tau perasaanku" balas Arka muram
"APA?"
"Kau benar-benar gila"
"Bagaimana jika dia pergi sebelum tau perasaanmu yang sebenarnya" hardik Alinka terbawa emosi,
"Sebenarnya dia sudah pernah pergi meninggalkanku"
"Tapi kabar baiknya, dia kembali sekarang"
"Dan kini tepat berada dihadapanku" batin Arka seraya menatap dalam wajah Alinka yang ada dihadapannya
"Kesempatan kedua"
"Righ" tebak Alinka
"Apa?"
"Kau diberikan kesempatan kedua untuk melabuhkan rasa"
"Jadi jangan sampai kehilangan gadis itu untuk yang kedua kalinya"
"Baiklah, aku akan memikirkannya"
"Ayolah, apa lagi yang harus kau fikirkan,"
"Kau hanya harus mengatakannya"
"Apa harus?" tanya Arka lagi
"Tentu saja,"
"Hemm baiklah," balas Arka datar seolah masih menimbang-nimbang sesuatu,
Menyaksikan Arka yang tampak linglung akan perasaannya sendiri, membuat Alinka sedikit simpatik dan kini balas menatap wajah Arka dengan penuh tekad dan sungguh-sungguh "Ingin pesan yang lain?"
"Apa"
"Hari ini aku yang traktir jadi tenang aja"
"Kau bisa pesan apapun, sebanyak yang kau mau" hibur Alinka yang menurut Arka konyol dan bodoh.
"Wah Wah, aku merasa sangat beruntung hari ini,"
"Ditraktik di café milikku sendiri"
"Eh bentar-bentar" potong Alinka cepat ketika ponsel miliknya tiba-tiba bordering hebat didalam tas miliknya
"Halo," suara seorang pria dibalik kotak suara terdengar dengan jelas dan tentu sangat akrab bagi seorang Alinka. Membuatnya hanya bisa menggigit bibirnya sendiri, tidak membiarkan apapun keluar dari katub mulutnya.
"Alinka ini kau bukan?" ujar Sean lagi, sekedar memastikan bahwa sambungan telepon masih terhubung.
"Siapa" tanya Arka bingung menyaksikan wajah Alinka yang seketika berubah pucat pasi
Sean menegang, tangan rampingnya mengepal kuat ia sangat mengenal suara itu, dia_ "ARKA"
"Temui aku di café biasa"
"Jika tidak aku yang akan datang menemuimu" ujar Sean dingin menghadapi sikap Alinka yang terus saja bungkam lalu dengan kasar mematikan sambungan telepon
Sean menghela nafas dalam, sekuat tenaga ia berupaya mengendalikan amarah yang sudah tersimpan lama pada sudut hatinya.
Mengetahui Alinka, masih saja berhubungan baik dengan Arka, menciptakan bara tersendiri didalam hatinya, membuatnya kian berkobar dan meletup-letup kasar.
Bingung bercampur tanya memenuhi benak Alinka. Dengan perasaan kalut, ia bertanya-tanya, bagaimana pria itu mengetahui nomor ponsel pribadinya. Lebih dari itu, ada perasaan takut yang mengganjal dalam hatinya,
"Bagaimana dia bisa menghadapi pria itu?"
"Bagaimana jika_"
"Woi"
"Siapa sih?" tanya Arka lagi
"Bukan siapa-siapa"
"Sepertinya aku harus kembali sekarang"
"Seseorang membutuhkanku" bohong Alinka