Suasana café legang, tidak ada siapapun, hanya mereka. Menghadirkan aroma yang kian menyesakkan bercampur aroma kopi memenuhi ruangan, bukan ekspresso melainkan Latte.
Mereka duduk berhadapan dengan Alinka yang terus saja salah tingkah. Ia tidak seharusnya berada disini, tidak bersama pria yang kini bersamanya.
Rasanya sangat aneh dan canggung, minum kopi bersama pria dihadapannya. Seolah mereka hanyalah teman lama yang kembali dipertemukan.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Sean memulai obrolan, menyaksikan Alinka yang terus saja bungkam,
Khawatir dengan arah pembicaraan Sean, Alinka menyondongkan tubuhnya kedepan meja dengan cepat, mengangkat cangkir kopi miliknya dan meminumnya perlahan,
"Baik"
Sean mengerutkan dahi,
"Apa yang kau inginkan?"
Sean berdehem samar, lalu ikut menyondongkan tubuhnya kedepan, menyandarkan lengan kekarnya diatas meja,
"Kenapa kau pergi?"
Pertanyaan yang paling ia hindari akhirnya berlabuh juga. Lewat suara berat dan sorot yang tajam, membuat jantung Alinka berpacu dengan liar,
"Tidak ada alasan khusus"
"Look at me" tegas Sean
Mata kecoklatan dan sedingin es kini menatap Sean. Tidak ada isyarat cinta apalagi kerinduan dari sorot itu. Hanya ada kebencian, luka dan air mata yang telah mengering seutuhnya.
"Perasaanku telah berubah"
"Semuanya sudah berubah"
"Itu saja"
Mata Sean menyipit, tapi jelas sekali, ia belum mengerti. "Kau mencintaiku" bantahnya,
"Yah kau benar,"
"Tapi itu dulu"
"Dan aku menyesal pernah melakakukannya" bantah Alinka cepat
"Tidak mungkin"
"Aku tidak percaya" Sean meringis.
"Itu urusanmu,"
"Dan kita tidak perlu bertemu lagi"
Sean menatap Alinika lama dan menimbang "Tentu jika kau ingin melepaskan tender kerjasama"
"WHAT"
"Kau mengancamku?" pekik Alinka sinis
"Tidak tentu saja, semuanya adalah pilihanmu" tambah Sean sinis, dia sangat tau bahwa Alinka tidak akan bisa melepaskan tander kerja sama mengingat keadaan Sanjaya contraction yang semakin terpuruk
"Aku sebaiknya pergi"
"Kau tidak boleh pergi" ujar Sean, seraya menegakkan pundak lebarnya dan mengangkat kepalanya dengan tegak membuatnya kian mengintimidasi.
"Apa hakmu mengatakan itu?"
"You are my wife" tegas Sean bersama rahangnya yang ikut mengeras
Kata yang baru saja Sean layangkan terus menerus menggema dalam diri Alinka. Bagaimana tidak, rasa yang berusaha ia kubur dalam bersama status yang sudah lama ia lupakan kini kembali mencuat.
Mengingat bagaimana ia dengan bodohnya, menerima cinta yang Sean tawar begitu manis, indah dan penuh warna. Ia benar-benar telah diluluh lantahkan oleh Cinta, membuat Alinka kian berani merajut masa depan bersama seseorang yang baru saja ia kenal.
"Kau menunggu lama?" sapa Alinka lewat konotasi ramah dan kian merdu dibalik gelap, menampilkan sosok ceria, yang kini duduk tepat disamping Sean.
"Tidak juga,"
"Ada apa?" tanya Alinka lagi, sekedar memperjelas tujuan Sean mendesaknya bertemu pada hening yang pekat ini.
Sean, BISU
Belum siap merangkai kata, belum menemukan konotasi yang paling tepat, atau justru takut setiap kata yang terlontar nanti, justru akan membuat Alinka kabur, LARI.
"Katakan saja!" desak Alinka lagi,
Berusaha menelan sebongkah besar liur yang tersangkut pada pangkal tenggorokannya, samar-samar Sean membuka katub kata dan membiarkannya mengalir dengan hati-hati,
"Ingin menikah saja?"
"Kau bilang apa?" balas Alinka ragu, sebab tidak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar
"Ayo kita MENIKAH!"
HENING
Raut Alinka tiba-tiba berubah pasi. Ia bingung, heran bercampur tanya yang kentara. Seanpun hanya kembali menunduk dalam, tidak berani menatap mata Alinka.
"Tapi kenapa?"
"Tiba-tiba" tanya Alinka
Memperbaiki posisi duduk, Sean lalu menyorot Alinka dengan intens dan mencoba menjelaskan situasi yang sedang mereka hadapi "Ayah mendesakku untuk menikahi wanita lain"
"Kau bisa menolaknya," balas Alinka sederhana, seolah masalah ini memang hanya sebatas itu.
"Ayahku tidak akan menyukai keputusan itu"
"Kenapa?" tanya Alinka bingung,
"Perusahaan kami, gagal memenangkan tander"
"Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar" Terang Sean berusaha menjelaskan sesederhana mungkin, agar Alinka bisa mengerti.
"Lalu?"
"Perusaan JJ Furniture, menawarkan bantuan,"
"Dengan syarat, aku harus menikahi Jessi, putri dari keluarga mereka"
"Dan ayahmu setuju?" potong Alinka,
"Yah," balas Sean samar, lalu mempertegas kata berikutnya.
"Tapi aku tidak menyukainya"
Untuk sesaat mereka saling bisu, Alinka tampak khusyuk dengan dunianya sibuk berfikir dengan dalam, memikirkan masa depan hubungan mereka. Seanpun tidak berniat mendesaknya dan hanya memberinya jeda untuk memutuskan.
"Tapi bukankah pernikahan itu akan menguntungkan?"
"Mungkin,"
Kata yang sengaja Sean layangkan, menjadi bara tersendiri bagi Alinka. Membuatnya sedikit bergeming, bersama sorot yang kian ditekuk, lewat mata yang kian berkaca.
"Kalau begitu, kau sebaiknya menikah dengannya"
"Demi perusahaan, demi keluargamu"
"WHAT"
"How about you?" suara Sean kini meninggi, bingung bagaimana cara Alinka berfikir,
"A-aku"
"Aku hanya akan mencari pria yang jauh lebih hebat darimu,"
"Berfikir bahwa kita memang tidak ditakdirkan bersama" balas Alinka berusaha tampak tegar,
"Are you sure?"
"Aku tidak pernah yakin Sean,"
"Tidak saat kau ingin bersamaku dan kini, saat kau harus pergi meninggalkanku"
"Tidak bisakah kau sedikit egois?"
"Dan hanya memikirkan hubungan kita saja?" tanya Sean memelas,
"Aku bukan siapa-siapa dan akupun tidak bisa membantu apa-apa"
"Kau berhak bahagia"
"Meski aku, bukan lagi menjadi alasannya" balas Alinka lirih, bersiap mengakhiri segalanya.
Pelan-pelan, ia beranjak dari tempatnya. Berdiri tepat dihadapan Sean dan melayangkan seutas senyum samar yang tampak sendu,
"Ja-jangan bilang?"samar Sean_
"Kau harus bahagia" tambah Alinka perau, lalu berangsur-angsur pergi meninggalkan Sean
Menyaksikan bagaimana Alinka benar-benar pergi, Sean segera mengejar pijakan kakinya yang berat lalu mendekap tubuh Alinka dengan erat dari belakang.
"Bagaimana kau bisa mengatakan itu?" bisik Sean lirih, tepat pada sudut wajah Alinka yang gemang
"Aku hanya_"
"Jika tidak denganmu aku tidak akan menikahi siapapun" tegas Sean membungkam sunyi.
Memberi jeda untuk situasi mereka, perlahan Alinka melepaskan dekapan Sean dan kini balik menatap dengan cara yang paling dalam,
"Tapi,"
"Ayahmu_"
"Aku bisa melakukan apapun untukmu,"
"Termasuk menentang ayah bahkan dunia sekalipun" jelas Sean, kembali membungkam ketakutan yang terpancar jelas dari mata Alinka.
"Apakah tujuh tahun, belum cukup memutus hubungan itu?" balas Alinka acuh, berusaha menyudahi ingatan masa lalunya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kenapa kau berubah?"
"7 tahun aku mencarimu"
"Dan kini_"
"Apa ini ada hubungannya dengan ayahku?" terang Sean memelas, seraya menebak-nebak isi kepala Alinka.
"CUKUP"
"Tidak bisakah kita kembali seperti dulu?"
"Aku bisa melakukan apapun asal kau_"
"Aku bilang CUKUP" tegas Alinka, tidak ingin terlalu jauh mendengarkan Sean
"Aku tidak mencintaimu lagi"
"Itu saja"
"Tidak mungkin" Sean menggertakkan gigi putih ratanya, Bibir atas Sean berangsur-angsur melengkung membentuk senyum dingin,
"Atau jangan-jangan_"
"Sedari awal, kau memang hanya menipuku?" kegetiran yang sedari awal Sean sembunyikan, perlahan mencuat. Mendapati kesempatan terakhir yang ia berikan untuk Alinka jujur padanya ia tolak dengan enggan.
"Kenapa kau menipuku?"
"Apa?" balas Alinka tidak mengerti,
Sean menelengkan kepala, dan kini memperhatikan Alinka lekat-lekat
"Berhenti berpura-pura"
"Aku tau semuanya sekarang"
"Sebelumnya aku tidak percaya, namun sepertinya itu benar" tambah Sean sinis
Alinka melongo tidak mengerti, "Apa?"
"Kau keluarga SANJAYA"
"Kau sengaja mendekatiku, membuatku jatuh cinta lalu membuangku begitu saja" terang Sean lewat suara yang kian bergetar.
"Bagaimana denganmu?"
"Kau keluarga WINATA"
"Keluarga pembunuh" balas Alinka dingin, seraya mengepalkan tangannya erat, berusaha menutupi kerapuhan sendiri. Menyaksikan bagaimana Sean yang terus saja menatapnya dengan kasar.
"Kita harus bicara" Sean berkeras, seraya melangkah pasti dan kini mencengkram lengan Alinka kuat. Mata keemasannya berkilat-kilat, sangat jauh berbeda dari raut sebelumnya.
"Tidak ada gunanya lagi"
"Semuanya sudah berubah" tepis Alinka kasar,
"Kenapa kau meninggalkanku?"
"Kenapa kau menipuku?"
"Oh, aku tau,"
"Selama ini kau hanya memanfaatkanku bukan?"
"Untuk menghancurkan keluargaku?" tebak Sean mengambil posisi menantang, bersama tatapan yang intens mengunci pandangan Alinka.
Alinka mengepalkan tangannya yang kian bergetar, seraya mengangkat sudut-sudut wajahnya dengan tegar,
"Kau benar"
"Aku menipumu, aku pura-pura mencintaimu untuk menjatuhkan keluargamu"
Bersama cengkraman yang melemah, Sean tersenyum samar lalu menatap wajah Alinka lekat-lekat "Tio Ari Sanjaya, memang layak mati"
Kata yang baru saja Sean layangkan membuat Alinka terperanjat kaget. Membuatnya berguncang mundur, bersama jari-jari yang semakin bergetar kuat setelah melayangkan tamparan telak yang menyasar kesombongan pria dihadapannya.
"K-kau" Sean terpaku sesaat, Alis hitamnya terangkat diatas mata keemasannya yang ikut menajam,
"Salahku memilih berurusan dengan iblis sepertimu" Alinka berujar lirih, bersama mata sembab nan berkaca. Katub kata yang bergetar samar, kaki yang bergetar lemas, Alinka halau dengan tegas. Meninggalkan keluarga bajingan yang telah membunuh ayahnya dengan tega.
***
Yok kenalan lebih jauh sama author ☻
Ig :ayu_tenry
Tik tok :ayu_tenry