Beberapa jam menerobos undakan jalan yang panjang, Alinka dan Arka akhirnya sampai pada sebuah resort yang letaknya hampir-hampir menyatu bersama pantai, dengan gaya modern khas timur tengah.
Kubah-kubah yang menjulang, berdiri memukau sebab pilar yang kokoh, ditambah dengan kolam renang tiga susun lengkap dengan air mancur memanjakan tiap pasang mata yang ikut memadati resort.
Malam ini adalah acara peresmian resort yang dibangun atas nama Winata Constraction. Meski mengaitkan musuh bebuyutannya, mereka kini telah menjadi koalisi atau bahkan sekutu untuk pembangunan proyek berikutnya. Sehingga mengharuskan Alinka menampakkan wajahnya meski hanya sekali sebagai bentuk dimulainya kerja sama yang baik.
Bersiap memasuki resort, Arka mengernyit menyaksikan Alinka yang berdiri kokoh disampingnya. Berbalut gaun sutra berwarna navy yang bertabur bunga rose berwarna merah darah mencapai lantai. Rambut yang disingkap, tergerai lembut dengan gelombang kecoklatan menampilkan sisi feminim dari sosok Alinka yang biasanya terkesan bar-bar dan tidak tau dandan
"Kau tampak seperti wanita sekarang"
"Jadi selama ini kau menganggapku apa?" balas Alinka acuh, seraya memperbaiki tepi gaun miliknya.
"Hem, entahlah"
"Dasar konyol" pekik Alinka seraya menggandeng lengan Arka dengan lugas, lalu bersama-sama memijaki tangga marmer berkarpet merah dengan rombongan paparazzi pada tepinya.
Baru beberapa langkah berlalu, sebuah mobil hitam sport ikut hadir ditengah pesta. Menampilkan sosok Sean, yang keluar dari mobil, namun tidak sendiri.
Dari sisi mobil yang lain, melenggak seorang wanita dengan rambut coklat tertata, lewat sanggul anggun yang menampilkan sudut-sudut bahunya yang mengkilat-kilat diterpa sorot lampu. Dress berwarna hitam ketat, pun membalut tubuh rampingnya yang berhasil mempertegas tiap lekuk tubuhnya.
Berjalan dengan anggun, Jessi menghampiri Sean dan merangkul tangan pria itu dengan hati-hati.
Sean segera menoleh, memergoki Alinka yang terus menatapnya dalam. beberapa detik mereka melakukan kontak mata dengan intens, hingga akhirnya Alinka memilih untuk berpaling dan hanya beranjak pergi bersama Arka yang berada disampingnya.
"Dia_" samar Arka mengetahui sosok yang Alinka sorot sebelumnya adalah Sean.
Menyaksikan Alinka yang kian teralih bersama tangan yang bergetar samar, dengan lembut Arka melepaskan gandengan tangan Alinka dan menggantinya dengan genggaman hangat yang menguatkan.
Kembali menyaksikan Alinka, membuat pertahanan Sean kian ciut. Ingin rasanya melayangkan ego dan hanya segera berlari memeluk wanita itu dan menumpahkan setiap sendu, setiap kerinduan, yang tersimpan selama 7 tahun terakhir.
Namun itu tidak terjadi, Sean segera menepis jauh-jauh fikirannya sendiri mengingat bagaimana wanita itu mengianatinya.
"Jangan pernah mengharapkan apapun dariku," gumam Sean, saat mereka kini bukan lagi menjadi pusat perhatian.
"Kau_"
"Masih saja" balas Jessi muram, mengingat setiap pengorbanan dan usaha yang telah ia lancarkan demi memenangkan hati Sean dan hasilnya masih tetap sama.
"Ya,"
"Dan selamanya akan tetap begitu" tegas Sean
"Tidakkah kau sadar?"
"Wanita itu meninggalkanmu"
"Mencampakanmu" ujar Jessi profokatif,
"Bukan urusanmu" balas Sean datar, tanpa teralih sedikitpun.
Dada Jessi seketika rusuh, berkobar meletup-letup kasar, namun meski kesal, Jessi wanita modis dan professional. Tidak ia biarkan secarik raut kesal lolos dari rautnya yang berusaha tetap tenang. Lalu dengan anggun, meninggalkan Sean seorang diri.
Jessi menatap bayangan dirinya sendiri pada cermin toilet, lalu tersenyum getir memikirkan setiap perlakuan Sean terhadapnya.
Lama terpaut, sebuah bayangan ikut hadir disampingnya. Perawakannya modis berbalut gaun mewah dengan rambut kecoklatan yang menawan menampilkan sudut-sudut wajahnya yang tegas.
"Alinka_" sapa Jessi, lewat nada yang mengaung lembut tepat pada sudut indra wanita yang kini tepat disampingnya.
"Yah"
"Kau masih berhubungan dengan Sean?" tanya sesosok wanita berambut pirang tertata, lengkap dengan balutan mewah yang melekat pada tiap lekuknya.
"Tidak"
"Sean masih menyukaimu"
Mata Alinka terbebelek sepanjang perkataan Jessi, lalu berujar ringan berusaha menahan emosi "Itu bukan urusanku"
"Kalau begitu,"
"Bisakah kau merelakan dia untukku?"
"Aku sangat mencintainya, meskipun dia tidak pernah peduli padaku"
Selama sepersekian detik, Alinka tidak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengarkan. Bagaimana wanita yang baru ditemuinya, dengan gamblang meminta hal itu.
Jessi menurunkan pundak, seraya memelas, "Kumohon,"
Alinka menghela nafas dalam, "Biar kuperjelas,"
"Kami tidak lagi memiliki hubungan"
"Dan aku tidak peduli, apapun tentangnya bahkan tentangmu"
"Senang mendengar hal itu,"
Melihat bagaimana wanita itu memperlakukannya dengan cara yang tidak biasa, Alinka mengeraskan rautnya berniat menyudahi jejak temu canggung di antara mereka
"Weel, kau sudah mengatakan keinginanmu"
"And I have to go" ujar Alinka pelan, namun penuh penekanan,
"Kuharap aku tidak menyakiti perasaanmu" tambah Jessi saat beralih untuk membasuh tangannya, lewat pancuran air dari mulut keran.
"Sure"
"Mr. Sean_" ujar seorang pria yang ingin menjabat tangan.
Sambil tetap mencari-cari Alinka, bersama kepala yang enggan untuk mengikuti tubuhnya sendiri. Dengan malas Sean meladeni pria sebelumnya
"Bangunan yang luar biasa"
"Terimakasih" singkat Sean, berusaha menghilangkan citra angkuhnya.
Beberapa kali Sean mencoba memutar bahu dan kembali mancari Alinka, namun tiap sudut-sudut ruang tak lagi menampilkan sosoknya
"Sial"
"Kemana dia pergi?" gerutu Sean kesal.
"Jessi belum kembali?" tebak Devan yang sedari tadi memperhatikan gelagat Sean yang jelas sekali sedang mencari seseorang
" Bukan itu,"
"Aku hanya akan keluar dan mencari udara segar"
"Tentu, aku akan mengurus sisanya disini" tambah Devan, tau betul isi kepala seorang Sean.
Meninggalakan hiruk-piruk pesta, Sean keluar melewati pintu utama berjalan menuju teras.
Tembok-tembok yang menjulang, pepohonan yang rindang, serta berbagai jenis bugenfil ikut mempermanis tampilan resort mewah yang berhasil berdiri diatas nama Winata Constraction. Satu lagi bukti pencapaian yang berhasil Sean torehkan dalam mengalahkan pesaingnya.
Dari teras utama, Sean lalu menuruni anak tangga, melewati kolam renang, menuju lantai kaca transparan bersama kayu-kayu penopang yang langsung mengarah pada bibir pantai.
Cahaya rembulan yang berkilau, menyatu bersama air laut yang tenang tak gemang akan hadirnya Sean yang ikut menyatu.
Lambat-lambat mengerdarkan pandangan, menyisir sudut-sudut pantai dan tanpa sengaja, Sean menemukan sosok yang sedari tadi mengusiknya, berdiri dengan khyusyuk mengamati kicauan ombak.
Ragu-ragu Sean menapak, otaknya menegaskan untuk tidak berurusan lagi dengan wanita itu. Namun insting atau justru hatinya enggan untuk mengerti.
Masih ada sisa rasa yang mengganjal disana, yang tidak mungkin untuk ia abaikan.
Tinggal beberapa langkah menuju wanita itu, seorang pria bertubuh jangkung tiba-tiba hadir dan menghalagi langkahnya,
"Kau_"
"Masih menyukai Alinka?" tanya Arka blak-blakan, menyaksikan Sean yang terus saja mengamati Alinka, lewat sorotnya yang tidak biasa
"Haruskah aku menjawab pertanyaan itu?" balas Sean, lewat kata yang terkesan menantang.
"Sepertinya aku benar,"
"Kau masih menyukainya"
"Bukan urusanmu" tegas Sean, seraya melayangkan tanya yang sejak awal terus saja mengganggunya
"Lantas bagaimana denganmu?"
"Kenapa kau selalu berada diantara kami?"
"Kenapa kau_"
"Karena aku menyukainya" potong Arka, lewat nada yang dipertegas.
"Aku menyukai Alinka"
"Dulu, sekarang atau bahkan nanti"
"Alasan itu, cukup bukan?" terang Arka, yang membuat Sean bungkam seketika dan hanya bisa meringai dengan kesal diantara pijakan kakinya yang lalu.
"Kau sedang apa?" ujar Arka menyudahi lamunan yang tengah Alinka bangun ditengah-tengah bisunya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" bukannya menjawab, Alinka justru menanggapi Arka lewat pertanyaan yang jauh lebih rumit.
"Mau bagimana lagi?"
"Hadapi atau kembali melarikan diri"
"Aku tidak akan lari lagi" tegas Alinka
"Yah kau benar,"
"Melelahkan untuk terus lari dari masalah"
"Kali ini kau harus menghadapinya, dan aku akan selalu melindungimu apapun yang terjadi"
"Kau?" samar Alinka bersama dahi yang dikernyitkan utuh, merasa heran akan sikap Arka yang lagi-lagi absurd namun terdengar tulus.
"Tidakkan ucapanku sebelumnya terdengar hebat?"
"Wah bagaimana pria keren dan kaya sepertiku melakukannya?"
"Aku benar-benar bangga pada diriku sendiri"
Seketika Alinka tercengang, seraya menyikut perut Arka geram.
Menyadari arah ucapan Arka yang memang selalu mencerminkan dirinya sendiri, konyol. "Berhentilah mengatakan hal-hal bodoh"
"Ahhgghhh_"
"Wait wait_"
"Ada apa?" tanya Alinka bingung menyaksikan Arka yang tiba-tiba meringis kesakitan sambil memegangi perutnya yang rata,
"Perutku keram"
"Are you seriously?" tanya Alinka lagi, seolah tidak percaya
"Perutku benar-benar keram oke,"
"Dan kau adalah tersangka utama disini" balas Arka pelan namun penuh sungguh-sungguh. Membuat Alinka kian dipenuhi rasa bersalah
"Kemarilah aku akan menggendongmu" tanpa banyak berfikir lagi, Alinka berniat membopong tubuh Arka bersamanya,
"Kau benar-benar konyol"
"Bagaimana mungkin gadis kecil sepertimu bisa membawa pria besar sepertiku"
"Kau menipuku_" Alinka memicingkan mata, menyaksikan gelagat Arka yang sembuh seketika.
"Tentu tidak_"
"Aku baru saja sembuh"
"That's good news righ?"
"Dasar konyol"