Kejamnya kenyataan
Tanpa sepengetahuan Ahmad ternyata Siska mengikitinya dan tepat saat Ahmad hendak melangkahkan kakinya keluar dari halaman mesjid, Siska mempercepat jalannya dan memanggil Ahmad.
"Kak, kak Ahmad tunggu." Teriak Siska sambil sedikit berlari turun dari teras menuju ke arah Ahmad. Ahmad menoleh, kemudian dia menghentikan langkahnya.
"Ada apa sih cewek ini manggil-mnaggil pake lari-lari segala pula." Gumam Ahmad dalam hatinya.
"Ada apa Kak Siska?" Tanya Ahmad saat Siska sudah ada di hadapannya.
Siska menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada orang lain yang menyaksikan keduanya. Siska sedikit mendekat, membuat Ahmad merasakan detak jantung yang tiba-tiba tak beraturan. Setelah dirasa aman lalu Siska mengucapkan sesuatu dengan sangat pelan.
"Hmm...maafin temanku Doni yah, dia memang agak rese, semoga kamu gak marah sama kami dan semoga kamu gak kapok untuk membantu kegiatan kami selama di sini." Bisik Siska pada Ahmad.
Meskipun pelan tapi Ahmad tetap mendengarnya, meskipun Ahmad merasa canggung dan kikuk karena posisi mereka yang begitu dekat. Ahmad berusaha supaya dia tetap menguasai diri dan memberikan seulas senyuman yang ramah pada Siska.
"Santai aja kali kak, aku gak apa-apa kok, lagian aku pergi karena memang aku sudah gak ada urusan lagi. Emangnya aku mau ngapain coba pake ikut-ikutan rapat segala. Pokoknya santai aja, aku akan selalu siap jika memang kalian membutuhkan bantuanku." Jawab Ahmad dengan tulus.
"Syukurlah kalau begitu," Ungkap Siska. Merasa lebih lega.
"Udah kan, sekarang aku boleh pergi kak atau masih ada yang ingin di sampaikan?" Tanya Ahmad saat Siska masih terdiam di hadapannya.
Tanpa menunggu persetujuan dari Siska, Ahmad pun membalikan badannya dan mulai bersiap-siap untuk melangkahkan kakinya, namun langkahnya terhenti saat Siska mengatakan sesuatu.
"Tunggu kak." Ungkap Siska
Otomatis langkah Ahmad Pun terhenti, dia menengok ke arah Siska dengan tatapan heran,
"Ada apa lagi kak, apa ada yang bisa aku bantu? Tanya Ahmad kembali berbalik ke arah Siska
Siska malah menggelengkan kepalanya, tiba-tiba saja dia menjadi kehilangan kata-kata dan kebingungan untuk menjelaskan apa yang ada dipikirannya.
"Bukan, bukan itu." Jawabnya singkat.
"Lalu?" Tanya Ahmad lagi. Menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Siska kembali terdiam sesaat lalu dia untuk yang kedukalinya mendekatkan wajahnya tepat ke telinga Ahmad, dan dia pun berbisik pelan dan terbata pada Ahmad.
"A...aku suka sama kak Ahmad." Ungkap Siska sangat pelan, tubuhnya gemetar karena grogi.
Seketika mukanya memerah, dia menundukan kepalanya. Sesaaat setelahnya Siska langsung membalikan badannya dan tanpa ba bi bu lagi dia pergi meninggalkan Ahmad begitu saja. Ahmad merasa heran antara percaya atau tidak dengan apa yang baru saja didengarnya. Mematung seketika, tercenung menyaksikan kepergian Siska dari hadapannya.
"Suka, hallah hallah ada ada aja deh kak Siska itu. Suka ngaco tuh orang, mimpi kok di siang bolong sih." Gumam Ahmad menganggapnya dia salah dengar. Meskipun hatinya masih mempertanyakan ucapan Siska itu.
"Apa mungkin orang secantik dan punya pendidikan seperti dirinya suka sama aku yang hanya lelaki kampung yang tidak berpendidikan tinggi seperti dirinya?" Gumam Ahmad dalam hatinya.
Namun semuanya dienyahkan oleh pikirannya,
"Sudahlah Ahmad jangan terlalu berharap, ingat siapa dirimu itu." Gumamnya pelan sambil melangkahkan kaki dan meninggalkan halaman mesjid.
Dalam perjalanan menuju rumahnya mau tidak mau Ahmad tetap memikirkan kata-kata terakhir yang diungkapkan Siska saat di halaman Mesjid. Meskipun berusaha untuk dienyahaknnya tapi tetap saja hal itu mengganggu pikirannya dan terus menari-nari di otaknya.
Di sisi lain sebagai lelaki normal memang Ahmad pun mengakui bahwa Siska itu menarik. Namun di sisi lain dia juga ingat pesan ibunya yang selalu terngiang ditelinganya.
"Ah sudahlah Ahmad benar kata ibumu, jangan mimpi kamu mendapatkan gadis kota apalagi gadis cantik juga berpendidikan seperti Siska, paling juga dia bercanda ngomong itu." Gumamnya sambil berjalan.
Ahmad pun buru-buru melangkahkan kakinya, karena dia ingin segera sampai ke rumahnya. Dalam hitungan menit akhirnya dia pun sampai di depan rumahnya. Ahmad mengucap salam sebelum masuk rumah dan tanpa menunggu jawaban dari dalam, dia langsung masuk karena kebetulan dia membawa kunci rumah sendiri.
Ahmad langsung menuju kamarnya dan membaringkan tubuhnya di atas kasur, dia merasa badannya perlu untuk istirahat sehingga dia mencoba untuk memejamkan matanya.
"Pak...pak...ini sudah sampai pelabuhan, bapak hendak kemana?" Tanya seseorang kernet bus yang membangunkan Ahmad di busnya.
Ternyata saat Ahmad membayangkan masalalunya dia ketiduran dalam bus sehingga masa lalunya terasa begitu nyata masuk ke dalam alam mimpinya.
Setelah Ahmad menjawab pertanyaan dari kernetnya, dia langsung turun dan menuju pelabuhan. Ini adalah kali pertamanya dia akan menaiki kapal laut, dulu saat ke jakarta menemui Siska dia dibelikan tiket pesawat oleh Siska.sehingga dia tidak bisa menolak karena sudah dibelikan.
*
Selama dua hari dua malam Ahmad berada di dalam kapal, terombang ambing ombak di lautan luas, semua itu dia lalui demi berjumpa dengan pujaan hatinya dan buah hatinya.
Sesekali dia menikmati lautan dari kapal, berdiri dipelataran kapal bersama orang-orang yang mencintai keindahan ciptaan_Nya yang maha sempurna, lautan yang terhampar seluas mata memandang, birunya air laut yang menjukan serta debur ombak yang sesekali membuatnya bergidig ngeri.
"Maha besar Allah dengan KuasaNya, begitu indah alam cipataanMu ini, begitu sempurna dan mendamaikan jiwa yang kering." Gumam Ahmad berbisik pada debur ombak.
*
Setelah sampai di Ibu kota Ahmad mulai sibuk mencari-cari kendaraan yang tepat untuk menuju ke rumah Siska. Lelahnya perjalanan hilang dan berubah dengan Wajahnya berbinar membayangkan wajah anak dan istrinya.
"Pasti kamu terkejut aku datang Sis, datang untuk membawamu kembali padaku. Aku tak sabar jadinya ingin segera berjumpa denganmu dan juga anak kita, " Gumam Ahmad dalam hati.
*
Empat jam kemudian Ahmad sudah ada di depan rumah Siska, seharusnya tiga jam cukup untuk ditempuhnya. Namun meksipun dia cerdas dan mampu mengingat banyak hal tapi karena lama dia tidak mengunjungi kota, dan ditambah dengan perubahan yang terus terjadi, seperti gedung-gedung yang semakin marak membuatnya linglung sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama daribiasanya untuk dia bisa sampai ke rumah Siska.
Beberapa kali dia tersesat karena menaiki mobil yang salah, dan terkadang salah jalur karena memiliki kemiripan. Peluhpun tidak bisa ia hindari, mengucur didahinya dan dibiarkan begitu saja. Wajahnya memerah terkena sengat matahari di ibu kota.
Setelah memutar keberbagai sisi dengan semua dramanya, akhirnya Ahmad berhasil menemukan jalan yang benar menuju rumah Siska.
Dipencetnya bel berkali-kali olehnya, namun tak kunjung ada orang yang membukakan pintu. Ahmad melihat di halaman rumah terparkir beberapa mobil, sehingga dia berpikir dirumah Siska sedang ada acara dan sibuk karena kedatangan tamu sehingga penghuninya abai dengan bel yang beberapa kali dipencetnya.
"Tumben satpamnya gak nongol, biasanya setiap ada tamu selalu di sapa oleh satpam rumah ini." Gumam Ahmad didepan pagar rumah Siska.
Baru saja Ahmad mau mencari mushola untuk beristirahat, eh satpamnya memperlihatkan diri. Ahmad pun tidak melewatkan kesemoatan itu, dia segera bertanya pada satpam itu.
"Siang pak, apa non Siska sedang ada di rumah?" Tanya Ahmad
"Tentu saja ada, hari ini kan acara perjodohan non Siska, gak mungkin kalau dia tidak ada." Jawab satpam itu sambil sedikit mengulas senyuman.
Mendadak seakan tersengat aliran listrik, wajah penuh dengan peluh itu semakin memudar menghilangkan ketampanannya saat mendengar penjelasan dari satpam itu, dia berharap salah mendengar, lalu dia pun mencoba bertanya sekali lagi.
"Pak ini benar kan rumahnya Siska Kamalia anaknya pak Firman dan Ibu Sekar kan?" Tanya Ahmad untuk meyakinkan dirinya.
"Iya pak benar." Jawab Satpam itu.
"Tapi kan Non Siska itu sudah menikah, kenapa dijodohkan?" Protes Ahmad tidak terima begitu saja.
"Maaf bapak ini siapa? Kalau soal itu saya kurang tahu pak, bukan wewenang saya untuk menjawab" Jawab Satpamnya.
Mendengar hal itu Ahmad semakin tidak mengerti, dengan apa yang sebenarnya terjadi di dalam, Ahmad berusaha untuk meminta izin dengan sopan untuk masuk ke dalam pada satpam dan menjelaskan siapa dirinya.
"Pak boleh bukakan saya pintunya, saya harus bertemu dengan non Siska, perkenalkan saya adalah suaminya dan non Siska itu adalah istriku pak, tolong bukakan pintunya." Pinta Ahmad.
Mendengar itu satpamnya terlihat bingung dan tidak percaya, dia memandangi Ahmad dari mulai ujung kaki hingga ujung rambut berkali-kali.
Seakan dia tidak percaya kalau lelaki dihadapannya adalah suami dari nyonya mudanya yang terpandang, sementara lelaki dihadapnnya adalah lelaki kampung dengan baju yang kumal karena lamanya perjalanan.
Meskipun satpam itu mengakui wajahnya Ahmad memang ganteng tapi dia tetap tidak bisa begitu saja membukakan pintu pagar untuk orang yang yang asing baginya. sekali lagi dengan tatapan penuh tanda tanya, satpam.itu mendekat ke arah Ahmad.
"Maaf anada jangan sembarnagan mengaku-ngaku suami non Siska, atau mungkin anda salah rumah kali pak." Ujar satpam itu
"Apa perlu saya buktikan kalai saya adalah suaminya, tunggu, tunggu sebentar akan saya buktikan jika anda meragukan saya." Jawab Ahamad.
Ahmad melepaskan Ransel dari gendongannya, tangannya sibuk memeriksa ke dalam.isi tas seakan sedang mencari sesuatu. cukup lama dia mengobrak ngabrik tasnya, namun sayangnya apa yang dicarinya tidak ada.
" Ah kok bisa aku tidak membawa surat nikahnya, hmm...kalau tahu begini akan aku persiapkan sebelumnya dan aku simpan dengan rapi di tas ini." Gumam Ahmad merutuki dirinya sendiri
Ahmad terlupa bahwa buku nikahnya masih tergeletak dengan rapi di dalam lemari, padahal satu hari sebelum keberangkatannya dia sudah berniat untuk membawanya. dna menyimpannya dalam Ransel, namun karena terlanjur bahagia akhirnya surat nikah itu justru malah terlupakan.
Satpam dihadapannya setia menunggu, keningnya mengkerut
"apa, apa yang ingin kamu buktikan, sudahlah jangan ngarang anda itu." Ungkap Satpam itu dengan nada mengejek.
Ahmad merapikan kembali Ranselnya, dan menaikannya lagi ke pundaknya,
"ah bapak ini gimana sih, sudahlah pokoknya aku ini adalah suami dari non Risti. titik. makanya tolong bukakan pagarnya untukku." Pinta Ahmad dengan memberikan senyuman pada satpam itu
"maaf saya tidak bisa." Jawab satpam itu singkat