"Mana Doni?" Tanya ayah Siska dengan tegas, dia tidak berselera membalas candaan Roki
Firman merasa khawatir kalau acara yang sudah dirancang jauh-jauh hari akan berantakan begitu saja. Firman memegang kepalanya dan sesekali bernafas dengan kasar.
"Malah bercanda, om serius ini, mana Doni teman kalian itu?" Firman memperjelas pertnayaannya.
"maaf Om, Doni lagi di Toilet dia sakit perut, gegara minum jus cabe tadi." Jawab Roki sambil menunjuk ke arah gelas yang masih tergeletak di meja dan masih ada setengah isinya yaitu minuman bercampur cabe.
Ayah Siska melirik gelas yang yang ditunjuk Roki, lalu mengambilnya dan diamatinya.
"lah apa maksudnya ini, bagaimana bisa si Doni minum jus cabe, lagian tidak mungkin juga kami menyediakan minuman aneh semacam ini." Ungkap ayahnya Siska sembari mengambil gelas itu dan mencoba mengamatinya.
Ahmad di bawah kolong meja tentu saja mendengar dengan jelas percakapan mereka, antara takut ketahuan dan menahan tawa pun bersatu membuat Ahmad membekap mulut dengan tangan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Tapi tanpa dia sadari saat dia membekap mulutnya, kain penutup mejanya ikut terampit oleh tangannya dan kolong mejanya sedikit tersingkap hingga kakinya yang berselonjor dengan jelas terlihat dari luar kolong.
*
Siska masih di kamar sambil memeluk anaknya, dia terisak karena tidak menginginkan perjodohan itu, meskipun Doni termasuk coperboy sewaktu di kampus, tapi sama sekali Siska tidak pernah tertarik padanya, apalagi bermimpi untuk menjadi istrinya, itu sama sekali tidak ada dalam benak Siska.
Bukan hanya karena tidak tertarik padanya akan tetapi dia sadar diri walau bagaimana pun posisi Siska masih bersetatus istri sah dari Ahmad dan dia pun masih mengharapkan kehadiran Ahmad dalam hidupnya.
"maafkan ibu nak, karena keegoisan ibu kamu jadi terpisah dengan ayahmu, andai saja ibu bisa bertahan di sana dan tidak memiloh untuk pergi, tentu sekarang kamu bisa melihat dna digendong ayahmu nak" Gumam Siska menyesali tindakannya sembari memeluk dan menciumi anaknya.
Sesaat kemudian ketika Siska masih memeluk hangat anaknya, terdengar pintu di ketuk berkali-kali.
"Sis, Siska sayang buka pintunya nak, kenapa kamu masih di kamar, kasian loh tamu undangan sudah pada menunggumu lama" Ungkap ibunya Siska berusaha tetap lembut meskipun sedikit kesal dengan ulah putrinya itu.
Siska melirik ke arah pintu, dia tetap pada posisinya tidak bergeser sejengkalpun untuk mendekati pintu.
" tidak bu, maafkan Siska, aku tidak akan keluar kecuali kalau ada bang Ahmad yang menjemput Siska" Teriak Siska sambil sesekali terdengar isak tangisnya ke luar kamar.
Antara kasian dan geram dirasakan oleh Sri.
"kan sudah ibu bilang nak, Ahmad tidak akan pernah kembali, sudahlah terima saja kenyataannya, lagian apa istimewanya sih lelaki kampung seperti dia." Balas ibunya sambil terus mengetuk-ngetuk pintu kamar Siska
Mendengar itu, Siska memilih diam, tidak ada gunanya membalas kata-kata ibunya itu, dia terus memeluk anaknya, bulir-bulir rindu pun terus merembes membasahi pipi mulusnya yang kian merona.
"Ibu tega sekali berkata seperti itu, kenapa ibu jadi berubah, bukannya dulu ibu merestui pernikahanku dnegan Ahmad. Lalu kenapa semuanya kini malah berubah, Ibu malah memaksaku untuk mengikuti keinginan ayah supaya aku mau menikah dengan si Doni?" Siska membatin, menyayangkan perubahan ibunya.
Di luar kamar, Ibunya Risti berpikir keras untuk membujuk putrinya supaya mau bertunangan dengan Doni, tidak mungkin acara dibatalkan begitu saja, sementara tamu undangan sudah memenuhi ruangan rumahnya. Sri kembali membujuk Siska untuk membukakan pintu dan mau bertuangan dengan Doni.
"nak ayolah sayang buka pintunya, ibu mohon lakukan ini demi ibu, apa kamu mau mempermalukan keluarga kita dihadapan banyak tamu undangan karena membatalkan acara begitu saja?" ungkap ibunya dengan nada memelas
Mendengar itu Siska pun merasa kasian pada ibunya, akan tetapi dia tidak bisa membohongi nuraninya.
"tentu aku tidak akan tega mempermalukan ibu bu, tapi bukan begini caranya bu, bukankah aku sudah bekali-kali menolak perjodohan ini, tapi kenapa ayah dan ibu tetap memaksakannya padahal ibu dan ayah tahu dengan pasti kalau aku masih istrinya bang Ahmad" Jawab Siska dengan isak yang belum berhenti.
"baiklah ibu mengaku salah, tapi tolong setidaknya kali ini kamu ikuti saja dulu pertunangan ini, setidaknya demi menyelamatkan nama baik keluarga kita. Selebihnya terserah kamu, ibu tidak akan memaksa lagi." Ungkap ibunya mencoba meyakinkan purtinya
Siska terdiam mencoba mempertimbangkan kata-kata ibunya barusan.
"nak kenapa tidak menjawab, ayo keluarlah dari kamarmu." Ungkap ibunya sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarnya.
Akhirnya setelah beberapa saat ibunya menunggu, Siska pun membuka pintu kamarnya dan membiarkan ibunya masuk.
"baik bu demi keluarga kita, tapi janji setelah pertunangan ini keputusan ada ditangan Siska, dan Siska berhak untuk membatalkannya kapan pun!" Ungkap Siska tegas sambil tetap memeluk anaknya.
Sri mendekat, mengusap rambut Siska,
"iya nak, ya sudah rapikan dulu riasanmu, masa berantakan kaya gini." Ungkap ibunya sambil mengambil alih cucunya ke pangkuannya.
Tanpa senyuman, dia memberikan anaknya ke pangkuan ibunya
" Baik bu, aku titip dulu anakku bu."
Siska pun manut atas kemauan ibunya dan segera merapikan riasan wajahnya. Ditatapnya sosok bayangan didepannya, dia merapikan rambutnya, bajunya dan juga make-up nya
"ini aku lakukan demi menyelamatkan nama baik keluarga kita bu, tapi bukan berarti aku menerimanya. setelah pertunangan ini selsai jelas aku tidak akan melanjutkannya ke jenjang yang lebih jauh apalagi sampai menikah, itu tidak akan pernah." Siska membatin.
Ibunya memperhatikannya dari kejauhan sambil menimang-nimang Adnan cucunya.
"sayang kenapa malah bengong didepan cermin, ayo segera sayang." Ungkap Ibunya sambil menimang cucunya.
Perasaan khawatir sempat mengganggu pikirannya, Sri khawatir kalau anaknya akan berubah pikiran. Sehingga Sri segera kembali membujuk Siska untuk melanjutkan merapikan make upnya dengan lembut.
"Sayang, ibu faham apa yang kamu rasakan, maafkan ibu jika terlalu egois, mungkin ibu memang gegabah dengan mengambil keputusan ini. Tapi bagaimana lagi sayang ini sudah terlanjur jadi ayolah demi ibu, demi nama baik keluarga kita." Pinta Sri
Siska mebalikan badannya pada ibunya yang sudah berada dibelakangnya. Siska memeluk ibunya.
"Ibu janji yah, hanya tunangan saja dan setelah pertunangan ini ibu tidak akan memaksaku lagi." Ungkap Siska, tangannya denagn erat memegang bahu Sri.
Sri berusaha untuk melepaskan pelukan anakya,
"Aduh sayang, ini ada Adnan di tengah, dia gak bisa nafas kalau kamu peluk ibu dengan seerat ini." Ungkap Sri.
Siska pun segera melepaskan pelukannya,
"Maaf bu, aku hanya berharap ibu bisa mengerti maksudku bu, itu saja." Ungkap Siska.
Sri mengusap rambut Siska,
"Iya sayang, sudah ibu bilang ibu akan mencoba untuk mengerti, tapi plis sekali ini saja." Pinta Sri.
Siska menganggukan kepalanya dengan berat, lantas dia kembali menatap bayangan dirinya di cermin, mulai memoles apa yang harus dia poles.
bersambung, semoga sukaa, jangan lupa masukan ke rakmu yah dan kasih ulasan juga yah, terimaaksih