Jantung Nopa rasanya berdegub cukup kencang dari biasanya, terkejut ketika mendengar suara Tio dari nomor April. Bertanya-tanya apakah pria itu sudah tahu apa yang telah Nopa katakan pada gadisnya itu? Sudah pasti iya, jika tidak. Tio mungkin tidak akan menghubunginya sekarang ini menggunakan nomor April. Nopa memijit dahinya sendiri, pria itu sudah pasti tahu.
"Ngomong apa sama April?!" Tanya Tio, nada suara pria itu terdengar tegas dan itu tandanya pria itu sedang marah. Nopa paham betul bagaimana sifat Tio meski hanya hitungan bulan ia berhubungan dengan pria itu.
"Cuman kenalan aja." Sahut Nopa dengan singkat.
Beruntung Tio hanya menghubunginya lewat telepon, jika langsung bertemu dengan pria itu. Nopa tidak tahu harus berbuat apa lagi karena Tio selalu paham jika wanitanya sedang berbohong atau tidak.
"Terus?"
"Terus? Ya udah gitu aja.
"Jangan bohong!" Bentak Tio, Nopa lalu terdiam. Merutuk dirinya sendiri mengapa April bisa sepolos itu membeberkan semua hal yang Nopa ceritakan kepada Tio.
"Hmm, aku cuman cerita sedikit. Itu juga karena dia yang nanya." Jawab Nopa beralasan, sebenarnya pada awalnya Nopa sendiri senang jika April mengetahui kebusukan Tio dan bisa segera putus dengan Tio. Tapi sepertinya pria itu sudah memiliki pengaruh yang kuat terhadap April, dan April adalah gadis yang terlalu bodoh untuk pria dewasa seperti Tio.
"Kamu bisa nggak, nggak ikut campur hubungan orang lain? Kamu sendiri sudah punya pacar, 'kan?" Cecar Tio.
"I-iya." Cicit Nopa.
"Terus kenapa?!" Suara Tio semakin besar, ia yakin jika Nita ada di kamarnya saat ini. Gadis itu pasti bisa mendengar bentakan-bentakannya.
Nopa menarik nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan. Rasa sakit hati kepada Tio itu masih ada, dan jujur saja dirinya tidak ingin hal itu terulang apalagi kepada gadis yang tidak tahu apa-apa seperti April.
"Aku cuman nggak mau April jadi korban selanjutnya! Aku nggak mau April berakhir kaya aku!" Nopa mencerca balik.
Tio yang mendengarnya rasanya ingin tertawa, Nopa ternyata belum bisa move on dari dirinya. Pantas saja malam itu Nopa mendatangi rumah kontrakannya ini.
"Kamu itu aneh ya! Kamu udah minta putus, tapi masih ngurusin hidup orang. Itu maksudnya apa?" Tanya Tio.
"Aku nggak ngurusin hidup kamu, tapi coba kamu berubah sedikit!" Balas Nopa.
"Berubah? Emangnya aku kenapa? Kasar?! Dimana-dimana orang nggak akan marah kalau nggak ada penyebabnya, kamu paham nggak?!" Bentak Tio.
"Sudah, stop ya Nop! Kamu nggak usah ngurusin hidup aku sama April lagi, dia aman sama aku. Jadi kamu nggak usah sok khawatir!" Sambungnya.
"Apa kamu cerita soal malam itu?" Tanya Tio yang penasaran, jika Nopa juga menceritakan malam itu ketika ia sudah memiliki hubungan dengan April. Habislah sudah!
"Enggak, mungkin belum!" Sahut Nopa.
"Kalau kamu sampai kasih tau April-"
"Lalu apa?!" Bentak Nopa tak mau kalah.
"Kamu nih kenapa sih? Sampe segitunya ngurusin hubungan orang! Kita udah impas, 'kan? Nggak ada hubungan lagi." Kata Tio.
"Kenapa? Kamu takut kalau April tahu? Terus dia bakal kecewa sama kamu terus akhirnya ninggalin kamu?!" Cecar Nopa.
"Dia nggak bakal ninggalin aku!" Sahut Tio dengan nada pelan.
"Seyakin itu?"
"Karena aku nggak bakal ngelepasin dia." Ujarnya.
Membuat Nopa terdiam seribu bahasa, tidak seperti mantan kekasih Tio yang ia biarkan pergi begitu saja jika sudah lelah dengan sikap dan sifat Tio. Seolah mengatakan bahwa April berbeda dari lainnya, entah karena gadis itu masih polos dan belum mengerti apapun sehingga dengan mudah Tio dapat mengendalikannya atau ada alasan lain. Tapi yang jelas Nopa merasa iri tentu saja, April seolah menjadi primadona bagi Tio yang tak pernah Nopa rasakan. Tio bahkan terlihat setia kepada gadis itu tidak seperti ketika Tio menjalin hubungan dengannya, karena dulu Tio masih berhubungan dengan Sarah ketika bersamanya. April mendapatkan apa yang tidak Nopa dan kekasih terdulunya rasakan.
Meski gadis itu tidak istimewa sekali pun.
"Jadi kamu paham ya? Bukan karena aku takut kehilangan April, aku nggak akan kehilangan dia meski dia tahu malam itu. Tapi aku nggak suka, ada orang lain yang ikut campur dalam hubungan kami!" Ucap Tio, cara bicara dan nada suaranya terdengar pelan dan tenang. Tapi kalimat pria itu berhasil menohok perasaan Nopa dan membuat nyali wanita itu menciut.
"Lebih baik kamu pergi dari kehidupan aku! Karena aku sudah nggak punya hutang lagi sama kamu, sudah aku bayar malam itu 'kan?!" Kata Tio, terdengar tarikan nafas dari seberang telepon.
Tio tahu jika wanita itu tidak bisa berkata apa-apa lagi setelah ini, dan benar saja setelah itu sambungan telepon mereka terputus begitu saja. Membuat Tio menyunggingkan senyum miring menatap layar ponselnya, semua hal yang dianggap Nopa sebagai kecacatan di dalam diri Tio. Seperti pemarah, tempramen dan posesif. Semua hal itu adalah hal negatif bagi pandangan setiap orang, tapi bagi Tio. Itu adalah caranya dalam menjaga setiap wanita yang ada di dalam hidupnya, yang paling penting baginya. Mungkin caranya sedikit ekstrim hingga setiap wanita yang singgah di hati Tio mesti memiliki mental yang kuat dalam menghadapi sifat Tio, itu yang ia harapkan dari April.
Pada awalnya mungkin April tidak menyadari jika badai datang secara perlahan ke kehidupannya dibawa oleh Tio, tapi lama-kelamaan dengan sikap Tio yang semakin terlihat dan pengakuan dari mantan kekasih pria itu. Kini April paham bagaimana sebenarnya sifat Tio, hanya saja April yang terlalu memiliki rasa penasaran yang tinggi ingin tahu bagaimana level tertinggi dari pria itu kepada April. Seolah menantang bahaya yang sudah ada di depan matanya, semua itu hanya karena rasa keingintahuan yang besar. Tanpa sadar, jika semakin April ingin tahu sifat Tio. Semakin pria itu tidak akan pernah melepaskannya apapun yang terjadi.
Tio segera menghubungi April, memberitahu gadis itu untuk tidak lagi berhubungan dengan Nopa dan menghapus kontak wanita itu. April menuruti perkataan Tio, dengan janji pria itu akan mengembalikan nomor April. Tentu saja April akan menurutinya meski nomornya tidak kembali sekali pun, karena April sudah mendapat yang ia inginkan. Informasi dari Nopa sepertinya lebih dari cukup bagi April untuk mengetahui semua hal tentang Om Tio.
Sekarang Tio sudah bisa bernafas dengan lega, masalah sudah clear dan besok ia dan April bisa kembali dengan kegiatan masing-masing tanpa ada rasa bersalah lagi. Dan mungkin Tio akan membawa gadis itu jalan-jalan untuk sekedar membuatnya bahagia.
Tanpa pria itu tahu jika Nopa sedang akan menghubungi April begitu wanita itu mulai menyadari kalau April pasti memegang nomor Tio, dan memberitahukan kegiatan mereka berdua malam itu.