Chapter 29 - Problem

"Halo?" April menjawab sebuah panggilan di ponselnya, nomor tidak diketahui yang sepertinya ia ingat milik siapa. Saat April mendengar suara wanita di sambungan telepon, ternyata benar. Nopa sedang menghubunginya.

"April, lagi apa?" Sapa Nopa dengan nada ramah yang dibuat-buat, padahal di dalam hati wanita itu sangat retak setelah mendengar ucapan Tio tadi.

"Baru selesai ngerjain PR, 'kak. Ada apa?" Sahut April yang merasa bingung, padahal Om Tio baru saja menghubunginya untuk tidak lagi berhubungan dengan Nopa.

Lalu kenapa wanita itu tiba-tiba menghubungi April tanpa ada obrolan apapun sebelumnya, April sendiri pun sebenarnya tidak ingin bertanya apa-apa lagi kepada wanita itu.

"Enggak, cuman mau ngobrol santai aja. April ada waktu?" Tanya Nopa.

"Iya kak, udah nggak ada yang dikerjain kok. Bentar lagi mau tidur." Kata April yang semakin penasaran.

"Emangnya ada apa sih, 'kak?" Sambung gadis itu, terdengar hening dari seberang telepon. Entah apa yang dilakukan Nopa di sana, tapi April dengan setia menunggu karena ia juga penasaran.

"Hmm, gini ya April. Sebelumnya aku minta maaf, tapi kayanya kamu harus tau."

Entah mengapa perkataan Nopa barusan membuat April senam jantung, seperti ada sesuatu yang bisa mengejutkannya sebentar lagi. Meskipun April tidak ingin jika ia terlanjur sakit, tapi rasa keingintahuannya sangat besar.

"Malam itu, aku datengin Tio ke rumah kontrakannya yang ada di kota kamu. Katanya dia baru aja pulang dari rumah kamu, sebenarnya aku cuman mau berkunjung karena waktu itu aku sama dia memang sedang ada urusan...."

"...terus, tiba-tiba aja Tio dan aku mulai deketan dan kami ngelakuin hal itu." Jelas Nopa panjang lebar, April yang mendengarnya terdiam sejenak. Mencoba mencerna semua kalimat Nopa yang mulai membuat dadanya terasa sesak.

"Ngelakuin apa, 'kak?" Tanya April, suaranya mulai terisak. Berharap semoga saja yang ia pikirkan tidak benar atau wanita itu hanya sekedar bercanda dan berbohong. Tapi mendengar penuturan Nopa barusan, sepertinya wanita itu tidak berbohong.

"Ya kami melakukan hubungan seksual, kamu paham 'kan? Maaf ya, agak vulgar. Aku paham kok kalau kamu masih kecil." Sambung Nopa, seolah ditampar dengan keras. April terduduk di pinggiran ranjang di dalam kamarnya, rasanya bahunya lemas dan pandangannya mulai kabur oleh air mata yang menggenang sedari tadi tak ingin turun dari kedua matanya. Sementara di balik sambungan telepon, Nopa tersenyum miring setelah April memakan semua perkataannya.

"Kok bisa? Kakak 'kan udah tahu kalau Om Tio sudah punya pacar." Kata April, entah kalimat apa lagi yang harus ia keluarkan. Rasanya dunianya runtuh dan mengenai puncak kepalanya hingga rasa pusing itu muncul.

"Ya gimana ya... kamu pasti belum pernah diapa-apain sama Tio 'kan? Jadi ya, namanya juga orang dewasa." Kata Nopa semakin membuat April panas sekaligus sedih, gadis itu berusaha mati-matian menahan air mata dan tangisnya yang sebentar lagi akan pecah. Tak ingin menimbulkan suara dan membuat kedua orang tuanya khawatir hanya karena masalah seperti ini, akhirnya April hanya bisa terdiam tak ingin menanggapi.

"Hm, kak? Aku matiin ya telponnya, aku mau istirahat. Besok sekolah!" Ujar April.

"Iya, April istirahat. Tapi sebelum kamu tutup telponnya, bolehkah aku ngasih saran ke April?" Kata Nopa, jujur saja April sudah merasa lelah dengan segala perkataan Nopa. Tapi April merasa tidak enak jika ia terlalu jahat kepada wanita yang dulu juga pernah menjadi kekasih Om Tio itu.

"Boleh kak." Satu kali lagi ia mendengar penuturan dari Nopa, entah baik atau buruk April akan tetap menerimanya.

"April, 'kan anak baik. Masa depan April masih jauh dan masih cerah, jangan jadikan seorang pria menghambat cita-cita April karena cinta aja nggak cukup kalau April ngerti soal cinta." Kata Nopa panjang lebar, April mendengarkan dengan baik.

"...Tio itu memang tampan, tapi dia sudah terlalu dewasa untuk April yang masih muda. Bukannya aku cemburu atau iri, tapi Tio bukan tipe pria yang baik dan lembut. Di sisi lain mungkin Tio bisa menunjukan rasa kasih sayangnya, dia adalah pria penyayang, iya! Tapi nggak semua lelaki itu sempurna, kadang ada minusnya begitu pun juga dengan perempuan. Dan minusnya Tio adalah dia overprotektif dan overpossessive, April mungkin akan dibuat nggak nyaman dan dibuat jauh dari temen-temen atau bahkan keluarga. Maybe, someday."

"Aku mengatakan semua hal ini bukan tanpa dasar, dan aku yakin sedikit banyaknya April udah mulai menyadari sifat dari Tio. Cuman April berusaha keras buat nyembunyikan hal itu 'kan? Nggak mau semua orang tau kalau April ngerasa terkekang selama menjalin hubungan dengan Om Tio, itu sama aja membohongi diri sendiri." April masih terdiam mencerna semua perkataan Nopa, belum hilang rasa sakit hatinya setelah mengetahui Om Tio tidur dengan mantan kekasihnya setelah pulang dari berkencan dengan April. Kini ia dihadapkan dengan kebingungan yang luar biasa akan saran yang Nopa berikan.

Ada dua hal yang dipikirkan oleh April saat ini setelah mendengar saran dari Nopa tersebut.

Kemungkinan yang pertama adalah Nopa mengatakan semua hal itu dengan tulus karena perduli kepada April.

Dan hal yang kedua adalah wanita itu sedang berusaha memisahkam April dengan Om Tio.

Semua kemungkinan itu semakin membuat April bingung, kepalanya mulai terasa sakit dan ingin segera mengakhiri semua ini.

"Makasih banyak sebelumnya sarannya, 'kak! Aku paham gimana sifat Om Tio mungkin nggak sepaham kakak karena kakak yang lebih lama dan lebih dulu mengenal Om Tio. Aku cuman bisa bilang terimakasih!" Tukas April yang tak tahu lagi harus berkata apa.

"Sama-sama, April! Maaf sebelumnya kalau aku lantang memasuki hubungan kalian berdua."

"Setelah ini aku akan pergi dan nggak muncul lagi ke kehidupan kalian berdua, aku cuman sekedar singgah dan nggak ada niatan mau menetap. Sekali lagi makasih sudah mau mengenal satu sama lain, semoga kamu bisa memikirkan masa depan kamu dan pria yang sedang bersamamu saat ini. Bye April!" Ujar Nopa, setelah itu sambungan telepon tertutup. April bahkan belum sempat memberi salam terakhir kepada wanita itu, April menggenggam ponselnya dan menempelkan benda itu di dadanya seraya merebahkan tubuhnya ke atas ranjang. Jika bukan karena Nopa, mungkin saat ini April masih buta dalam mengenal Om Tio yang ternyata memiliki banyak rahasia di dalam hidupnya.

Seharusnya April berterimakasih kepada wanita itu atau mungkin juga tidak, kini yang harus April tanyai lebih lanjut adalah pria yang sama sekali tidak mau membuka kartunya kepada April. Yang ternyata juga bersedia tidur dengan mantan kekasihnya tanpa sepengetahuan April, pantas saja belakangan ini Om Tio gemar memainkan ponselnya dimana pun mereka berada.