Tok... tok... tok...
Tio menunggu dengan tidak sabar di depan pintu sebuah rumah, jauh-jauh mendatangi wanita itu untuk meluapkan emosinya. Tio tiba di kediaman Nopa saat tengah hari, berangkat dari rumah pagi-pagi sekali dan beralasan kepada April untuk mengurus pekerjaannya. Padahal hari ini Tio tidak masuk kerja hanya karena ingin melabrak Nopa.
Tak lama pintu terbuka, menampilkan sosok wanita yang terlihat sedang tidur siang menggunakan celana pendek dan tanktop. Melihat Tio berdiri di hadapannya rasa kantuk Nopa segera menghilang, kedua matanya hampir terbelalak saat melihat wajah pria itu menatapnya dengan tajam. Membuat Nopa rasanya ingin segera kabur dari sana.
Tak ingin membuang-buang waktu, Tio segera mendorong wanita itu masuk ke dalam rumahnya sendiri dan menekan tubuhnya ke dinding. Membuat Nopa kesulitan bergerak dan bernafas.
"Ngapain kamu ke sini?" Cicit Nopa saat suaranya mulai mengecil, Tio memiringkan kepalanya. Meneliti wajah wanita yang sedang ketakutan setengah mati itu.
"Kenapa? Takut?" Sahut Tio, kali ini nada suara pria itu terdengar pelan dan tenang. Nopa makin khawatir, pasalnya jika Tio sudah seperti ini maka pria itu benar-benar sedang dilanda emosi. Karena tidak ada yang tahu di balik tenangnya air laut.
"Kamu beraninya cuman sama perempuan!" Cecar Nopa.
"Perempuan atau lelaki, sama aja! Kalau mereka berani ganggu kehidupan pribadi orang lain." Balas Tio, Nopa terdiam seketika. Yang wanita itu inginkan awalnya hanya menyelamatkan hidup April dari serigala pengekang ini, tapi makin ke sini Nopa semakin ingin menghancurkan kehidupan Tio yang dulu pernah menghancurkan kehidupan Nopa juga.
"Kamu itu egois!" Tukas Nopa, Tio hanya menyunggingkan senyum tak menanggapi.
"Aku yang egois, atau kamu yang nggak bisa jadi perempuan."
"Kamu udah hancurin hidup aku! Buat aku jauh dari temen-temen aku bahkan kedua orang tua aku!" Kata Nopa setengah berteriak, nafasnya terasa berat saat wanita itu berusaha keras untuk menahan tangisnya. Kedua matanya memerah, ada bulir bening yang mengendap di kelopak matanya memaksa untuk segera turun membasahi pipi. Nopa pikir hal itu akan mengundang simpati Tio, tapi setelah semua hal yang terjadi. Tio bahkan tidak perduli dengan kehidupan wanita yang memiliki muka dua itu.
"Kamu itu munafik!" Cecar Tio masih dengan nada suara yang pelan namun berhasil menohok perasaan Nopa.
"Kamu bilang, kamu cuman berusaha menyelamatkan April dari cowok kaya aku. Tapi yang aku lihat, kamu seperti berusaha kembali ke aku dan merebut aku dari April. Tapi kamu nggak sadar, kalau aku nggak butuh perempuan yang munafik. Bukannya kamu sendiri yang memilih untuh putus? Terus ngapain balik ke kehidupan aku itu ngapain?!" Bentak Tio, kini kesabarannya hampir habis.
"Bisa nggak kamu bener-bener pergi dari kehidupan aku? Atau aku harus ngancem kamu dulu?" Tio menaikan sebelah alisnya.
"Ngancem aku?" Tanya Nopa.
"Kamu lupa aku masih punya foto kamu." Bisik Tio, begitu teringat sesuatu Nopa mulai panik dan mulai memohon kepada pria itu.
"Tio, jangan dong! Please..." suara Nopa memelas, Tio sangat menyukai wanita yang memohon seperti ini. Pria itu menyeringai senang, sebenarnya ia bisa saja mengancam Nopa untuk melakukan apa saja untuknya. Mengingat Tio masih memiliki gambar vulgar dari wanita itu di dalam drivenya, meskipun begitu Tio tentu saja tidak akan benar-benar menyebar gambar Nopa. Ia hanya ingin menggertak wanita itu agar segera pergi dari hidupnya dan tidak mengganggu April lagi, karena sudah cukup bagi April untuk mengetahui segalanya tentang dirinya. Selebihnya gadis itu bisa memahami dan mempelajari bagaimana sifat Tio yang sebenarnya.
"Kamu paham 'kan sekarang?" Tanya Tio.
"Kamu jahat ya? Ngancem aku kaya gini." Sahut Nopa.
"Lebih jahat mana sama orang yang ngerusak hubungan orang lain, kamu 'kan punya pasangan juga. Gimana perasaan kamu kalau ada di posisi April?" Ucap Tio.
Tiba-tiba Nopa mulai menangis, Tio mengernyitkan kening karena bingung.
"Sebenarnya, aku nggak punya pacar. Waktu itu yang nganterin aku ke kafe buat ketemu kamu sama Sarah itu adek aku, aku bohong supaya nggak dianggap belum bisa move-on dari kamu. Dan sekarang, aku memang belum bisa move on dari kamu, Tio!" Kata Nopa sambil menangis.
Di akhir kalimat Nopa memeluk Tio dengan erat, membuat Tio kesulitan untuk melepaskan wanita itu dari tubuhnya.
"Kamu udah nggak waras ya?!" Bentak Tio yang berusaha keras mendorong wanita itu dengan sekuat tenaga tanpa menyakitinya, Tio khawatir akan drama yang akan dibuat Nopa lagi jika Tio menyakitinya kali ini.
Bugh!
Tak sengaja Tio mendorong kuat tubuh Nopa hingga membentur dinding, tubuh wanita itu merosot ke atas lantai sembari memegangi tubuhnya sendiri.
"Udah, nggak usah drama! Ini terakhir kalinya aku lihat muka kamu, kalau besok atau lusa kamu masih hubungin April dan ngomong yang enggak-enggak. Foto sama video kamu bakal jadi trending!" Ancam Tio, setelah itu pria itu pergi dari kediaman Nopa meninggalkan wanita itu terduduk di atas lantai.
Semua orang berpikir jika Tio tidak akan tega menyakiti seorang wanita, maka orang itu harus berpikir dua kali terlebih dahulu sebelum membuat pernyataan. Tio tak perduli dan tidak memandang bulu, baginya siapa yang salah, orang itu harus mendapat hukumannya. Dan yang dilakukan Nopa akhir-akhir ini sudah kelewat batas, Tio tidak ingin gadis sepolos dan sekecil April tahu bagaimana buasnya dirinya hingga berakhir gadis itu pergi. Akan ada saatnya, Tio menjelaskan apa kemauannya dan ia tahu April adalah gadis yang cerdas dan bisa memahami keinginan Tio.
Tio mengendarai motor sportnya meninggalkan rumah Nopa, tak lama kemudian ponselnya bergetar membuatnya terpaksa berhenti sejenak di pinggir jalan. Lalu tersenyum setelah melihat nama April di layar ponselnya.
"Halo?"
"Om Tio, masih lama ya pulangnya?" Terdengar suara manja dari seberang telepon yang membuat Tio merasa gemas.
"Iya, kenapa sayang?"
"Ibu sama Bapak lagi sibuk nggak bisa jemput, April pulang sama siapa ya? Om Tio bisa jemput nggak?" Tanya April, Tio melirik ke arah jam tangan yang ada di pergelangan tangan kirinya. Masih ada waktu beberapa menit untuknya sampai di sekolah April dan semoga saja masih sempat.
"Ya udah, Om usahain ya! Ini udah mau pulang kok." Sahut Tio yang segera menutup sambungan telepon dan kembali melajukan motor sportnya.
Pria itu selalu tersenyum ketika teringat akan gadis itu, seolah April telah membawa sesuatu yang baru ke kehidupan Tio hingga ia tidak akan rela jika gadis itu pergi darinya.
Dengan harapan besar setelah masalah ini selesai, hubungannya dengan April akan berjalan dengan lancar tanpa siapa pun dapat mengganggu mereka berdua. Tidak juga dengan teman-teman April, tidak dengan Nopa dan tidak siapa pun. Tio mulai berpikiran untuk serius dengan gadis itu dan siap menunggunya kapan saja gadis itu siap.