"Dulu layar kapal tidak seperti ini. Dulu kapal ini punya 6 layar tapi patah terkena ombak. Sekarang tinggal 4 tiang layarnya", kata Naira.
"Benar. Darimana anda tahu ini? Padahal informasi ini tidak pernah dibagikan ke publik", kata pemandu wisata keheranan.
"Dari mimpiku tadi", jawab Naira.
"Mungkin kamu sempat melihat kapal ini sebentar sebelum pingsan. Lalu, saat pingsan imajinasi bekerja", kata pemandu wisata.
"Bagaimana? Kita pulang sekarang atau lanjut?" tanya Devan.
"Kita lanjut saja! Sayang kalau tidak dilanjutkan. Kita sudah keluar uang kan? Badanku sudah segar lagi", jawab Naira.
Naira kembali berdiri lagi. Dia dibantu Elvano dan Devan. Pemandu wisata melanjutkan turnya bersama wisatawan yang lain. Naira, Elvano, dan Devan menyusul dari belakang pelan-pelan.
Rombongan wisatawan mulai memasuki gedung. Di ruangan pertama, ada banyak miniatur kapal dalam gedung. Di sini, pengunjung diberikan waktu 10 menit untuk melihat-lihat dan berfoto.
Naira lebih memilih untuk memberi makan ponselnya di colokan listrik pojok. Elvano dan Devan memilih untuk berjalan-jalan dan berfoto sama seperti wisatawan lain. Sambil menunggu baterai ponselnya penuh, Naira memandangi semua area gedung dari tempatnya duduk.
Beberapa saat kemudian, pemandu wisata datang menyusul Naira. Dia duduk di sebelah Naira dan segera mengecas ponselnya. Agar situasi tidak canggung, pemandu wisata membuka percakapan.
"Dari tadi aku lihat kamu duduk aja. Bagaimana? Sudah enakan?" tanya pemandu wisata.
"Saya sudah enakan, Pak. Hanya saja, si kotak sudah waktunya diberi makan", jawab Naira sambil menunjukkan ponselnya yang dicas.
"Baiklah, saya juga ikut senang kalau begitu", kata pemandu wisata.
"Pak, ruangan ini baru dibangun ya?" tanya Naira.
"Benar, ruangan ini baru dibangun sekitar tahun 2000-2001 seingat saya. Kok kamu tahu?", jawab pemandu wisata.
"Rasanya tempat ini familiar tapi ruangan ini terasa baru. Ya, mungkin karena saya belum pernah melihat ruangan ini di koran atau internet. Mungkin ini efek pengalaman pertama", kata Naira.
Waktu untuk berkeliling di ruangan pertama telah selesai. Sudah saatnya untuk melanjutkan perjalanan ke ruangan berikutnya. Naira segera mencabut kabel cas dan berjalan cepat agar tidak tertinggal dari rombongan.
Sekarang mereka memasuki ruangan kedua. Wisatawan dibuat takjub dengan karpet merah berhias sulaman emas di tepinya. Karpet itu membentang di sepanjang lorong untuk menuju ruangan kedua.
Devan duduk dan mencoba meraba karpet itu, ternyata itu karpet berbulu lembut dan halus. Sudah jelas bahwa ini karpet mahal. Devan berusaha berdiri lagi. Saat menengadahkan kepala, Devan lebih kaget lagi.
"Lihat ke atas!", teriak Devan tanpa sadar.
Seketika semua wisatawan melihat ke atas. Naira dan Elvano juga ikut melihat ke atas. Ternyata yang dilihat Devan adalah langit-langit yang berhias rasi bintang. Rasi bintang itu seperti dilukis dengan cat perak. Warna dasar dari langit-langit itu adalah krem. Jadi, saat disorot dengan lampu kuning, rasi bintang akan terlihat berkilauan. Sangat indah.
"Masyarakat Kerajaan Tirtanu sangat peduli dengan rasi bintang terutama pada tahun 1200-1500. Pergerakan bintang yang ada di luar angkasa dipahat di sebuah prasasti batu besar. Ini adalah replika dari peta rasi bintang pada prasasti itu", ungkap pemandu wisata.
"Baru pertama kali ini aku melihat peta rasi bintang. Baru pertama kali juga, aku melihat peta rasi bintang seindah ini", kata Elvano.
"Jadi ini menyimpan peninggalan sejarah Kerajaan Tirtanu", kata Naira.
"Silakan jika ada yang ingin foto-foto. Saya beri waktu 5 menit untuk berfoto di area ini", kata pemandu wisata dengan megafonnya.
Sontak semuanya mengeluarkan ponsel dan kamera. Kilatan lampu blitz muncul dari berbagai arah. Semua orang bergembira di sana. Walaupun museum ini tempat wisata paling murah, para pengelola museum benar-benar merawat komplek museum ini dengan sangat baik.
Setelah puas berfoto, rombongan wisatawan lanjut berjalan ke ruangan berikutnya. Decak kagum terus terdengar di sepanjang lorong. Bagaimana tidak, ukiran emas membentang di sepanjang lorong. Bahkan colokan listrik pun juga berhiaskan emas. Yang paling unik adalah semua ukuran jendela di samping lorong sama bahkan tirainya pun juga diturunkan dengan ketinggian yang sama dari ujung ke ujung.
"Sekaya inikah Kerajaan Tirtanu?" kata Naira kagum.
Sekarang, mereka masuk ke sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu. Ruangan ini bergaya klasik. Lantainya kayu, jendelanya juga terbuat dari kertas. Mayoritas benda yang ada di ruangan ini terbuat dari kayu. Berbeda dengan lorong yang dibangun dari tembok beton.
"Ini adalah salah satu ruangan paling tua yang ada di perusahaan kapal Mahajana. Ruangan ini benar-benar sudah ada sejak tahun 1311", kata pemandu wisata.
"Sepertinya, ruangan ini sudah pernah direnovasi", celetuk Naira.
"Benar. Ruangan ini sudah direnovasi karena kayu aslinya sudah banyak yang lapuk. Renovasinya hanya dilakukan sekali pada tahun 1980", ungkap pemandu wisata.
"Dulu, bentuk ruangan tidak seperti ini. Dulu hanya ada 2 pintu. Di barat dan di timur, melambangkan tempat matahari terbit dan tenggelam. Tempat lampu naga ini sudah ada sejak dulu. Tapi lampu kecil di sekelilingnya sepertinya bari ditambah baru-baru ini", kata Naira.
Pemandu wisata kaget dengan ucapan Naira. Dia memandangi Naira dengan mata yang terbuka lebar. Kelopak matanya bergetar. Devan dan Elvano lebih kaget lagi setelah pemandu wisata bereaksi seperti itu.
"Itu adalah kondisi sebenarnya dari ruangan ini pada tahun 1321 hingga 1388. Dari mana anda tahu hal ini?" tanya pemandu wisata seakan tak percaya.
"Entahlah, intuisiku yang mengatakan hal ini", kata Naira.
"Sebenarnya, apa yang anda katakan ini tidak pernah ditulis di dokumen manapun dan tidak pernah diceritakan pada media berita manapun. Kondisi ini hanya diceritakan pada keturunan Raja Tirtanu turun temurun dari mulut ke mulut", kata pemandu wisata kaget.
"Jadi anda juga seorang bangsawan keturunan raja?" tanya Elvano.
"Ya, saja juga masih punya hubungan darah dengan Raja Tirtanu. Tapi saya hanya manusia biasa yang harus mencari nafkah dengan menjadi pemandu wisata. Tidak seperti beberapa orang yang kaya dari warisan kerajaan", kata pemandu wisata.
"Boleh tahu nama anda?" tanya Naira.
"Oh maaf, tadi saya belum berkenalan dengan anda. Perkenalkan, saya David Alsaki", kata pemandu wisata.
"Nama saya Naira. Anda dari keluarga Alsaki yang terkenal itu?"
"Kata nenek saya, saya punya leluhur. Salah satu leluhur saya seorang selir yang bernama Adeline. Seingat saya dia lahir di tahun 1308 dan meninggal di tahun 1370-an. Karena saya hanya keturunan selir, saya tetap harus bekerja biar bisa makan", kata pemandu wisata.
Kini perjalanan dilanjutkan ke sebuah ruangan yang di sana ada lukisan para raja dari Kerajaan Tirtanu. Perusahaan kapal Mahajana adalah salah satu BUMK alias Badan Usaha Milik Kerajaan. Yang artinya, pimpinan tertinggi dari perusahaan ini adalah Raja Tirtanu. Itulah mengapa lukisan Raja Tirtanu dipajang di Mahajana.
"Ini lukisan Raja pertama kerajaan Tirtanu. Ini Raja kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, dan ini Raja yang paling terkenal di Kerajaan Tirtanu, yaitu Raja Cedric Alsaki - Raja kelima belas. Lalu ini anaknya, Raja Ehren Enzi Alsaki sang raja ke enam belas. Karena Raja Ehren tidak memiliki keturunan, jadi tahta berpindah ke anak selir Adeline", ungkap pemandu wisata.
Perasaan aneh tiba-tiba muncul di hati Naira. Perasaan itu muncul saat memandangi lukisan Raja Ehren. Entah mengapa wajah itu terasa amat sangat familiar. Semakin lama dipandang, denyut jantung Naira semakin tak karuan. Padahal, Naira belum pernah bertemu dengan Raja Ehren atau melihat fotonya sebelum ini. Tapi dia merasa bahwa Raja Ehren sangat dekat dengannya.
"Kenapa saya tiba-tiba merindukan Raja Ehren?" batin Naira.
Rombongan lanjut berjalan. Naira langsung minum air botol yang dia bawa. Lalu menyusul wisatawan yang lainnya. Pak David berasa di bagian paling depan sambil menunjukkan beberapa lukisan yang lain.
Pak David kaget seketika setelah melihat sebuah lukisan. Pak David berhenti. Wisatawan di belakangnya juga ikut berhenti termasuk Elvano dan Devan. Pak David memandangi lukisan di depannya dengan cermat lalu menengok ke belakang. Wisatawan lainnya juga melihat ke belakang.
Naira yang berjalan paling belakang juga ikut menengok ke belakang. Ternyata kosong. Tidak ada siapapun. Pak David menengok ke depan dan belakang berkali-kali seakan dia sedang memastikan sesuatu. Ternyata wisatawan lain juga menyadari apa yang dilihat Pak David, sang pemandu wisata. Semua orang yang ada di ruangan itu memandangi Naira.
"Ada apa?" tanya Naira penasaran dan bingung.
"Kenapa wajahmu ada di lukisan itu?" tanya Devan.
Ternyata lukisan yang dilihat pemandu wisata adalah lukisan milik Ratu Alatariel Artanis Rin. Anehnya, wajah sang ratu persis dengan wajah Naira yang sekarang berada di belakang mereka.